Hari sudah mulai gelap, Alfariel dan Mirza masih belum bertemu dengan Ayesha. Mereka sengaja menunggu Ayesha di teras kontrakan gadis itu, berharap Ayesha akan pulang dalam waktu dekat.
Namun sudah sejak pulang sekolah mereka menunggu, hingga menjelang malam, batang hidung Ayesha masih belum terlihat. Tidak tau kemana gadis itu pergi hingga malam seperti ini. Yang jelas Ayesha tidak ada di kontrakannya, karena mereka sempat menanyakan kepada tetangga yang tinggal tepat di samping kontrakan Ayesha. Sepengetahuan tetangganya itu, Ayesha belum pulang sejak ia pergi pagi kemarin.Alfariel dan Mirza dibuat semakin khawatir oleh Ayesha. Firasat buruk mereka semakin kuat terasa. Kemana lagi gadis itu pergi, jika seluruh orang-orang yang mengenalnya tidak merasa sedang bersama dengannya.
"Ini Yesha beneran ilang apa gimana, sih?" Mirza mendecak. "Bisa-bisanya nggak pulang ke kontrakan dari kemarin."
Alfariel menoleh ke arah Mirza, "Kayaknya apa yang kita duga bener kejadian, Za. Gue semakin yakin kalau ada sesuatu yang terjadi sama Shasa waktu dia pulang dari cafe Kak Gilang. Karena informasi terakhir tentang keberadaan Shasa yang kita tau di cafe Kak Gilang."
Mirza manggut-manggut. Ada banyak opini yang muncul di otaknya mengenai hilangnya Ayesha, namun yang dijelaskan oleh Alfariel tadi yang paling tepat rasanya.
"Kemungkinannya Yesha ditangkap bokap tirinya nggak, sih?" Mirza mengerutkan kaningnya. "Lagian siapa lagi coba, yang bakal nyulik Yesha?"
Alfariel manggut-manggut, "Kemungkinannya sih gitu, Za."
"Sekarang kita kemana?" Mirza kembali bertanya.
Alfariel yang sendiri bingung harus bagaimana, lantas menggelengkan kepalanya.
"Kita nggak tau kemana kita bisa cari Shasa kalau emang Shasa diculik, entah siapa pun yang culik Shasa, bokap tirinya atau bukan, kita tetep nggak tau Shasa dibawa ke mana. Jalan satu-satunya kita cuma bisa nungguin Shasa di sini aja. Kita tunggu sampai pertengahan malam, kalau Shasa masih belum balik, kita pulang aja. Besok kita ke sini lagi, pastiin Shasa udah di kontrakan atau belum. Semisal belum juga, kita lapor polisi." Alfariel menjelaskan rencananya panjang lebar.
Mirza mengangguk setuju, karena memang tidak ada lagi yang bisa mereka lakukan selain menunggu. Kalau tidak ada hasil juga, maka mereka harus melaporkan kepada polisi. Mirza juga sudah menghubungi Gilang, bertanya mengenai Ayesha, berharap ada informasi yang akan mereka dapatkan mengenai keberadaan Ayesha sekarang. Namun tetap saja, Gilang bilang kalau Ayesha dan Nana pulang dari cafenya hampir jam sepuluh malam. Dan setelah itu, ia tidak tau kemana kedua perempuan itu pergi. Alhasil Alfariel dan Mirza tidak memperoleh informasi apapun.
***
Tiba-tiba saja, Ayesha membuka matanya. Melihat sekeliling yang tampak gelap, hanya disinari dengan sebuah lampu minyak di sudut ruangan. Ayesha baru sadar dari pingsannya. Ia tidak tau ini sudah tengah malam atau belum, tapi yang jelas hari sudah gelap. Dan ia yakin sebentar lagi Jaka akan datang untuk benar-benar mengambil tubuhnya.
Saat Jaka meninggalkannya siang tadi, Ayesha pingsan karena sudah tidak sanggup lagi menahan luka-luka yang ada pada tubuhnya. Dan ia baru sadar menjelang malam ini. Ia sempat merutuki dirinya sendiri karena tidak berusaha kabur dari tadi.
Tidak berlama-lama, Ayesha langsung bergerak berusaha untuk duduk. Setelah bersusah payah, akhirnya ia berhasil. Ayesha ingat, ia membawa pisau lipat di dalam tasnya. Ayesha tidak pernah lagi lupa membawa pisau lipat sejak terakhir kali Jaka datang mengganggunya. Pisau itu memang sengaja ia bawa untuk melindungi dirinya dari Jaka. Dan ia akan menggunakan pisau itu untuk membuka tali yang mengikat tangannya.
Setelah berhasil meraih tas miliknya, Ayesha bergegas membukanya. Di dalam sana ada ponselnya. Ia bergerak cepat meraih benda pipih persegi panjang itu. Ia hendak menghubungi siapapun yang bisa menolongnya. Tangan Ayesha bergerak cepat mengutak-atik layar ponselnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUMIT
Random|| Rumit- Ayesha, gadis sederhana yang hidupnya bagaikan labirin rumit yang dirancang oleh takdir. Sejak kecil, ia berjuang sendirian, melawan kerasnya kehidupan tanpa uluran tangan. Setiap langkahnya dipenuhi rintangan, seolah semesta ingin menguji...