16

16 173 93
                                    

Saat melangkah memasuki ruang loker, Ayesha dikejutkan dengan adanya sosok Nana. Gadis itu menyodorkan sebuah kertas panjang berwarna gold. Ayesha memperhatikan kertas berbentuk undangan itu, lalu melemparkan pandangannya ke arah Nana.

"Ini undangan buat lo." Nana mendorong undangan itu lebih dekat dengan Ayesha.

Ayesha meraih undangan tersebut sembari tersenyum tipis, "Nggak nyangka lo bakal jadi istri orang, Kak."

Nana membalas senyuman Ayesha, "Lo nyusul ya?"

"Sekolah gue belum selesai, gue masih pengen sukses dulu. Nikah belakangan." Ayesha terkekeh pelan.

Sekitar dua minggu lagi Nana akan melangsungkan pernikahannya dengan sang kekasih. Jalinan kasih yang sudah mereka bina selama tiga tahun akhirnya tak berakhir sia-sia. Pria yang selalu mencintainya itu akhirnya benar-benar meminangnya dan menjadikannya sebagai istri.

"Lo harus datang ya? Bareng Alfa." Nana menaikkan kedua alisnya sembari tersenyum genit.

"Gue pasti datang, tapi nggak bareng cowok stress itu." Ayesha mengedikkan bahunya. Sangat malas jika sudah mendengar nama Alfariel disebut-sebut. "Lagian lo ngapain sih, ngundang tuh cowok? Bikin males banget."

"Ini nikahan gue, Yesha. Terserah gue dong, mau ngundang siapa. Lagian juga Alfa kan rekan kerja gue di sini, baik juga orangnya. Nggak mungkin gue nggak ngundang dia." Nana mendesis pelan. "Datang aja lah, bareng Alfa, biar hemat ongkos."

Ayesha menghembuskan nafasnya perlahan, "Gue semiskin itu ya, sampai nggak mampu bayar ongkos ke pesta nikahan lo."

"Gue becanda, Sha." Nana menepuk pelan bahu Ayesha. "Oh, iya. Gue juga mau bilang sesuatu sama lo."

Ayesha mengerutkan keningnya penasaran, "Apaan?" Ayesha bergerak menuju ke loker lalu meraih baju dan ransel yang ia letakkan di dalam sana.

"Hari ini, terakhir gue kerja di sini."

Ungkapan Nana berhasil membuat Ayesha langsung terpaku. Aktivitas yang tadinya ia lakukan mendadak berhenti karena kaget. Singkat memang, namun sangat cukup untuk membuat hatinya menolak keras.

"Kenapa?" tanya Ayesha dengan suara yang sangat pelan, nyaris tidak terdengar. "Temen gue cuma lo, Kak."

Nana tersenyum lalu mengelus lembut bahu Ayesha, "Mas Raka yang minta, Sha. Mas Raka nggak mau gue kerja. Dia minta gue cukup di rumah aja buat ngurusin dia sama anak gue nanti. Gue nggak mungkin ngebantah kemauan dia."

Ayesha menghembuskan nafasnya perlahan. Memang benar yang dikatakan Nana, gadis itu tudak dapat melakukan apa-apa. Ia memang harus menuruti kemauan suaminya. Lagi pula itu menjadi pilihan Nana, Ayesha tidak berhak untuk ikut campur.

"Di sini ada banyak temen lo, Sha. Nggak cuma gue. Rekan kerja di sini udah nganggep lo kayak saudara mereka sendiri. Ada Alfa juga kan, yang bakal jadi temen lo?" Nana menatap manik mata Ayesha dalam. "Lagian keluarnya gue dari pekerjaan ini, bukan menjadi akhir hubungan pertemanan kita. Lo boleh hubungin gue kalau lo mau cerita sesuatu. Dan kita juga bisa susun jadwal ketemu kalau lo emang kangen sama gue."

Ayesha menatap Nana sedih. Selama bekerja di cafe Gilang, hanya Nana teman terdekat Ayesha. Sepanjang hidup, Ayesha belum pernah sekalipun memiliki sosok sahabat perempuan seperti Nana. Namun ternyata, kenyataan memaksa keduanya untuk berjauhan, meskipun bukan untuk selamanya.

"Gue juga nggak bisa ngalangin lo berhenti kerja. Semua keputusan ada di tangan lo, dan calon suami lo yang lebih berhak nentuin." Ayesha mengangguk-anggukkan kepalanya, mencoba memberikan semangat kepada dirinya sendiri. "Tapi, gue mau sekarang lo ikut gue."

RUMITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang