Sayembara

1 0 0
                                    

"Ting! Ting! Ting!" suara pesan masuk ke beberapa murid lelaki yang sedang asik mengobrol di halaman sekolah.

"Wah apaan nih, ada sayembara cui!" ucap salah satu murid disitu.

"Yang menang bakal di ajak ngedate sama anak baru kelas 8A?" lanjutnya bicaranya membacakan pesan tersebut sambil terkejut.

"Yakin lu yang menang bisa ngedate sama Ziani? Siapa yang ngirim pesan itu?" tanya nya sambil bersemangat.

"Entah lah dia Anonym, masa bodo amat yang penting gue bakal jadi pemenang!" ungkapnya mengklaim diri sendiri.

"Ting!"
"Ada pesan baru masuk lagi nih!" ujar salah satu murid itu.

"Nanti saat sudah jam pulang sekolah, bawa Dipa yang selalu bersamanya ke gedung olahraga, yang berhasil bikin dia mampus bakal gue kasih nomor telpon Ziani + dipesankan Restoran bintang 5 untuk ngedate!" ucap murid itu membacakan pesan tersebut.

"Menarik, apalagi ini mudah banget. Cuma buat mampus si cupu itu kan!" ucapnya bersemangat.

============
Di dalam kelas
============

"Didi, kamu tau enggak arti dari ini? Tadi aku udah coba dengerin penjelasan guru enggak maksud!" ujarnya meminta tolong kepada Dipa.

Dipa pun enggan menoleh karena tau itu hanya akal - akalannya untuk dapat perhatian. Zia pun memasang muram karena hari ini pun Dipa susah diajak bicara.

Dari jauh Andira memperhatikan Ziani dengan wajah penuh jijik dan amarah, ia kesal karena tingkah manisnya mendapatkan perhatian seluruh siswa sekolah, bahkan yang dulu tergila - gila kepada Andira pun luluh ketika melihat Ziani saat berjalan di luar sekolah.

"Awas kau perempuan jalang, berani sekali merebut semua yang aku miliki!" ucapnya marah dalam hati.

============
Jam pun sudah menunjukkan waktunya pulang.

"Didiiiii, Ayo kita pulang!!" ajak Zia kepada Dipa.
"Setyo! ajak Dipa pulang, dia maunya diajak kamu!" perintah Ziani cemberut.

"Ayo Dip, pulang, ngapain masih tiduran aja," ajaknya pelan.

"Kalian duluan saja, tunggu di halte depan, 10 menit lagi aku akan menyusul kalian!" ucap Dipa menyusuh mereka.

Setyo pun mengiyakan saja dan memaksa Ziani untuk ikut dengannya. Dipa pun perlahan beranjak dari bangku nya dan pergi kearah gedung olahraga.

Disana sudah berkumpul anak - anak yang akan mengikuti sayembara dating bersama Ziani. Mereka sedang menetukan orang yang akan membawa Dipa ke tempat ini.

Tetapi, tiba - tiba ada murid yang berlari dan mengatakan kalau Dipa ada di lorong menuju ke gedung olahraga.

"Haah!? Serius? Dia dapet bocoran dari siapa? Tempat dia mampus kok disamperin, tolol banget!" angkuhnya ia memperendah Dipa.

"Ngeeeek!!" bunyi engsel pintu yang berkarat.

Semua orang yang ada disitu berdiri menatap Dipa sinis. Mereka senang karena ada makanan yang mau muncul dengan sendirinya, dan tidak susah - susah untuk membawanya.

"Lu dapet bocoran dari siapa? Kalo udah tau bakal mampus ngapain lu kesini coba? Mau jadi jagoan di mata Ziani?" ucapnya sambil berjalan mendekati Dipa.

"Udah lah dia sendirian, bakalan mampus juga itu sama Rendi," ungkap seseorang bergumam putus asa.

"Ren, jangan di seriusin banget, bisa mampus beneran nanti kita!" ujar salah satu murid dibelakangnya.

Rendi pun langsung berlari dan menerjang Dipa dari depan. Tetapi, kakinya malah dipegang oleh Dipa lalu dibanting kelantai tersebut kemudian pingsan.

Sudah jelas, semua yang melihat itu terkejut dan tak menyangka kalau Rendi dikalahkan semudah itu.

Mereka semua tersulut amarah dan menyerang secara bersamaan, satu persatu dihadapi oleh Dipa. Ia sangat tenang meski melawan belasan murid laki - laki yang terkenal nakal.

Bagi Dipa, melawan mereka ini seperti bermain dengan anak - anak, mudah sekali mengalahkannya.

Dipa menumbangkan setiap anak yang berhadap dengannya, tanpa lelah ia bertarung. Ia pun merasa semakin lihai pergerakannya, padahal ia tau sendiri kalau dirinya tidak pernah belajar beladiri apapun. Mungkin inilah efek dari Penyatuan SUKMA.

Tinggal tersisa 3 orang lagi yang belum maju, mereka ketakutan karena yang ia lawan bisa mengalahkan hampir belasan orang.

Dipa pun menghampiri mereka, 3 orang itu memohon ampun, mereka berjanji tidak akan mengganggu dirinya dan Ziani lagi. Dipa pun tak perduli dengan omongan mereka, yang ada dalam pikirannya sekarang adalah kalahkan musuh.

Disaat Dipa akan menghajar ketiga orang itu tiba - tiba dari arah pintu ada seseorang yang masuk.

"Dipa! Apa yang kamu lakukan!" teriaknya menghentikan Dipa.

"Zizi!!" kagetnya melihat perempuan itu.

Lalu Dipa pun menundukkan kepalanya dan pergi sambil berkata. "Kan kusudah bilang, tunggu 10 menit di halte bus!" ucapnya.

Ia pun pergi meninggalkan Ziani, tetapi dihadang oleh Setyo di luar gedung itu.

"Apa maksudmu begitu?" tanya nya tegas.

"Ini bukan urusanmu!" jawab ketus Dipa.

"Dipa yang aku kenal, tidak lah begini. Kau tidak pernah melukai orang lain, tidak pernah menyakiti hati perempuan, Dipa yang aku kenal dia selalu ceria dan jika mempunyai masalah ia akan selalu cerita kepadaku!" ungkapnya dengan marah.

Dipa yang mendengar itupun sedikit goyah dan hampir menangis. Ia merasa kalau yang dikatakan oleh Setyo itu benar, ia telah berubah sepenuhnya dan tidak seperti Dipa yang dahulu.

Ia pun berjalan meninggalkan kedua sahabatnya itu dalam kegelisahan, ia sangat ingin bercerita dengan para sahabatnya, tetapi ia belum siap dengan realita yang ada. Jadi Dipa ingin mempersiapkan dahulu hatinya dan pikirannya dari pemikiran negatif.

"Ziani, ayo pulang!" Setyo menghampiri Ziani yang sedang menangis tersedu di dalam gedung olahraga itu.

"Setyo, Dipa kenapa? Dulu dia itu baik hati, dan tidak pernah melukai siapapun!" ungkap Ziani sambil menangis tersedu.

"Mungkin dia hanya ingin sendiri dahulu Zi, sebagai sahabat, sebaiknya kita harus mengerti perasaannya sekarang," ujarnya menasihati Ziani.

"Emangnya ada apa dengan Dipa?" tanya Zia penasaran.

"Ayo kita cerita sambil jalan pulang!" jawabnya.

Akhirnya, Setyo pun menceritakan awal mula sifat Dipa berubah, mulai dari Tragedi Hutan sampai Insiden di Rumah Sakit yang mengakibatkan kedua orang tuanya meninggal dunia.

Setyo juga mengungkapkan bahwa Dipa selalu ia pergoki sedang berbicara sendiri saat sesudah Tragedi Hutan. Tetapi setelah Insiden Rumah Sakit ia langsung menjadi dingin dan tidak perduli dengan sekitarnya.

Mendengar hal itu, Ziani bertambah menangisnya. Ia tak tahu kalau Ibu dan Ayah Dipa sudah meninggal dengan tragis tepat di depan matanya. Ia tidak mengetahui nya sebab saat itu ia tinggal di luar negeri, tepatnya di Berlin, Jerman.

"Setyo, antarkan aku kerumah Dipa saat akhir pekan nanti!" ucap Ziani pinta.

"Okelah, aku akan menghubungi mu lagi nanti, rumahmu dimana? Sekalian nanti aku antarkan!" ujarnya memberi bantuan.

"Oohh..enggak apa - apa, aku sudah meninggalkan pesan ke supir pribadi ku, terima kasih Setyo!" ungkap nya berterima kasih.

"Ternyata dia memang anak orang kaya, kukira cuma sekedar rumor belaka," gumamnya dalam hati.

Setyo pun berpamitan dan pulang menaiki bis yang melewati halte tersebut.

Ziani sendirian, ia masih merasa sedih dengan apa yang terjadi tadi, ia merasa bersalah karena tidak memahami perasaan Dipa.

Tiba - tiba dari belakang, ada yang memanggilnya. Belum menengok ada sebuat tangan dan sapu tangan hinggap diantara hidung dan bibirnya. Ziani memberontak, tapi terlambat dengan tenaga yang ia miliki itu tak cukup untuk berusaha mencoba kabur. Lalu kepalanya menjadi pusing dan matanya berat sekali seakan - akan mengantuk berat, tak lama kemudian Ziania pun terkulai lemas dan pingsan.

PERTAMA : SUKMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang