11

26 148 915
                                    

Matahari yang berada tepat di atas kepala, menyisakan hawa panas yang terasa membakar tubuh bagi Ayesha. Meskipun angin bertiup sesekali, namun itu tidak mengusir hawa panas yang ia rasakan saat ini.


Setelah selesai menjemur pakaian yang tidak sedikit, Ayesha lantas beristirahat sejenak di teras rumahnya. Duduk di atas kursi sembari mengibaskan tangannya karena merasa sangat gerah. Entah mengapa cuaca hari ini terasa sangat panas, mentari pun memancarkan cahaya terang yang sangat terik. Ah~ pasti jemurannya akan cepat kering, begitu pikir Ayesha.

Sangat lelah rasanya, hari ini Ayesha melakukan banyak pekerjaan rumah. Dari pagi tadi ia sudah beres-beres di dapur, bahkan sampai sekarang jam menunjukkan tepat puku dua belas siang, pekerjaannya masih belum selesai.

"Mbak, Lisa buatin teh." Lisa tiba-tiba saja datang dan langsung meletakkan secangkir teh dingin di atas meja. Setelahnya Lisa langsung duduk di kursi satunya lagi. Ia dan kakaknya hanya dipisahkan oleh meja bundar yang tidak terlalu besar.

"Makasih, Lis. Padahal mbak nggak minta dibuatin." Ayesha tersenyum tipis sembari menatap teduh adiknya.

"Itu ucapan makasih Lisa karena Mbak udah ambil alih tugas Lisa buat beresin rumah selama tiga hari ini." Lisa balas tersenyum ke arah Ayesha.

Ayesha terkekeh, lalu meminum teh dingin buatan adiknya. Terasa sangat segar saat teh tersebut mengalir di kerongkongannya, apalagi dengan cuaca yang cukup panas ini.

"Mbak beneran balik nanti sore?" tanya Lisa kepada Ayesha.

Ayesha menoleh lalu menggeleng, "Kayaknya mbak nggak jadi balik hari ini, Lis. Ngeliat kondisi ayah yang belum membaik, mbak jadi bimbang mau balik ke Jakarta."

Lisa diam sejenak, lalu kembali melontarkan pertanyaan, "Trus sekolah sama pekerjaan Mbak, gimana?"

"Nanti mbak bisa izin sama bos, jadi nggak pa-pa. Mbak juga bisa telfon wali kelas buat minta izin nggak masuk beberapa hari kedepan. Rencananya mbak bakal seminggu lagi di sini. Kalau misalkan belum seminggu keadaan ayah udah agak mendingan, mbak langsung balik ke Jakarta." Ayesha menjelaskan disusul anggukan kecil dari Lisa.

Tidak lama setelah itu, suara ringtone terdengar berbunyi dari ponsel Ayesha yang terletak di dalam saku celananya. Dengan cepat, Ayesha meraih ponselnya itu dan melihat sederet angka yang tertera pada layar ponselnya. Nomor tidak dikenal.

"Lisa ke dapur ya, Mbak? Ember bajunya biar Lisa bawa." Lisa meraih ember yang berada di dekat Ayesha,

Ayesha mengangguk sambil tersenyum pada Lisa, sebelum akhirnya Lisa berlalu dengan membawa ember baju ke dapur.

Ayesha mengernyitkan keningnya saat melihat nomor yang tidak dikenalnya itu. Karena merasa tidak penting, Ayesha enggan menjawab panggilan tersebut. Namun ternyata nomor tersebut lagi-lagi menelponnya, dan kali ini Ayesha langsung mengangkat. Siapa tau memang itu panggilan dari seseorang yang dikenalnya dan ingin mengabari sesuatu yang penting.

"Iya, halo?" Ayesha bersuara setelah meletakkan ponsel pada daun telinganya.

"Halo, princess."

Kedua mata Ayesha membulat ketika ia mendengar suara Alfariel di seberang telfon. Persetan dengan pria itu yang masih saja bisa mengganggunya meskipun dengan jarak yang jauh. Lagi pula, yang membuat Ayesha heran adalah, dari mana lelaki itu mendapatkan kontaknya? Sialan. Ayesha merutuki siapapun yang sudah memberikan kontaknya kepada Alfariel.

"Alfa?"

"Iya, ncess. Ini gue, jodoh lo."

Ayesha mendecak kesal. Memang hidupnya semiris ini harus bertemu dan kenal dengan Alfariel.

RUMITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang