Orange

274 27 7
                                    

Setya's POV

1 minggu setelah kemenangan timnas, Timo dan Firman akhirnya masuk sekolah sesuai instruksi bu Lidya. Kedatangan mereka bak pahlawan karena disambut dengan meriah saat upacara rutin di hari Senin. Memang kemenangan mereka bukan dari segi akademis, tapi sepak bola merupakan olah raga yang sangat digemari di seluruh dunia. Terlebih lagi, aksi mereka membuat negara ini memenangkan pertandingan.

Seusai upacara pun, saat waktunya kembali ke kelas mereka berdua langsung dikerubungi oleh anak-anak ekskul sepak bola, tak terkecuali tim putri.

"Napa gak tenang gitu lu?" tanya Firman pada Timo saat kami baru sampai ke kelas dan menunggu guru pelajaran pertama datang.

"Tumben Briel ga keliatan." jawab Timo sambil memeriksa HP-nya.

"Ya elah, masih ae." balas Firman.

Sekilas, aku dan Dey bertukar pandang. Aku mulai cemas kalau suatu saat Timo mengetahui keadaan Briel sekarang ini seperti apa. Dey tiba-tiba mengajakku untuk memanggil guru karena sudah 10 menit dan pelajaran belum dimulai.

"Aku takut kalau Timo tau." ucap Dey saat kami berjalan menuju kantor guru.

"Aku juga. Kita udah tau keadaan Briel, tapi kita gak ngasih tau Timo. Tapi Briel sendiri yang bilang kan kalau kita gak boleh kasihtau dia?" tanyaku.

"Aku beberapa hari lalu udah ke rumah sakit. Aku periksain ginjal aku dan ternyata gak cocok sama punya dia. Andai punyaku cocok sama dia."

Dey sungguh-sungguh ingin 'menyelamatkan' Briel yang notabene adalah rivalnya. Aku yang tak begitu dekat dengan Briel tentu saja tak sampai memikirkan untuk mendonorkan ginjalku untuknya. Yang aku khawatirkan, sampai kapan Briel akan bertahan?

"Kenapa kamu seniat itu mau nolong dia?" tanyaku saat kami baru saja tiba di depan ruang kantor guru.

Dey hanya menjawabku dengan menaik-turunkan pundaknya, kemudian dia mengetuk pintu ruang guru dan masuk.

***

"Tumben pada belum balik?" tanyaku pada Timo dan Firman yang masih di sekolah setelah aku selesai ekskul tata boga.

Kulihat ada cukup banyak buku-buku yang berserakan di lantai, di tempat mereka berdua duduk.

"Pengen aja. Kangen sama sekolah." jawab Firman yang membolak-balik buku paket Sejarah.

Apa mereka berdua membuat PR? Aku tak pernah ingat ada PR Sejarah akhir-akhir ini. Aku berjongkok dan melihat apa yang mereka kerjakan. Apa mereka meringkas materi?

"Kalian ngeringkes?" tanyaku.

"Iya. Pak Tety jarang sempet ngasih kita belajar online waktu masih di Timnas, jadi kita disuruh ringkes. Malesin banget asli." jawab Timo, kemudian dia meregangkan tubuhnya.

"Kenapa gak di perpus aja?" tanyaku yang heran karena mereka memilih untuk menulis di lantai.

"Liat aja sendiri." jawab Timo yang terdengar kesal.

Aku berdiri dan berjalan ke arah perpustakaan. Kuintip dari luar dan di dalam sana terlihat cukup ramai. Chika, Christy, Fiony dan anak-anak sekolah yang lain? Kulihat ada Chika dan Fiony yang sedang mempresentasikan sesuatu kepada anak-anak sekolah lain. Kuperhatikan sebuah karton besar yang dicoret-coret dipegang oleh Fiony, kemudian Chika menjelaskan isi dari karton itu. Apakah itu sebuah konsep dekorasi? Kalau iya mereka adalah tim dekorasi Festival Budaya, maka maklum saja tadi Fiony terlihat buru-buru seusai ekskul tata boga.

Karena aku tak terlibat, aku memilih untuk pergi dan kembali ke Timo dan Firman.

"Tim, gue denger dari Freya."

TutorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang