Pertemuan

6 1 0
                                    

===

5 oktober 1856

===

Pagi hari, sebelum fajar menyongsong Randi Shakka dan beberapa pengawalnya pergi ke tempat yang ia dan pamannya jadwalkan, yaitu di perbatasan antara Desa Tetaan dan Desa Gayam, Tanah Lappo.

Tempat yang belum banyak penduduknya dan masih banyak dataran tinggi, tempat yang cocok untuk pertemuan. Jika mereka di temukan oleh tentara penjajah, banyak celah untuk kabur.

Randi Shakka berkuda dengan cepatnya karena bersemangat ingin bertemu pamannya yang tak lama ia temui, setelah ayahnya Suttan Jayachandra Shakka meninggal saat bertempur melawan tentara penjajah, dan Ibunda nya Marni meninggal tak lama setelahnya, lalu keluarga dan saudaranya di istana di bantai oleh perampok. Randi Shakka tak punya saudara dan keluarga lagi, hanya pamannya lah yang tersisa.

Tiba nya ia di Desa Gayam, ia berhenti untuk beristirahat sejenak, ia merasa bahagia karena bisa melihat pemandangan indah hutan yang masih asri di sekeliling nya. Semangatnya pun lanjut menggebu - gebu dikarenakan sebentar lagi ia bertemu pamannya, ia pun terus berkuda menuju ke tempat pertemuannya di tenggara.

Sore hari, sampailah ia di tempat tujuan, sebuah rumah panggung diatas dataran tinggi, dari tempat itu ia bisa melihat pemandangan yang lebih indah lagi dari yang ia lihat di Desa Gayam. Pamannya sudah menunggu di pintu masuk rumah tersebut, Randi Shakka pun langsung turun dari kuda nya dan lari kegirangan saat melihat pamannya.

"Paman, aku sangat merindukanmu. Kenapa kau tidak pernah mengirim surat kepada ku, memberikan kabar untuk ku, aku setiap hari mendoakan kesehatanmu paman," peluk erat Randi seperti tak mau dilepas dengan wajahnya yang berseri - seri.

"Randi Shakka keponakanku tercinta, paman pun mempunyai perasaan yang sama seperti mu nak, apalagi paman, paman selalu memikirkan dirimu yang masih kecil sudah mempunyai tanggung jawab untuk menjadi Suttan dan paman tidak ada di samping mu nak. Lihat lah dirimu sekarang, kamu hebat dan sudah melebihi paman tinggi nya, lihat tubuhmu sangat sehat dan kekar. Paman bersyukur kau sehat selalu nak," peluk erat pamannya yang baru bertemu setelah sekian lama.

Setelah temu kangen kedua pria tersebut, akhirnya mereka menuju ke ruang makan. Di meja nya sudah tersedia berbagai makanan, dari daging sapi, domba, ayam; ada pula bermacam - macam sayuran hijau dan buah - buahan. Dan tak ketinggalan pula makanan khas Tanah Lappo yaitu, seruit ikan bakar dan sambal khasnya.

"Paman, kau akan berpesta jika memesan semua makanan ini. Ini sangat berlebihan paman, kau dan aku tidak akan sanggup menghabiskannya. Nanti aku akan membagikan makanan ini kepada penjaga dan pemilik tempat ini."

"Nak, kau memang anak yang sangat baik hati dan dermawan, seperti ayahmu," pasang wajah bangga dihadapan Randi Shakka.

"Aku juga belajar banyak dari paman, paman selalu memikirkan nama baik keluarga itupun aku belajar dari paman," pujinya.

"Benarkah begitu? Sepertinya kau belum belajar banyak dari ku nak."

"Ah, sepertinya begitu, aku belum belajar banyak dari paman. Mungkin setelah ini aku akan banyak bertanya kepada paman."

"Baiklah, tanya apapun yang kau mau nak. Sekarang ayo kita santap makan makanan enak ini sebelum tidak bisa dimakan lagi," suruhnya kepada Randi. "Dan aku bisa segera membunuhmu bocah," ujar dalam hati Lano Shakka.

Akhirnya mereka menyantap hidangan yang ada di atas meja itu. Sambil menyantap nikmat, mereka berdua pun sambil mengobrol obrolan ringan saat Randi Shakka masih kanak - kanak.

Selesai makan, mereka mulai mengobrol persoalan penjajahan di Tanah Raya yang diberikan perlawanan oleh para pemuda dan pemudi.

Saat malam semakin gelap, saat itu pula suhu semakin menurun dan membuat udara sangat dingin apalagi di atas ketinggian.

PERTAMA : SUKMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang