Bonds

451 31 19
                                    

Saat aku mengajar Raka, aku teringat tentang cerita Jessi kemarin. Karena mereka berasal dari sekolah yang sama dan angkatan yang sama, apakah mereka juga saling kenal?

"Mas Setya berarti disini jadi murid pindahan ya?" tanya Raka saat aku istirahat sebelum pulang, setelah selesai mengajarnya.

"Iya, aku pindahan itungannya. Ada apa?"

"Waktu mas jadi anak baru di SMA AD, gimana reaksi temen-temen baru mas yang lain?" tanya Raka lagi.

"Waktu jadi anak baru... lumayan sih. Di hari itu aku udah diajak kenalan beberapa orang. Gak langsung deket sih, tapi lama-lama jadi deket."

"Terus, mas kan pinter nih, mas gak ngerasa gimana gitu sama temen-temen baru mas? SMA AD terkenal karena sepak bolanya juara satu Liga Nasional kan?" tanya Raka lagi.

"Kebetulan temen-temen baru aku itu emang kurang banget sama beberapa mata pelajaran, tapi aku seneng aja ajarin mereka."

"Berarti mas beda ya.." gumam Raka.

"Beda gimana?" tanyaku.

"Waktu aku kelas satu SMP, aku pernah satu kelas sama murid dari luar kota juga. Anaknya sombong banget mas, tapi emang aku akuin dia pinter banget. Dia ngerasa kalau seharusnya dia gak sekolah di SMP AD karena emang sekolah aku bukan sekolah swasta nomor satu disini. Tapi tetep aja, dia gak bisa kalahin aku waktu Ujian Tengah Semester, jadi anak-anak kelas aku langsung ledekin dia karena udah terlanjur sombong tapi gak ada buktinya. Biar dia udah kalah sama aku, dia masih suka sombong dan akhirnya masih kalah sama aku, aku selalu ranking satu, dia selalu ranking dua sampai Ujian kenaikan kelas. Akhirnya aku sama dia pisah kelas sampai sekarang, tapi aku liat-liat dia gak ada temen karena kayanya masih sombong orangnya."

Tak kusangka Raka mau bercerita sebanyak ini denganku. Bukannya aku tak mau mendengarnya, tapi kuharap ini akan membuatnya lebih baik. Dibalik cerita yang panjang pasti ada beban yang sedang dikeluarkan bukan?

"Emang pendapat kamu tentang orang itu gimana?" tanyaku.

"Menurut aku... kenapa sih dia harus sesombong itu? Maksud aku, dia itu pinter kan? Apa gak malu kalau udah sombong tapi masih gabisa kalahin aku? Aku kira sekolahku bakal jadi lebih bagus karena ada dia, eh ternyata dia juga sama aja konyolnya kaya anak-anak yang lain."

Yang bisa kusadari dari Raka sejauh ini adalah dia tidak sadar kalau dirinya sendiri cukup sombong juga sebenarnya.

"Eh, maaf ya mas kalo aku ngajak ngobrol diluar pelajaran." ucap Raka.

"Gapapa, cerita aja kalau emang pengen. Lagian gak ada yang perlu aku ulangin lagi kan? Atau masih ada?" tanyaku, lalu Raka menggelengkan kepalanya.

Baiklah, saatnya bersiap untuk pulang, karena besok ada ulangan Matematika dan aku belum memahami ulang lagi materinya.

***

'67'

"Hehe!" Chika menunjukan kertas ulangannya yang baru saja selesai dikoreksi bersama padaku.

Dia lolos remedial! Setelah sekian lama aku mengajarinya, akhirnya dia bisa lolos!

Ya, meski bu Lidya cukup tegas dan terkenal keras, beliau tetap memberi 65 untuk nilai KKM untuk ulangan harian dan 70 untuk Ujian baik tengah atau akhir semester.

"Bagus kalau udah bisa tembus KKM. Tetep rajin belajar ya." ucapku.

Aku tak bisa membendung senyumanku melihat perkembangannya setelah satu semester ini. Sepertinya tak perlu banyak waktu lagi dan Chika akan bisa kuloloskan ke Olimpiade Provinsi. Dia juga sudah punya niatan untuk ikut, jadi akan lebih mudah lagi.

TutorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang