Sudah berjalan satu bulan sejak kejadian Ayesha diculik oleh Jaka, lalu disiksa habis-habisan oleh Raquel serta kedua temannya. Sudah sejak sebulan itu pula Ayesha melakukan perawatan di kontrakannya. Ia diberikan beberapa salab oleh dokter untuk dibalurkan pada luka-lukanya saat ia diperbolehkan pulang. Sebulan ini pula Ayesha tidak masuk sekolah karena memang kondisinya yang masih belum membaik, untuk berjalan saja kesulitan.
Perlu diketahui juga, sejak kejadian penculikan dan penyiksaan Ayesha sebulan yang lalu, gadis itu memutuskan hubungan dengan Alfariel. Dalam artian, ia tidak pernah bertemu bahkan berkomunikasi dengan pria itu lagi. Entah sudah berapa kali Alfariel datang ke kontrakannya, namun Ayesha tidak pernah membiarkan Alfariel untuk masuk, bahkan membuka pintu saja tidak. Tidak terhitung pula berapa kali Alfariel menghubungi Ayesha dan mengirim pesan kepada gadis itu, namun sama sekali tidak berbalas. Jadi, Ayesha hanya akan membiarkan Mirza yang datang menjenguknya, sementara Alfariel, ia tidak mengizinkan sama sekali.
Sejak sebulan yang lalu, Ayesha mendadak bersikap seolah tidak mengenal Alfariel. Sedikit pun Ayesha tidak memberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan Alfariel yang selalu berulang setiap kali pria jangkung itu datang ke kontrakannya. 'Lo kenapa?' 'Gue ada salah apa?' 'Kasih gue alasan yang jelas apa yang buat lo tiba-tiba jauhin gue lagi?' Itu selalu yang Alfariel tanyakan sembari bersandar di pintu kontrakan Ayesha yang tidak gadis itu biarkan terbuka.
Satupun pertanyaan Alfariel tidak ada yang ditanggapi olehnya. Ayesha benar-benar menciptakan jarak antaranya dan Alfariel. Tidak menjawab pertanyaan pria itu, tidak juga memberitahukan alasan mengapa ia menjadi dingin, bahkan lebih dingin dari pertama kali mereka bertemu.
Yang Ayesha tau sekarang ia harus menjauhi Alfariel. Ia tidak mau hubungannya dengan Alfariel akan membuat keberadaan ayahnya di Bogor terancam. Raquel bisa melalukan hal buruk kepada ayahnya kapan saja yang ia mau. Makanya Ayesha berusaha sebisa mungkin untuk menjauhi Alfariel.
Pagi ini, Mirza datang ke kontrakan Ayesha untuk menjemput gadis itu berangkat ke sekolah bersama. Memang semalam Ayesha sempat mengabari kepada Mirza bahwa ia akan kembali bersekolah karena dirasa keadaannya sudah cukup membaik.
Sebenarnya Ayesha tidak mau dijemput oleh Mirza, namun pria itu memaksa karena takut Ayesha kenapa-napa kalau berangkat ke sekolah sendirian. Mirza hanya tidak mau kejadian buruk sebulan yang lalu terulang kembali. Ah, Mirza tidak akan membiarkan hal itu terjadi.
"Lo yakin, masuk sekolah hari ini?" Mirza menyeletuk saat melihat Ayesha yang tengah mengenakan sepatu.
Ayesha mengangguk. "Lo liat keadaan gue sekarang. Gue udah baikan. Udah bisa banyak gerak, udah bisa jalan juga." Ayesha melangkah mendekati Mirza.
Memang keadaan Ayesha terlihat lebih membaik. Lebam-lebam yang ada pada tubuhnya juga sudah mulai memudar. Pada wajah Ayesha tersisa perban kecil yang menutupi sudut keningnya. Luka koyak di keningnya itu masih lumayan terbuka, jadi Ayesha memutuskan untuk menutupnya menggunakan perban, takut dimasuki debu yang akan memperlambat penyembuhannya.
"Nggak sampai lima bulan lagi ujian semester genap, gue udah terlalu banyak libur." Ayesha melanjutkan ucapannya saat sudah dekat dengan Mirza.
"Lo libur kan karena sakit, bukan males." Mirza memberikan helm kepada Ayesha, lalu membantu gadis itu menggunakannya. "Alfa tau, lo masuk sekolah hari ini?" tanya Mirza sembari memperhatikan Ayesha yang tengah membenarkan rambutnya yang agak berantakan karena memakai helm.
"Kenapa Alfa harus tau?" Ayesha balik bertanya, dengan mimik muka yang ia buat setenang mungkin.
"Ya kan paling nggak lo ngabarin Alfa, Sha." Mirza mendesis pelan, sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. Setidak peduli itu kah Ayesha kepada Alfariel sekarang?
KAMU SEDANG MEMBACA
RUMIT
Random|| Rumit- Ayesha, gadis sederhana yang hidupnya bagaikan labirin rumit yang dirancang oleh takdir. Sejak kecil, ia berjuang sendirian, melawan kerasnya kehidupan tanpa uluran tangan. Setiap langkahnya dipenuhi rintangan, seolah semesta ingin menguji...