Pengkhianat

12 4 0
                                    

===

4 September 1856, daerah paling ujung selatan Pulau Samatara

===

"Apakah masih jauh dari tempat tujuan?" tanya seorang kolonel kepada bawahannya.

"24 kilo meter lagi kita akan sampai," jawab tegas sang prajurit.

"Sebaiknya cepat, saya sudah lelah."

"Baik, pak."

Prajurit itu terus mengemudikan mobilnya dan berfokus ke depan meskipun jalanan yang dilalui sangat licin penuh dengan lumpur dan genangan air yang dalam.

Di belakangnya sang kolonel itu jauh berpikir ke dalam pikirannya, bagaimana cara mengalahkan pemuda yang tidak mau hormat dan memberontak terhadap kekuasaan Holand. Ia teringat beberapa tahun lalu saat dipermalukan oleh strategi anak umur belasan tahun saat itu, ia sangat kesal dan ingin sekali cepat - cepat menangkapnya.

Mereka harus melewati hutan yang sangat lebat dan jurang yang sangat curam berada di samping jalan yang mereka lewati. Tak jauh dari situ ada jembatan yang menghubungkan hutan dan sebuah pedesaan kecil. Setelah melewati jembatan tersebut tibalah mereka di sebuah desa kecil tanpa nama dengan gerbang yang dihiasi oleh ornamen - ornamen, corak - corak adat budaya setempat. Ada beberapa penjaga di dekat pintu masuk desa tersebut. Para penjaga desa itupun mendekati mobil yang berhenti dan menanyakan siapa dan apa maksud kedatangannya.

"Bilang kepada mereka, kalau Kolonel Welison sudah tiba. Mereka tau apa yang akan mereka lakukan," perintah kolonel itu kepada prajurit yang ada di kursi pengemudi.

"Baik pak."

Para penjaga desa itu pun pergi dan membukakan gerbang tersebut, lalu mereka pun memasuki desa itu dan pergi menuju ke kediaman Lano Shakka, sang penguasa desa tersebut.

Sesampai nya disana, mereka disambut langsung oleh musik dan tari sembah untuk menghormati tamu. Kolonel itupun tampak sangat menikmati hiburan sambutan nya sambil tersenyum lebar.

Kolonel dan para prajuritnya pun turun dari mobil dan berjalan menuju kehadapan Lano Shakka yang sedang duduk di singgasana nya. Mereka pun dipersilahkan duduk dan diberi jamuan seperti buah - buahan dan minuman.

"Kolonel Welison, selamat datang di Tanah Lappo. Maafkan saya jika penyambutan kolonel sangat sederhana dan tidak mewah."

"Terima kasih Tuanku Lano Shakka. Saya sangat menikmati musik dan tarian indah ini, melikak - likukan tubuh indahnya untuk menyambut saya dan prajurit saya, saya sangat terkesan. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih." senyum kolonel itu kepada tuan rumah.

"Izinkan saya untuk menyelesaikan pesta penyambutan ini kolonel."

"Dengan senang hati, Tuanku."

Pesta penyambutan pun terus berlanjut hingga malam tiba, para prajurit yang ikut bersama kolonel diantarkan ke tempat penginapan mereka. Kolonel Welison dan Lano Shakka berjalan - jalan berdua untuk mengobrol ringan. Tak lama dari itu Lano Shakka mengantarkan kolonel Welison ke kamar penginapannya karena hari sudah semakin malam.

***

Pagi hari yang sangat cerah untuk mengawali hari, matahari terlihat menyongsong dari arah timur dengan gagahnya. Kolonel pun terbangun dengan bermandikan cahaya mentari yang indah itu, ia pun beranjak dari kasurnya dan keluar dari kamarnya. Saat ia keluar, para prajuritnya sudah bersiap, dan menunggu sang kolonel bangun. Lalu salah satu prajurit membisikkan pesan kalau tuan rumah sudah menunggu di tempat makan. Akhirnya sang kolonel pun pergi dengan beberapa pengawalnya ke tempat tersebut dan benar saja Lano Shakka sudah menunggu nya disitu. Kolonel Welison memerintahkan prajurit nya untuk pergi, mereka berdua menyapa dengan gembira lalu Lano Shakka pun menyuruh sang kolonel untuk sarapan pagi berdua dengannya. Lalu mereka pun makan bersama dengan khidmat.

Lalu tak lama setelah sarapan pagi, Kolonel Welison di ajak oleh Lano untuk pertemuan para sesepuh desa dan mengatur rencana yang sudah mereka rencanakan. Sesampai nya di tempat pertemuan, Kolonel di berikan kepercayaan untuk berbicara apa yang akan ia sampaikan.

Para sesepuh desa dan Lano pun mensetujui apa yang diberitahukan oleh Kolonel Welison, mereka menganggap hal itu diperlukan untuk membangun daerah yang mereka tinggali sekarang tidak ketinggalan oleh daerah lain.

Lalu puncak rencana mereka akhirnya di bicarakan, Kolonel Welison mencurahkan isi hatinya dan sangat merasa di permainkan oleh seorang pemuda yang sangat tidak patuh dan melawan terhadapnya, ia pun berkata bahwa pemuda itu tak ingin daerah ini berkembang maju seperti daerah lainnya.

Lano Shakka tau yang kolonel maksud, itu adalah keponakannya yang bernama Randi Shakka. Seorang Suttan dari tanah Lappo.

"Anak itu memang semena-mena, selalu dimanjakan oleh ayahnya saat kecil, di berikan kekuasaan dan gelar Suttan saat masih usia belia. Harusnya bukan dia yang masih bau kencur yang menjadi Suttan, harusnya aku, Lano Shakka yang berhak mendapat gelar itu," ungkap angkuh Lano Shakka yang ingin berkuasa. "Dan aku punya dendam kepadanya, ia pernah mempermalukan ku di depan semua orang saat di Kesuttanan Tanah Lappo sebelum aku di usir kemari olehnya," lanjut kesalnya terhadap keponakannya sendiri.

"Jadi bagaimana Tuan Lano, rencana apa yang akan kita pakai untuk menaklukan keponakanmu yang nakal ini?" tanya kolonel angkuh.

"Aku punya rencana, persetan dengan kehormatan, aku akan membuat tanah Lappo ini berjaya. Keponakanku yang sangat kusayangi ini adalah kunci untuk kejayaanku, dan dia sangat polos, naif, terlalu mudah percaya dan sangat mencintai keluarga dan rakyatnya."

"Jadi apa itu?" kolonel itu bertanya - tanya.

"Aku tahu dimana ia bersembunyi, akan ku pancing ia keluar dari persembunyiannya dan buat dia tanpa pengawal," ungkap rencananya. "Dalam satu bulan lagi, di tanggal yang sama saat kita mengatur rencana ini, kita akan mengepung Randi Shakka dengan pasukan penuh."

"Kolonel, bawa pasukan mu sebanyak mungkin ke daerah yang akan aku jadikan tempat pertemuanku dengannya, diam disitu dan jangan bergerak sedikit pun sebelum aku memberi aba - aba," lanjut Lano Shakka mengatur rencana nya.

"Ini gila, untuk melawan satu anak kecil kita butuh pasukan yang sangat banyak bahkan bisa untuk menjarah satu desa, ini sangat tidak masuk akal Tuan Lano," bantah kolonel dengan rencana gila Lano Shakka.

"Apakah kau mau kehilangan dia lagi? Kau mau di permalukan oleh anak kecil ini lagi? Silahkan, ikuti rencana ku atau kau pulang ke Batavia dan di tertawakan oleh pemimpin mu itu," kecam Lano Shakka terhadap Kolonel Welison.

"Anak itu memang masih belia, tetapi di umurnya sekarang, dia memiliki segalanya bahkan kecerdasan dan ilmu berperang, kita tak boleh lengah. Rencana ku akan berhasil dan kita berdua akan di untungkan akan hal itu," saat itu juga Lano Shakka melepaskan senyum sinisnya kepada Kolonel Welison.

Kolonel Welison yang masih tidak percaya akan rencana itu pun hanya bisa diam, begitu juga dengan para sesepuh desa. Mendengar rencana gila untuk mengepung keponakannya yang seorang diri, sungguh sangat memalukan bagi seseorang yang punya darah bangsawan.

Tetapi mereka mau tak mau harus mengikuti rencana Lano Shakka untuk bisa menguasai seluruh Tanah Lappo, para sesepuh pun menyetujui rencana tak terhormat tersebut. Disisi lain Kolonel Welison tampak sedang berfikir sangat keras dengan apa yang akan ia perbuat, fikiran tamaknya terus bergelut dengan batinnya yang tak mau mengikuti rencana aneh tersebut.

Beberapa saat kemudian, Kolonel Welison pun menyetujui nya dan akan langsung pulang ke Batavia untuk mengumpulkan pasukannya, ia mengancam kepada Lano Shakka jika rencana ini gagal ia akan diburu seumur hidupnya dengan seluruh tentara miliknya.

Lano Shakka pun berjanji ia tidak akan gagal, ia optimis akan berhasil karena sifat keponakannya tersebut. Ia bahkan berjanji kepada kolonel Welison, jika berhasil ia mungkin akan di promosikan naik jabatan.

Akhirnya rapat itu pun dibubarkan dengan persetujuan untuk mengepung Randi Shakka, keponakan Lano Shakka yang menurut mereka menghalangi jalan mulus untuk memperoleh kejayaan.

PERTAMA : SUKMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang