- 06 -

871 153 16
                                    

Piring terakhir di meja baru saja selesai Renjun angkat menuju wastafel, saat lelaki yang bersiap untuk memakai sarung tangan cuci itu mendapati Nakyung berdiri di sampingnya. Saling pandang sejenak, tanpa sempat Renjun melontarkan pertanyaan atas gelagat aneh si gadis, sarung tangan karet merah muda itu langsung saja di sambar Nakyung kasar.

"Aku saja yang mencuci piringnya," katanya ketus, mengabaikan kerutan dahi Renjun yang terkejut.

"Kau...." matanya menyipit, memperhatikan Nakyung yang kini memakai sarung tangan tersebut. "Baik-baik saja?"

"Memangnya aku kenapa?!"

"Bukan apa-apa. Ha-hanya saja....." Renjun menjeda kalimatnya. Sekali lagi memperhatikan Nakyung dari bawah ke atas. "Melihatmu membantuku seperti ini rasanya--"

"Jangan pikir aku ini hanya bisa makan saja ya, Huang," sahutnya. "Mencuci piring seperti ini adalah hal mudah bagiku," lanjutnya, sarung tangan sudah selesai dipakai dan terlihat ia mulai meraih satu piring kotor dari wastafel.

Mengabaikan Renjun yang masih berdiri di sampingnya, saat piring kotor itu mulai Nakyung usap dengan cairan pencuci piring, alisnya lelaki itu angkat tinggi. Merasa tak ada yang perlu dikhawatirkan ketika melihat betapa lihainya Nakyung melakukan pekerjaan tersebut, Renjun pun terlihat bersiap membalik badannya.

"Baiklah kalau begitu--"

"Mau kemana?"

Ucapannya diputus Nakyung dengan pertanyaan. Membuat lelaki itu mengerem langkah, bisa Renjun rasakan sensasi basah nan licin di tangan; Nakyung mencengkeram lengannya.

"Menonton televisi," jawabnya santai. "'Kan sudah ada kau yang mencuci piring--"

"Memangnya aku ini pembantu mu?!" Protes Nakyung. Mengeratkan cengkeramannya, rintihan Renjun diacuhkan. "Dengan seenaknya ingin nonton tv dan meninggalkanku mencuci piring sendirian--"

"Lalu bagaimana denganmu? Kemana saja saat aku mencuci piring? mencuci baju? Bersih-bersih?" Renjun bertanya. "Bahkan ketika memasak membantu saja--"

"Arraseo, arraseo!" Nada gadis itu meninggi. Melepas lengan Renjun kesal, ia tunjuk televisi di ruang tengah. "Tinggalkan saja aku dan tonton acara musik kesukaanmu itu!" ia marah. "Istrimu ini memang budak rumah tangga! Yang seenaknya bisa kau tinggalkan--"

'Tiiit'

Suara nyaring countdown mengangetkan keduanya. Sama-sama beralih tatap pada mesin tersebut, satu angka yang dikurangi sebelum berakhirnya debat Renjun dan Nakyung jadi sesuatu yang dipandangi nanar kedua orang itu. Sampai lima detik kemudian, Renjun bisa lihat kilat penuh dendam Nakyung di tujukan padanya. Dengan alis menurun dan dahi mengkerut dalam, bibirnya gadis itu gembung kan. Terlihat berusaha mati-matian menahan makiannya, agar angka disana tak berkurang lagi.

"Ne, ne, Lee Nakyung-ssi, aku akan tetap disini, jadi berhenti pasang wajah seperti itu, oke?"

Nakyung tak bergeming, ekspresi wajahnya bahkan tak berubah sama sekali ketika Renjun berjalan ke sisinya; kembali pada posisi semula.

Lelaki itu menghela nafas panjang, ia tahu apa yang Nakyung inginkan selain untuk tetap menemaninya mencuci piring begini. "Arraseo, arraseo. Ini semua salahku, dan aku minta maaf..." katanya pasrah. "Jadi kumohon berhenti memasang wajah seperti itu, ya--"

Masih tak ada perubahan, dan nafas lelaki itu terdengar berhembus lagi. Kali ini lebih berat, rasa panas yang muncul mengiringi rona merah yang mulai terlihat di wajah. Berusaha meyakinkan diri jika ini hanya sebagai pengganti poin yang tadi sempat dikurangi, Huang Renjun membuka mulutnya. "Yeo-Yeobo...."

We Got 'Married'✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang