34

14 37 1
                                    

Saat mobil yang dikendarai oleh Mondy berhenti di depan parkiran rumah sakit Mary, Ayesha langsung bergegas turun, keluar dari mobil. Langkahnya tergesa-gesa memasuki area rumah sakit dengan Mondy yang mengikuti dari belakangnya. Setelah bertanya kepada suster yang bertugas, Ayesha langsung menuju ke ruang IGD.

Sesampainya di sana, Ayesha langsung masuk ke dalam ruangan, karena melihat di depan ruangan tidak ada siapa pun.

Perasaan Ayesha langsung kalut begitu melihat Ayahnya yang terbaring di atas brankar dengan kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Raquel benar-benar tidak main-main dengan ucapannya. Ayahnya sudah merasakan apa yang ia rasakan, bahkan lebih dari apa yang sudah Raquel lakukan kepadanya. Tubuh sang Ayah dipenuhi oleh luka, membuat hati Ayesha ikut teriris.

"Gue nggak bakal maafin lo, Raquel."

Ayesha berjalan menuju ke arah Ayahnya dengan Lisa yang duduk di atas bangku tepat di samping kanan sang Ayah.

"Yesha..." Arwin mendesis. Arwin sudah sadarkan diri sejak satu jam yang lalu.

"Ayah..." Ayesha mendekat, selanjutnya ia memegang erat tangannya. "Maafin Yesha." Ayesha mencium tangan Ayahnya sembari menangis sesunggukan. Mondy yang berada di sebelah Ayesha, berusaha menenangkan gadis itu dengan mengelus punggung Ayesha lembut.

"Kamu nggak salah apa-apa, nak. Jadi nggak perlu minta maaf. Lagian Ayah nggak apa-apa." Arwin mengelus pipi Ayesha lembut. "Kamu kenapa ke sini? Ini udah malam. Kalau emang mau datang, kan bisa tunggu besok."

Ayesha menggeleng, "Mana bisa Yesha berangkat besok setelah Yesha tau Ayah masuk rumah sakit."

Arwin menoleh ke arah Lisa, "Kenapa kamu kabarin Mbak mu, nak? Kan Ayah udah sering bilang sama kamu, kalau ada apa-apa, nggak perlu kabarin Mbak Yesha. Kasian kan, Mbak Yesha jauh-jauh dari Jakarta ke sini. Ini juga udah malam."

"Lisa nggak bisa untuk nggak ngabarin Mbak Yesha, Yah. Kita nggak punya biaya rumah sakit untuk pengobatan Ayah." Lisa menunduk lesu.

"Dokter udah periksa Ayah kan, Lis? Dokter bilang apa?" Ayesha beralih kepada Adiknya.

"Dokter bilang, luka-luka Ayah lumayan dalam, Mbak. Jadi masih perlu perawatan langsung dari dokter. Dokter saranin Ayah untuk nginap di rumah sakit beberapa malam." Lisa menjelaskan.

Ayesha mengangguk, "Sekarang, Ayah fokusin sama kesembuhan Ayah. Nggak perlu pikirin biaya rumah sakit. Yesha masih bisa kok, nanggung biaya rumah sakit Ayah."

Arwin mengangguk. Ia berusaha tersenyum untuk Ayesha. Arwin sangat bangga kepada anaknya yang bisa tumbuh dewasa dengan kepintaran dan keyakinan diri. Ayesha bisa merubah nasib keluarga di usianya yang tergolong dini. Arwin tidak menyangka, namun ia sangat senang.

"Ini siapa, nak?" Arwin beralih ke arah Mondy yang kini berdiri di sebelah Ayesha.

Mondy yang merasa perlu memperkenalkan diri, lantas mendekat ke arah Arwin, lalu mencium punggung tangannya.

"Saya Mondy, Om. Temen sekolah Yesha waktu SMP. Nggak sengaja ketemu lagi sekitar satu bulan yang lalu." Mondy membungkukkan punggungnya sedikit. "Salam kenal, Om."

"Makasih ya, udah antar Yesha ke sini. Padahal ini udah sangat malam." Arwin menyunggingkan senyumnya, meskipun sedikit sulit karena ada robekan kecil pada kedua sudut bibirnya.

"Tadi kebetulan Mondy lagi di cafe Yesha, Yah. Makanya waktu Lisa nelpon, ngabarin Ayah masuk rumah sakit, Mondy langsung nawarin diri untuk antar Yesha." Ayesha menjelaskan, disusul anggukan oleh Mondy.

"Kenapa nggak sama Alfa?"

Pertanyaan Arwin membuat Ayesha terdiam untuk beberapa saat. Arwin memang tidak tau kalau hubungan Ayesha dengan Alfariel cukup buruk belakangan ini. Ayesha pun tidak berniat menceritakan, mengingat Ayahnya ini sangat dekat dengan Alfariel sejak pertama kali mereka bertemu.

RUMITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang