"Memang dasar Huang Renjun! Pandai sekali membuatku kesal," Nakyung bergumam rendah setelah memastikan jika teleponnya dan Renjun terputus. Menghela nafas, ia taruh benda itu di sisi lain tubuhnya sebelum kemudian melanjutkan. "Ia berpikir lamban sekali. Maksudku, dimana etikanya sampai memaksa perempuan mengatakan hal memalukan sejelas itu?!" Matanya kali ini bergulir pada kotak makan dipangkuannya, nafasnya lagi-lagi terhela dan setelahnya ekspresi kesal itu perlahan-lahan menghilang, pandangannya kosong.
Bukan.
Ia tidak berniat untuk membohongi Renjun soal kimbab yang akan diberikan pada suaminya; itu memang kimbab buatannya, yang --entah bisa dibilang-- 'terpaksa' tidak jadi diberikan kepada Hyunjin, Lee Nakyung benar-benar merasa 'terganggu' dengan permintaan Renjun tadi pagi soal bagaimana lelaki yang lebih pandai memasak itu justru meminta kimbab sederhananya.
Maka dengan berbagai pertimbangan yang seharian membuat bimbang dibenak, Nakyung pun memutuskan untuk menyimpan apa yang seharusnya ia berikan pada si pujaan hati bahkan saat ia --setidaknya-- harus memberikan sesuatu sebagai rasa terimakasih atas kebaikan Hwang Hyunjin yang sudah membantunya hingga ia bisa pulang kemarin.
Lalu soal omongan Hyunjin yang sempat membuat sesak didada...
Sungguh. Memilih untuk tidak memberikan apa yang sudah ia buat pada Hyunjin bukanlah sebagai ajang balas dendam; ia juga tak mengerti kenapa, tapi jika mengingat bagaimana nyamannya pelukan Renjun kemarin, rasa kesalnya jadi tak bersisa dan ketika mengembalikan kartu yang ia pinjam pada Hyunjin pun, ucapan terimakasih yang disertai senyum itu menyiratkan bahwa Nakyung sudah sepenuhnya baik-baik saja.
"Eh!" Sebuah tepukan halus dibahunya membuat lamunan gadis ini buyar, secepat kilat ia menoleh sembari berkata. "Huang! Sudah kubilang kalau--"
Kalimatnya terhenti, sosok yang kini memenuhi mata seakan membekukan waktu Lee Nakyung yang diam dengan mata terbelalak; gadis itu terkejut, dia yang menepuk bahunya adalah sosok 'H(w)uang' yang lain.
"Sepertinya kau masih belum ada niat untuk pulang," suara yang masuk ke telinga Nakyung, menjalankan kembali waktu yang sempat berhenti. "Jadi boleh aku duduk disini?"
Gadis yang masih belum bisa mengeluarkan suara itu hanya bisa mengangguk kaku. Kali ini berusaha menebak-nebak apa Hwang Hyunjin yang berjalan mengitari kursi untuk duduk di sampingnya itu menyadari ada yang 'salah' dengan ucapannya barusan; walau sudah menyukai lelaki itu cukup lama, tapi sampai sekarang Nakyung masih tak pernah bisa menebak apa isi pikiran dibalik wajah yang selalu tersenyum padanya itu.
Ah. jika saja lelaki pujaannya ini seperti Huang Renjun, yang hanya dengan diam saja sudah bisa dibaca isi pikirannya, pasti kisah percintaannya akan mudah, semudah bagaimana ia menggoda Renjun sampai tersipu dengan mimik lucu yang membuatnya 'ketagihan'...
"Mian, karena aku bukan Huang Renjun."
"... Eh?!" Mata yang terbelalak untuk kedua kalinya tak bisa lagi disembunyikan, ucapan Hyunjin nampaknya cukup 'tajam' untuk bisa membuat Nakyung yang melamun itu mendengar, hingga wajahnya jadi merona begitu.
Selanjutnya, ekspresi geli Hyunjin yang mendengus memenuhi iris coklat si gadis, sebelum kemudian tertawa sangat lepas sampai menggerakkan tangan untuk memegangi perutnya.
"Tidak Hyunjin-ah! Itu--"
"Wajahmu! Wajahmu lucu sekali..."
"Yak! Hwang Hyunjin!" Lee Nakyung memegangi lengan si pujaan hati. "Berhenti tertawa! I-itu tidak seperti yang kau pikirkan--"
"Mian, mian," Hyunjin memutus disela nafas yang berhembus panjang. Punggungnya ditumpu pada sandaran bahu sebagai usaha untuk menghentikan tawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Got 'Married'✔
FanfictionIni adalah Lee Nakyung yang ingin sekamar dengan Hwang Hyunjin, dan Huang Renjun yang juga menginginkan Yeh Shuha sebagai pasangannya. Tapi... Ah, kalau sudah begini mereka jelas harus bersungguh-sungguh agar bisa bertukar pasangan dan berhenti berp...