- 24 -

688 138 48
                                    

"Hari ini aku mau makan bekal buatanmu."

Suara rendah dengan nada lemas itu mengejutkan Renjun yang sedang memotong telur gulung dadar di pantry. Nyaris saja melompat bahkan kemungkinan terburuknya melukai jari sendiri jika saja pisau yang masih terangkat itu tak segera ditahan ayunannya, Lee Nakyung yang sepertinya baru saja selesai mandi itu dipandanginya. Tanpa suara tahu-tahu sudah berdiri di samping Renjun dengan handuk yang menutupi rambut setengah basah, mengagetkan si suami yang langsung menghembuskan nafas lega begitu sadar jika bunyi tersebut bukan berasal dari sesuatu yang menakutkan.

"Kau ini kenapa? Terkejut begitu seperti melihat hantu saja."

Renjun terkekeh hambar; nyatanya memang seperti itu.

"Ta-tapi aku hanya akan membawa ini," ia mundur sejenak, mencoba memutus topik agar istrinya tak melanjutkan pembicaraan sebelumnya dengan memperlihatkan apa-apa saja yang akan ia taruh di kotak bekalnya. "Aku ragu akan sesuai dengan keinginanmu yang saat ini sudah bisa memasak dengan benar."

"Yak!" Nakyung memukul lengan Renjun pelan. "Jangan mengejekku, ya."

"Aku ini memujimu, lho."

Nakyung mendecak, memberikan balasan dengan memasang ekspresi sebal. Namun daripada mencoba mengetahui apa yang Renjun bawa, gadis itu lebih memilih membalik badannya dengan niat masuk ke kamar untuk mengganti handuk yang sekarang membalut tubuhnya, dengan seragam.

"Tak apa," sahutannya ditujukan pada pertanyaan Renjun yang sebelumnya. "Selama kau yang memasak, makan apapun aku tak masalah..."

Dada Renjun terasa hangat. Tapi sepertinya daripada membentuk senyum, pujian yang Nakyung layangkan lebih membuatnya kebingungan, ada yang terasa berbeda di sana; Ini bukan rasa senang yang timbul akibat pelanggan yang memuji masakan enak si koki.

"Hei, kau mendengarku 'kan?" Gadis itu ternyata menyadari lamunan suaminya.

"A-ah, ya. Aku akan buatkan sekalian untukmu..."

Dari pantry, dilihatnya Nakyung yang masih berdiri di depan kamarnya itu mengangkat alis. Kemudian membalik lagi badannya, perempuan itu akhirnya benar-benar menghilang dari ruang tengah.

Menyisakan Huang Renjun sendiri, tak ada lagi orang yang mengajaknya mengobrol membuat lelaki itu kembali sibuk dengan kegiatan menata bekalnya. Menghela nafas, ia bersyukur dalam hati karena pagi ini memutuskan untuk memasak sedikit lebih banyak. Jadi tak perlu mengulang prosesnya, tapi...

Mau kemana istrinya itu sampai terlihat terburu-buru meminta dibuatkan bekal begitu?

"Sudah selesai 'kah?"

Pintu kamar Nakyung terbuka, gadis itu sudah siap dengan seragam juga tasnya. Tanpa menatap Renjun, bertanya, ia lebih memilih untuk menutup pintu.

"Sepertinya terburu-buru sekali. Ada yang harus kau lakukan?"

"Hari ini klub ada latihan pagi dan jelas saja aku juga harus ikut," Nakyung menjawab sambil menghampiri Renjun. Melihat apa yang sudah ada di atas pantry. "Kau menata bekal saja, lama sekali," tanpa persetujuan, kotak makan berwarna biru tua itu diambilnya dan dimasukkan ke dalam tas.

"He-hei Lee Nakyung! Itu punyaku--"

"Kau 'kan bisa bawa bekalku. Aku benar-benar tak punya banyak waktu lagi, hari ini berangkat sendiri-sendiri, ya."

Omongan yang disela oleh si perempuan, mau tak mau membungkam Renjun. Selalu ini yang terjadi jika Nakyung ada latihan pagi; terburu-buru sampai tak peduli dengan sekitarnya termasuk apa yang dibawa.

Mengehela nafas, Renjun yang sudah bisa memaklumi satu sifat istrinya itu memilih mengalah. Membiarkan bekalnya dibawa, satu yang padahal sedikit lagi selesai itu sudah diputuskan akan jadi miliknya; Lee Nakyung yang sekarang sedang panik itu, bisa saja mengomelinya tanpa henti jika Renjun mencoba mengajaknya berbicara lebih jauh. Jadi lebih baik relakan saja, toh bekal yang ia buat sama saja kecuali untuk warna tempat yang feminim ini.

We Got 'Married'✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang