Akhiri Sekarang

0 0 0
                                    

Disaat mereka akan menyerang, Sanggani berubah dari sosok ular menjadi tubuh manusianya, sosok wanita cantik, tubuh semampai dan sangat menggoda. Kalau ada lelaki yang tergoda olehnya, akan langsung terbuai oleh rayuanya dan dijadikan olehnya budak selama - lamanya.

Tetapi saat itu, ia tidak mengeluarkan mantra rayuannya. Itu membuat kepala suku itu mencurigai sikapnya.

"Sanggani, apa yang kau inginkan!" ungkapnya berhati - hati.

"Apa? Kau mencurigai ku pak tua? Sebaiknya kau bertanya kepada manusia hina ini, dia ini bajingan!" ungkapnya sambil menatap jijik Aldert.

"Apa maksudnya ini?" ucap kepala suku itu mencoba untuk memahaminya.

"Jangan terhasut omongan iblis ini, pak kepala, ia mencoba untuk mengadu domba kita!" ujarnya panik.

Lalu, Aldert pun mencoba menyerang Sanggani dengan pisau yang ia simpan dibelakang saku nya. Tetapi Sanggani tidak meladeni nya, ia hanya menghindari nya dengan mudah.

Kepala suku itu pun hanya terdiam, berfikir dan mencerna setiap perkataan mereka berdua.

Tiba - tiba saja, ia mengambil sebuah tombak dari pemuda yang berada di dekatnya lalu melemparkannya kearah mereka yang sedang bertarung.

"Hei pak kepala, kalau mau melempar tombak jangan mengenai sekutu! Hampir saja aku meninggal!" ucapnya sedikit marah.

Tetapi saat ia melihat raut wajah kepala suku itu, hanya ada ekspresi marah di wajahnya. Aldert pun mulai berdalih lagi untuk meyakinkan kepala suku.

"Kau tau? Kenapa Desa kami dinamakan Sewu Ulo?" bicara nya berat.

"Kepala suku, sudah kubilang-" omongan nya pun dipotong.

"Bukan karena Desa ini ada seribu ular, tetapi kami secara turun temurun dari seribu tahun yang lalu bahkan lebih. Sudah menopang beban yang kakek moyang kami berikan, yaitu untuk menjaga Sanggani, siluman ular ini agar tidak kemana - mana dan mengacaukan dunia!" ungkapnya sambil mengernyitkan gigi nya.

"Lalu, apa peduli nya aku, pak tua!" ucapnya mulai menantang.

"Kami sudah sangat mengenal sifat Sanggani, walaupun dia adalah musuh manusia, apa yang keluar dari mulutnya bukanlah sebuah kebohongan malahan ucapan nya adalah sudah pasti jujur!" ungkapnya berteriak marah.

Mendengar hal itu, Sanggani hanya tersenyum. Taktik nya berhasil untuk membuat mereka saling berkelahi.

"Syuut!"
"Craak!" sebuah mata tombak menembus pundak Albert.

Ia pun langsung terkapar dan tidak melakukan pergerakan apapun seperti sudah mati. Lalu Sanggani pun menyuruh kepala suku untuk masuk ke sebuah tumpukan rumput yang menggunduk itu.

Sebelum memasuki nya saja, sudah tercium bau amis yang menyengat. Saat kepala suku itu memasuki nya, ia pun langsung menangis dan menjerit. Ia tidak percaya putri nya terlihat menyedihkan dan tak tergambarkan di kepalanya akan menjadi seperti itu.

Lalu ia pun membawanya keluar dari gundukan tersebut. Sanggani tiba - tiba menghampiri kepala suku itu, dan membisikan sesuatu, yang membuat kepala suku itu terdiam dan mengeluarkan air matanya lagi.

Kepala suku itu menyuruh para pemuda untuk pergi pulang terlebih dahulu, lalu ia pun mengikuti Sanggani kesebuah tempat yang sangat indah di dalam hutan, kepala suku tau itu adalah istana nya.

Ningtyas dibaringkannya di sebuah tempat seperti altar persembahan, lalu ia menyuruh kepala suku itu berbaring di tempat sebelah Ningtyas di baringkan.

Lalu Sanggani pun memulai ritual dengan mantera - mantera yang bisa disebutkan. Tiba - tiba saja tubuh kepala suku menggeliat kesakitan, tetapi ia tahan karena ini demi putri kesayangannya.

Ritual pun sebentar lagi akan selesai, tubuh kepala suku itu mulai memucat dan tak berdaya, hanya matanya saja yang terbuka menatap Ningtyas sambil mengeluarkan air mata. Sedangkan, tubuh Ningtyas mulai berwarna lagi dan detak jantungnya mulai terdengar. Disaat itulah, kepala suku itu mengucapkan selamat tinggal terakhirnya kepada anaknya itu dan menutupkan matanya, jantung dan nafasnya pun ikut terhenti.

===========
Pagi hari
===========

"Ningtyas!" teriak suara wanita memanggilnya.

Lalu ia pun membuka matanya, ia terkejut karena ia ada di depan semua orang desa itu. Ia pun menitih kan bulir air mata, air matanya menggambarkan kesedihan yang sangat mendalam, tragedi yang menimpa nya itu membuat gadis cantik itu tidak seperti dulu lagi, gadis yang ceria dan aktif di desa itu.

Setelah kematian kepala suku, tak ada yang menggantikan sosoknya untuk menjaga Sanggani si siluman ular, ia pun mulai berani memasuki desa itu dan menculik warga yang ia temukan. Lalu para warga pun meminta agar ia tidak mengganggu desa itu lagi, mereka akhirnya setuju akan menumbalkan sesuatu untuk dirinya. Awalnya hanya sayuran dan buah - buahan, tetapi lama kelamaan ia meminta lebih, mulai dari hewan ternak sampai yang terakhir adalah meminta tumbal manusia.

Hingga sekarang setiap anak yang berumur 10 tahun dan tidak memiliki cacat, akan ia ambil paksa dari orangtua nya.

"Dan aku pun salah satu dari anak yang akan ditumbalkan itu, tetapi orangtua ku selalu menyembunyikan kan ku dan tak pernah mengizinkan ku keluar, hingga suatu saat aku melakukan hal bodoh, yaitu bermain ke hutan!" ungkap Setyo menceritakannya semua.

"Lalu orang tua ku pun panik, mencari cara agar aku tidak ditumbalkan, dan aku pun dibawa pergi oleh seseorang yang tak terikat kontrak tumbal ular itu keluar dari masalah ini!" lanjutnya menerangkan apa yang terjadi.

Dipa dan Ziani yang mendengarkan cerita tersebut seperti sebuah dongeng belaka, bahkan Ziani terkagum - kagum dengan cerita yang Setyo ceritakan. Tetapi beda Dipa, ia tahu bahwa cerita itu tidak lah hanya bualan semata, karena mungkin itu jawaban dari semalam saat ia terbangun malam hari dan melihat halaman rumahnya penuh dengan manusia bertubuh ular.

"Bagaimana cara menghilangkan nya?" tanya Dipa serius.

"Maafkan aku, selama ratusan tahun, tidak ada yang pernah untuk mencari cara menghilangkan kutukan ini!" ungkapnya sedih.

"Tidak mungkin!" ucap Dipa frustasi.

Ziani yang melihat mereka berdua seperti anak yang sedang adu akting, dan malah memberikan mereka sebuah tepuk tangak karena akting mereka terlalu bagus untuk pemula.

"Zizi!" tiba - tiba Dipa berdiri dan memegang bahu Ziani.

"Ehh..!" terkejutnya Ziani.

"Kamu percaya kan sama aku?" tanya nya serius.

"Iyalah, aku lebih percaya Didi!" jawabnya tersenyum.

Lalu Dipa pun menyiapkan diri untuk berbicara apa yang terjadi dengan dirinya nanti.

"Apa yang tadi diceritakan Setyo, adalah benar adanya. Memang seperti cerita fantasi atau dongeng anak - anak, tetapi itulah jawaban dari desa ini kenapa begitu sepi, dan jawaban dari apa yang aku lihat semalam! Jadi tolong, percayalah padaku Zi!" ungkap nya meyakinkan Ziani.

Ziani yang melihat raut wajah Dipa serius itu pun sekarang terlihat panik. Ia berkeringat deras dan memasang raut wajah seperti Setyo dan Dipa tadi.

Lalu Ziani pun menangis karena ketakutan, dan menyalahkan dirinya sendiri karena telah sembrono di tempat tinggal orang lain. Dipa yang tak kuasa melihat tangisan sahabatnya itu, bertekad akan menemui siluman ular, Sanggani itu langsung.

"Kapan ia akan muncul?" tanya Dipa penuh tekad.

"Besok malam, tepat tengah malam!" jawab Setyo yang juga dalam hatinya bertekad menyelamatkan Ziani.

PERTAMA : SUKMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang