Lee Nakyung mendudukkan tubuhnya di satu-satunya sofa yang ada di ruang tengah apartemen barunya. Menghela nafas panjang, tubuhnya ia sandarkan sembari menyilangkan tangan dan kakinya, sementara mata dengan kilatan marah itu mengarah pada satu-satunya lelaki di ruangan itu. Yang sekarang sedang membenarkan kerah bajunya, setelah dicengkram cukup kuat oleh Nakyung beberapa saat lalu.
"Ini keterlaluan, ini yang terburuk," gadis itu sepertinya masih belum puas mengeluh. "Lagipula bagaimana cara mereka menyortir kamar sampai aku bisa berpasangan denganmu begini?!"
Renjun menghela nafasnya. Memandangi Nakyung yang kini sedang mengipasi diri sendiri, baju yang sekarang sedang dipakai gadis itu bagi Renjun yang seorang lelaki terasa menganggu. Apalagi dalam posisinya yang saat ini berdiri, yang mau tak mau harus menundukkan pandangan pada Nakyung di kursi dan bagian tubuh yang seharusnya tak boleh diekspos sembarangan itu sungguh--
"Sebelum berbicara lebih jauh, bisakah kau tutupi dulu tubuhmu itu?" setelah berdehem pelan, Renjun berujar cepat. Mengalihkan pandang, tatapan marah Nakyung berusaha ia hindari tentu saja.
"Kau buta apa bagaimana?!" tubuh yang semula sudah rileks pada sandaran sofa kini tegak lagi. "Aku ini sudah pakai baju. Apalagi yang harus aku tutupi, huh?!"
"Ma-maksudku, pakailah pakaian yang lebih tertutup, Lee Nakyung," Renjun menghela nafasnya. Masih berusaha mencari objek pandang apapun selain Nakyung. "Aku ini lelaki. Bagaimana bisa kau memakai pakaian--"
"Oppa-ku saja tidak pernah mempermasalahkannya," Nakyung memotong, ia sandarkan lagi punggungnya ke sandaran sofa. "Kenapa kau malah sewot begini--"
"Aku ini bukan Oppa-mu--"
"Jadi kau sudah berpikir untuk melakukan berbagai hal aneh padaku, ya?"
Pertanyaan yang kembali memutus ucapan Renjun itu benar-benar membuat si lelaki tertohok. Langsung fokus pada Nakyung, bisa dilihatnya gadis itu tengah tersenyum menggoda, entah sejak kapan tapi sekarang gadis itu justru dengan pose seksi malah mendekatkan diri pada Renjun yang tiba-tiba saja mulai merasakan atmosfer di ruangan memanas--
"Ha-hal aneh semacam itu, tak akan pernah terlintas di pikiranku, asal kau tahu saja," Renjun berujar dengan suara yang bergetar. Lantas langsung berjalan melewati Nakyung dan mengambil tempat di sisi sofa yang kosong.
Duduk disana, membiarkan Lee Nakyung mengikuti pandang padanya. Melepas almamater yang ia kenakan, tangannya terjulur untuk menyerahkannya pada Nakyung yang sudah kembali duduk di posisi awal.
"Hah, aku tidak perlu almamater baumu itu, ya, Huang," Nakyung menepis, ia pandangi lelaki yang menurunkan tangannya sembari menghela nafas; jelas sekali memilih pasrah dengan ucapan Nakyung barusan. "Seperti yang mereka bilang, kau ini memang cupu, ya..."
"Cu-- Apa?!"
"Cu. Pu," sahut Nakyung. "Seperti kau tidak pernah berpacaran atau melakukan sesuatu pada perempuan--"
"Masalah dengan itu?"
Nakyung langsung terdiam. Memandangi lelaki yang menatap pada langit gelap dari kaca apartemen, pertanyaan Renjun benar-benar membuat gadis itu merasa kalah telak. Tak tahu harus menjawab apa, karena pada kenyataannya Nakyung memang merasa itu bukanlah masalah baginya.
"... Lalu asal kau tahu saja, aku juga korban disini."
"Hah?!" Lagi, ucapannya membuat Nakyung jadi hendak naik pitam.
"Maksudku, pasti ada orang yang kau inginkan jadi pasanganmu, kan?" Renjun bertanya lagi. "Aku juga ada orang yang aku inginkan jadi pasanganku."
"Hmmm," Nakyung yang manggut-manggut itu dilewatkan Renjun. "Orang itu pasti Yeh Shuhua dari ruang tiga 'kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
We Got 'Married'✔
FanfictionIni adalah Lee Nakyung yang ingin sekamar dengan Hwang Hyunjin, dan Huang Renjun yang juga menginginkan Yeh Shuha sebagai pasangannya. Tapi... Ah, kalau sudah begini mereka jelas harus bersungguh-sungguh agar bisa bertukar pasangan dan berhenti berp...