28

25 38 8
                                    

Ayesha memutar tubuhnya seratus delapan puluh derajat. Sesaat saja ia membiarkan matanya menatap wajah Raquel, setelah itu ia membuang muka. Melihat wajah Raquel hanya akan mengingatkan kepadanya kejadian buruk sebulan yang lalu. Saat dimana Raquel tanpa ampun dan tanpa rasa bersalah sedikit pun memerintahkan kedua temannya untuk menghajarnya. Parahnya lagi, ia melibatkan Jaka dalam penculikan waktu itu.

Mirza yang menyadari kehadiran Raquel pun, menggagalkan niatnya memasuki mobil. Pria itu kembali melangkah mendekati Ayesha. Mirza juga tau bagaimana Raquel tidak menyukai Ayesha karena hubungan dekat Ayesha dan Alfariel yang membuat Raquel cemburu dan iri hati.

"Lo udah sembuh?" Raquel mendekat. Ia sendirian, habis dari mall juga. Dan sekarang Raquel juga sedang ingin mengambil mobilnya yang ia parkirkan di dekat mobil Mirza, dan tidak sengaja berpas-pasan dengan Ayesha.

"Tau dari mana lo kalau Yesha sakit?" Mirza yang menyahut, membuat Raquel dengan reflek menoleh ke arahnya.

Perkataan Raquel pun membuat Mirza bingung. Pasalnya, Ayesha tidak masuk sekolah selama sebulan ia sakit, lantas dari mana Raquel mengetahui tentang kondisi buruk Ayesha? Membingungkan, kan, untuk seorang Mirza yang tidak mengetahui apa-apa?

"Lo udah ganti nama jadi Yesha?" Raquel menatap Mirza sinis. "Gue nggak lagi ngomong sama lo. Nih, gue lagi ngomong sama cewek cuplis plus miskin ini."

"Mulut lo nggak disekolahin apa gimana?" Mirza terpancing dengan hinaan yang diberikan oleh Raquel kepada sahabatnya. Jelas Mirza tidak terima, kan?

"Gue bahkan mampu kuliahin mulut gue." Raquel menyunggingkan senyum di sebelah bibirnya. Tatapannya kembali ia arahkan kepada Ayesha yang sejak tadi hanya diam. "Tumben banget lo nggak bareng Alfa?"

Ayesha yang masih enggan membuka suara, hanya menatap intens ke arah Raquel. Sangat malas menanggapi apapun yang keluar dari mulut gadis itu. Padahal jelas-jelas ia sendiri yang melarang Ayesha untuk dekat-dekat dengan Alfariel, sekarang Raquel malah bersikap seolah ia amnesia. Melupakan semua perkataan serta ancaman yang ia berikan kepada Ayesha sebulan yang lalu.

"Gue lagi ngomong! Sopan santun lo mana, bego?" Raquel yang emosi lantas menaikan volume suaranya. Merasa tidak dihargai oleh Ayesha.

"Lo... nggak punya kesibukan lain?" Ayesha menaikkan alisnya sebelah. "Kerjaan gue banyak banget, Ra. Gue nyaris nggak punya waktu untuk nanggapin hal nggak guna kayak gini. Apa lagi berdebat sama manusia yang tercipta tanpa hati. Ibaratnya, produk gagal." Ayesha menatap Raquel tajam, sorot matanya menampakkan kebencian yang tak mampu digambarkan oleh siapa pun.

Jawaban Ayesha membuat Raquel semakin panas. Ia rasa Ayesha ini memang tidak ada takut-takutnya dengan dirinya. Ia pikir apa yang sudah ia lakukan kepada Ayesha saat itu, akan membuat gadis itu trauma berdebat dengannya. Namun ternyata diluar ekspektasinya.

"Nyali dari mana lo, berani natap gue kayak gitu?!" Raquel semakin menaikkan tensi bicaranya. Tidak dapat dipungkiri itu mengundang setiap pasang mata yang tidak sengaja melintas untuk melihat ke arah mereka. Seperti tidak punya tempat lain untuk ribut selain di parkiran mall. "Gue bisa ngelakuin kayak-" Raquel menghentikan kalimatnya saat ia menyadari kalau ia sedang tidak hanya bersama Ayesha, ada Mirza juga yang kini memperhatikan Raquel dengan tatapan dinginnya. Mirza juga tengah menunggu kelanjutan kalimat Raquel, karena ia rasa ada sesuatu yang penting yang terselip di dalamnya.

"Kayak apa?" Ayesha menaikkan dagunya. "Suara lo nggak bisa keluar dari tenggorokan? Kering, ya? Butuh air? Ada tuh di mobil bekas gue tadi."

"Gue nggak butuh." Raquel menatap Ayesha semakin tajam. "Gue mampu beli sama pabrik-pabriknya asal lo tau."

"Yaudah dibeli dong." Ayesha menyahut cepat. "Ngomong doang mah, gue juga bisa kali, Ra." Ayesha terkekeh pelan. Mirza yang sedari tadi menyaksikan pun ikut merasa senang dengan cara Ayesha menjawab setiap penghinaan yang diberikan oleh Raquel.

RUMITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang