Alfariel berjalan menuju ke arah kelas Ayesha, niatnya ingin mengajak Ayesha untuk pergi ke kantin, mumpung jam istirahat. Sudah sekitar tiga bulan sejak kejadian penculikan Ayesha saat itu, dan sampai sekarang Alfariel sama sekali belum bisa meluluhkan Ayesha, tertalu sulit karena gadis itu selalu berusaha menghindar saat Alfariel menghampirinya.
Alfariel berdiri di bibir pintu, dilihat olehnya Ayesha yang tengah duduk di bangkunya sembari membaca buku. Tidak ada seorang pun di kelas tersebut selain Ayesha. Karena sedang jam istirahat, jadinya kebanyakan anak-anak Holten lebih memilih untuk menghabiskan waktu di luar kelas, walau pun sekedar duduk-duduk di lapangan melihat cowok-cowok yang sedang bermain basket.
"Hai, Sha." Alfariel mendekat ke arah Ayesha, lalu pria itu duduk di bangku milik Mirza yang kosong, berada tepat di samping kanan Ayesha. "Lo lagi ngapain?"
"Mata lo masih berfungsi kan, untuk ngeliat gue lagi ngapain sekarang?" Ayesha enggan menoleh ke arah Alfariel. Sangat malas rasanya berdebat dengan pria itu.
"Mau ke kantin nggak, Sha?" Alfariel mencoba mengajak Ayesha, berharap gadis itu mengiyakan.
"Mata lo beneran nggak berfungsi lagi apa gimana?" Ayesha menoleh, diberikan olehnya tatapan sinis kepada Alfariel. "Lo nggak liat gue lagi ngapain?"
Alfariel menghembuskan nafasnya perlahan. Sudah tidak tau harus menanggapi bagaimana lagi sikap Ayesha kepadanya. Kehadirannya seolah angin lalu, dan perkataan-perkataan Alfariel seperti tidak berarti apa-apa.
"Sha, gue nggak suka ngeliat Mondy sering dateng ke cafe." Alfariel membuka obrolan baru, mengganti topik membahas mengenai Mondy.
Ya, setiap kali Alfariel datang ke cafe sekedar melihat-lihat saja di saat hari Ayesha bertugas, ia selalu menemukan Mondy yang datang ke sana dan mengobrol dengan Ayesha. Mereka sudah melakukan itu sejak terakhir kali Alfariel bertemu dengan Mondy di cafe.
"Lo pikir gue bakal peduli, kalau lo nggak suka?" Ayesha menaikkan sebelah alisnya. "Lagian Healthy cafetaria bukan milik lo seorang, gue juga ada hak. Mondy juga dateng sebagai customer, harusnya lo seneng."
"Masalahnya Mondy cuma datang ke cafe pas gue lagi nggak bertugas, dia cuma datang waktu lo bertugas, tapi pas hari gue jagain cafe, tuh cowok nggak pernah nampain batang hidungnya."
"Lo berharap Mondy bakal datang ke cafe dengan sikap lo yang kayak gini? Yang ada justru customer pada kabur ketemu sama pemilik cafe kayak lo."
"Buktinya enggak, kok. Cafe aman-aman aja pas gue bertugas. Makin ramai, malah. Omset kita per bulan juga meningkat, kan?" Alfariel mengedikkan bahunya.
Ayesha membodoamatkan ucapan Alfariel barusan. Ia sangat malas berdebat karena ingin fokus belajar, namun entah mengapa Alfariel tidak mau mengerti.
"Lo bisa keluar aja nggak, sih? Lo ngeganggu gue yang lagi belajar." Ayesha melirik sinis ke arah Alfariel setelah hampir lima menit mereka saling diam satu sama lain.
"Enggak." Alfariel menggelengkan kepalanya. "Sha, kesalahan gue sefatal apa sih, sampai lo sebenci ini sama gue sekarang?"
Ayesha enggan menoleh, lagi-lagi Alfariel membahas hal yang sama. Membuat Ayesha bosan dan jengah mendengarnya.
"Sekarang?" setelah beberapa saat diam, Ayesha menjawab dengan matanya yang ia delikkan ke arah mata Alfariel. Bertumbukan. "Udah dari dulu gue benci sama lo, gue nggak pernah suka sama lo."
Alfariel menggeleng, "Dulu lo emang nggak suka sama gue, tapi lo juga nggak benci."
"Siapa bilang? Lo nggak tau apa-apa soal perasaan gue. Cuma gue yang tau kalau gue benci sama lo, bukan sekedar nggak suka doang."
KAMU SEDANG MEMBACA
RUMIT
Random|| Rumit- Ayesha, gadis sederhana yang hidupnya bagaikan labirin rumit yang dirancang oleh takdir. Sejak kecil, ia berjuang sendirian, melawan kerasnya kehidupan tanpa uluran tangan. Setiap langkahnya dipenuhi rintangan, seolah semesta ingin menguji...