Akhir Sang PAHLAWAN

5 1 0
                                    

"Omring hem, maak een cirkel! (buat lingkaran!) Laat hem niet ontsnappen! (jangan sampai ia lolos!)" seru Kolonel Welison yang berpangkat tinggi tersebut memberi perintah. Lalu mereka pun membuat lingkaran dan langsung posisi senapan dipersiapkan.

"KLAAR MAKEN!! (BERSIAP!!)" perintah Kolonel tersebut. "DOEL!! (BIDIK!!)" semua tentara membidik kearah Randi Shakka. "SCHIETEN!! (TEMBAK!!)" semua senapan yang terbidik kepada Randi Shakka menekan pemicu nya sekaligus. Seperti kesurupan Randi Shakka berlari dengan cepat dan membabi buta, beberapa peluru yang berhasil mengenai tubuh Randi Shakka. Tetapi itu tak membuat Randi Shakka kewalahan ia malah melancarkan serangan kuat dan mematikan kepada tentara yang ada di terdekatnya.

Para tentara pun kebingungan karena Randi Shakka yang tak terhentikan oleh tembakan yang mengenai nya, dan juga pandangan mereka pun kabur karena hujan yang sangat lebat.

Hujan semakin lebat seperti tak mau membantu para tentara ini mengalahkan Randi Shakka. Tak mau mereka kehilangan tentara lebih banyak, mereka akhirnya mengubah formasi dari berbentuk lingkaran siap menyerang menjadi bertahan.

Mereka hanya bisa mendengar suara teriakan dari sekutu mereka yang samar-samar tertutup suara hujan. Para prajurit itu pun terlihat kacau karena mereka tak tahu apa yang sedang terjadi. Para tentara memberikan aba-aba dengan tepukan di bahu kiri agar perlahan-lahan mereka sedikit demi sedikit mundur dan mencoba untuk memahami situasi nya.

"Zet de schijnwerpers aan!! (Ambilkan lampu sorot!!)" Teriak salah satu tentara tersebut.

Dari atas ketinggian, Lano Shakka pun melihat ngeri nya perbuatan keponakannya tersebut terhadap tentara penjajah. Ia pun merasa takut kalau ia akan kalah, tetapi di lain sisi ia pun merasa tenang karena tentara yang kolonel Welison kerahkan sangat banyak hingga membuat Randi Shakka kewalahan dan itu takkan sanggup untuk ia kalahkan semua.

Sangat terkejut mereka melihat pemandangan di depannya hanya kabut dan asap yang sangat tebal. Lalu para tentara lain mengambil posisi bersiap dan mulai mendekati bagian tengah yang sudah di soroti lampu tersebut yang tak ada tanda - tanda dari Randi Shakka.

Belum saja mendekat, mereka sudah dikejutkan oleh teriakan sekutu di belakang mereka. Ternyata Radin Shakka mengendap - endap di kegelapan dan bersembunyi diantara tentara penjajah tersebut. Naas tentara yang ada di dekatnya seolah - olah menjadi seperti sejumput rumput yang akan di lahap oleh Laduk Radin Shakka yang sangat tajam dan lapar tersebut.

Para tentara itu pun kacau dalam formasi nya, beberapa tentara itu berlari dan ada yang asal menembak di tempat berasalnya suara teriakan terjadi karena panik. Kolonel Welison gugup dan merasa panik dengan hal tersebut. Itu membuatnya memerintahkan para tentara nya untuk menembaki arah yang ia tembak.

Bunyi tembakan terus menurus terdengar di iringi dengan suara teriakan tentara penjajah tersebut, suara malam itu ibaratkan nyanyian dewa kematian dan ia sedang menari - nari di atas para mayat tersebut.

Setelah bertubi - tubi tak ada henti menembaki hal yang tak pasti, Kolonel Welison pun memerintahkan prajuritnya untuk berhenti. Terlihat siluet dari kebul asap yang menyebar tetapi masih samar karena tertutup hujan yang sangat lebat. Jantung Kolonel Welison berdegup dengan kencang karena menanti apa yang ia lihat saat ini masih belum pasti itu adalah Randi Shakka.

Setelah beberapa saat, hujan pun mereda, langit pun membuka tirai nya sehingga bulan sabit awal terlihat. Lalu kabut dan asap tebal yang sedari tadi menutupi itu akhirnya menghilang. Tak lama kemudian, terlihat lah sesosok pria dengan tinggi 179 cm di hadapan mereka. Seluruh pakaiannya penuh dengan warna darah dan semrawut tak karuwan.

"Itu adalah Randi Shakka, sang Harimau Liar dari Tanah Lappo!" ucap tegas kolonel Welison memecah keheningan.

Benar, itu adalah sang Randi Shakka, berdiri tegap tak bergerak sedikit pun, kokoh seperti batu karang dan gagah seperti bambu runcing, kedua tangannya masih mantap memegang 2 buah senjata andalannya. Semua tentara yang melihat kejadian itu hanya diam membeku ketakutan tak bisa berbuat apa - apa, mereka seperti melawan iblis nyata yang tak bisa mati. Terlihat di kedua matanya masih tajam menatap, seperti burung elang yang mengtargetkan mangsa nya.

PERTAMA : SUKMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang