Fakta

0 0 0
                                    

"Ya mau bagaimana lagi, kita memang harus begitu kan untuk saat ini!" ungkapnya kepada Dipa.

Mereka berdua asik mengobrol setelah dari kebun bunga tadi, mereka saling bercerita tentang masa lalu mereka bergantian, tertawa, bercanda bahkan sampai kearah wanita impian.

"Aaahh.. Akhirnya sampai juga!" ungkap Ziani sampai kelingkungan desa itu.

"Kalian disitu rupanya!" ujarnya melihat mereka berdua.

Dipa dan Setyo terkejut mendengar suara dari arah belakang mereka, setelah menengok, ternyata itu adalah Ziani yang sedang membawa sayuran dan buah - buahan di dalam bakul.

"Kalian aku cari di kebung bunga tadi, tapi tak ada satupun ada dari kalian!" ucap Ziani sebal.

"Lama kelamaan disana panas, jadi kami pindah kemari," ungkap Setyo kepada Ziani.

Lalu Ziani menaruh bakul itu di dekat mereka, dan ia pun duduk beristirahat disitu.

"Lelah juga ya, jalan dari ladang tadi sampai kemari!" ucapnya

"Mbak Gendis enggak ikut pulang?" tanya Setyo.

"Aku sengaja membawa ini sendiri, agar Mbak Gendis melanjutkan pekerjaannya!" ungkapnya menyombongkan diri.

Mendengar itu Setyo terlihat sedikit terkejut, terlalu berbahaya untuk berpergian di desa dan hutan sekitar sini sendirian. Tak sengaja Setyo melihat sebuah tanda aneh di sekitar lengan sebelah kiri Ziani.

"Zia, aku lihat tangan mu sebentar!" ucapnya cemas.

"Ehh.. Ada apa? Aku tidak apa - apa kok!" celotehnya sedikit bingung.

Setyo pun terkejut, ia ingat tanda yang ia lihat ini bukanlah sebuah tanda biasa. Ia terduduk lesu sambil memukul - mukul kepalanya dengan kedua tangannya.

Dipa serta Ziani yang melihat itu pun langsung menghentikan Setyo yang bertingkah aneh.

"Ada apa? Apa kamu lihat?" tanya Dipa penasaran.

"Tanda itu, Tanda yang ada di lengan kiri Ziani, Aaaaaaaa.... Maafkan aku!" ucapnya sambil marah dengan kecerobohannya.

Dipa pun langsung melihat tanda yang di sebutkan oleh Setyo tadi. Dipa merasakan ada hal aneh dari tanda yang ada di lengan Ziani itu. Lalu ia pun langsung memaksa Setyo untuk berbicara.

=====================
Pulau Jawa, Tahun 1606
=====================

"Sadurunge mangan, kito ndedongo marang sing wiwitane, sing wis menehi panganan! (Sebelum makan, kita berdoa kepada sang awal mula, yang telah memberikan kita makanan!)" ucap salah satu pria yang sedang memimpin dimeja makan tersebut.

Selesai berdoa, mereka pun memakan makanan yang sudah tersedia dengan khidmatnya sambil bercanda bergurau.

Setelah makan bersama, mereka biasanya melakukan ritual - ritual keagamaan seperti sembahyang dan hal semacamnya, sambil menembangkan lagu - lagu yang bermakna kehidupan dan kenikmatan dunia yang diberikan oleh-Nya dan di iringi oleh alat musik gamelan.



"Rennen! (Lari!)"
"RENNEN! (LARI!)"
"Red jezelf! (Selamatkan diri kalian!)" ucap seorang pria sambil berlari tergepoh - gepoh.

Ada sekitar belasan orang yang ada dibelakang orang itu, semuanya berlari tunggang langgang mencoba kabur dari sesuatu yang membahayakan mereka.

Tiba - tiba saja, salah satu orang yang berlari paling belakang seperti diterkam oleh sesuatu. Sesuatu yang panjang, besar dan juga mengerikan. Lalu orang yang di dekat temannya yang diterkam itu menyerang dengan sebuah tembakan dari senjata api yang ia bawa.

Tetapi, peluru yang ia tembakan sama sekali tidak membuat makhluk besar itu terluka sedikit pun, tak sempat berlari ia pun menjadi sasaran empuk makhluk itu.

"Kapitein, kijk vooruit! (Kapten, lihat ke depan!)" ucapnya sambil berlari tanpa henti.

Lalu mereka pun melihat api yang menyala di depan mereka, ia berpikir mungkin saja itu adalah pemukiman warga lokal ditengah hutan.

"Ren snel naar dat licht! (Lari cepat kearah cahaya itu!)" teriaknya memberi perintah.

Mereka pun terus berlari tanpa melihat kebelakang, tujuannya adalah satu, selamat dari serangan makhluk misterius tersebut.

Akhirnya mereka pun hampir sampai ke tempat yang sekarang terlihat seperti sebuah pemukiman. Ia pun langsung berteriak meminta bantuan saat melihat ada orang disitu.

Orang - orang yang sedang melakukan ritual itu pun terkejut dan ketakutan karena teriakan orang menakuti mereka. Lalu ada pria tua yang berlari mendekati dengan beberapa anak muda.

Orang itu pun berbicara tanpa henti, tetapi mereka tidak bisa memahami apa yang mereka katakan. Tapi ada satu hal yang mereka ketahui, kalau mereka dalam bahaya dan butuh bantuan.

Lalu, pria itu pun mengambil sebuah keris dari belakang tubuhnya dan merapalkan mantra - mantra yang orang itu tidak ketahui apa yang ia ucapkan.

Teman - temannya yang ikut lari bersama nya, satu persatu berdatangan dan langsung masuk ke pemukiman warga tersebut.

Tiba - tiba, suasana menjadi hening, tak ada suara, di depan pria tua itu hanya ada kegelapan total yang menyelimuti. Lalu terlihat siluet makhluk tinggi dan besar, bahkan tinggi nya mengalahkan tinggi pepohonan yang ada disitu.

Bulan pun keluar dari persembunyiannya dan menerangi gelapnya malam, cahaya nya sedikit demi sedikit mulai mengenai makhluk tersebut. Makhluk itu pun akhirnya terlihat semua tubuhnya karena sinar bulan, ternyata itu adalah ular yang sangat besar berwarna hitam pekat tak ada warna lain. Ular itu sangat mengerikan taringnya sangat tajam dan matanya buas siap mengintai.

"Ternyata kau, Sanggani!" ucap pria tua itu memanggil ular besar tersebut.

"Cepat kau pergi dari sini dasar siluman ular!" ucapnya marah.

"Kau tidak pernah melupakan perjanjianmu kan? Kalau kau berani, aku akan mengurungmu kembali seperti yang dilakukan kakek moyangku dulu!" ujarnya sambil mengusir makhluk tersebut.

Lalu makhluk itupun seperti mengikuti perkataan pria tua itu, ia langsung pergi meninggalkan orang - orang yang tadi ia kejar.

Setelah ular itu pergi, mereka semua langsung menodongkan senjata api mereka kepada seluruh warga pemukiman tersebut, sontak saja membuat mereka ketakutan.

Pria tua itu mendekat, ia tak kenal takut. Ia maju dan menaruh ujung senapan itu ke kepalanya. Melihat hal itu, para orang - orang tadi pun akhirnya berhenti menodongkan senjata mereka, dan langsung terkulai lemas.

Lalu, pria tua itu pun menyuruh beberapa pemuda yang ada disitu untuk memberikan mereka obat - obatan herbal, mungkin mereka tersesat di hutan dan kelelahan karena sudah di kejar oleh siluman ular tadi.

Sudah tiga hari semenjak pertama kali mereka di tolong oleh para penduduk. Mereka semua sangat baik, pandai bersosialisasi, punya keinginan kuat untuk mencoba hal baru, bahkan wanita - wanita nya pun sangat cantik dan rupawan, walaupun tinggal di pedalaman hutan.

Mereka semua diajarkan mencari tanaman herbal, berburu hewan dan cara bertahan hidup di hutan. Dan sebagai balasannya, para penduduk disitu diajarkannya cara memegang senapan dan cara memakainya.

Kehidupan harmonis selama beberapa hari terjadi, mereka semua makan bersama - sama, bercanda menggunakan kedua bahasa yang mereka tidak saling mengetahui.

Lalu sebulan sudah mereka tinggal disitu, pemimpin dari prajurit itu sepertinya mulai tertarik dengan salah satu anak kepala desa yang bernama Ayuningtyas.

PERTAMA : SUKMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang