- 25 -

586 108 34
                                    

"Aku menyukaimu, Renjun-ah."

Satu bisikan dengan suara rendah yang sebenarnya tak Renjun sangka-sangka kalimatnya, mengalir begitu lambat melewati telinga sampai terdengar begitu jelas oleh dia yang sudah mendapati wajah Nakyung menjauh.

Dengan tangan yang masih bertumpu pada bahunya, senyum Nakyung entah bagaimana terlihat begitu hangat dan lembut saat itu. Menghipnotis Renjun yang langsung terlena karena ucapan si gadis barusan, mulut yang tanpa sadar terbuka dengan niat membalas ucapan istrinya itu tertahan ketika ia mendengar sebuah suara tawa masuk ke telinga setelah hening yang cukup lama. Ekspresi Lee Nakyung terlihat geli, kalimat diujung tenggorokan tertelan kembali.

"Bercanda! Aku ini hanya bercanda, bodoh!"

Merona, merah di wajah tak bisa lagi disembunyikan; kenyataan jika Renjun sebenarnya sudah merasakan kejanggalan dari situasi itu, namun masih saja terbuai dengan keisengan Nakyung membuatnya sangat malu --juga kesal.

"Kau..." tawa Nakyung berhenti, matanya menyipit memandangi suaminya yang tak masih tak bergeming. "Jangan-jangan menganggap yang barusan itu serius?"

Wajah dialihkan, kontak mata akhirnya terputus. Urat leher yang menegang karena malu benar-benar tak bisa disembunyikan. "Se-serius?" tawanya terdengar penuh paksaan. "Ti-tidak mungkin. Aku tak akan termakan oleh trikmu kali ini..." satu kebohongan jadi bumbu dia yang mencoba melawan.

"Heeee," Nakyung tusuk-tusuk kecil pipi Renjun yang menghadapnya. "Padahal wajahmu sudah merah begini lho--"

"He-hentikan itu, Lee Nakyung!"

Nakyung tertawa, namun kali ini entah bagaimana ia menuruti saja apa kata Renjun; menghentikan kegiatannya menoel pipi suaminya dan tentu saja itu membuat si lelaki heran sampai tak bisa menahan kerutan keningnya.

"Kenapa memasang ekspresi seperti itu?"

"Eh, tidak..." lelaki itu jelas tak bisa mengatakan apa yang menggangu pikirannya; ini mungkin lebih baik daripada kehilangan kesabaran oleh godaan Nakyung. "Tidak apa-apa."

Alis gadis itu terangkat, sebelum kemudian bergerak menjauh dari Renjun. Menggeser diri menuju buku-buku di meja, benda miliknya ditumpuk dengan maksud merapikan. "Taeyong Oppa memintaku untuk meneleponnya, jadi belajarnya dilanjutkan besok saja, ya."

Tak bersuara, Renjun hanya menganggukkan kepalanya sebagai tanda persetujuan. Lantas langsung mengambil ponselnya, beberapa chat yang masuk terlihat memenuhi layar ponselnya ketika benda itu diaktifkan. Namun sepertinya, daripada memilih membalas pesan grup tersebut, memperhatikan Nakyung jadi apa yang menarik bagi Renjun.

Bukan.

Huang Renjun bukannya sedang memikirkan hal-hal mesum terkait betapa cantik dan indahnya sosok istri semunya itu, tapi soal alasan mengapa Nakyung jadi sedikit penurut; itu pasti karena ia punya urusan dengan kakaknya, karena walaupun tak terlihat senang tapi setidaknya yang harus dihubungi adalah kakak tertuanya. Bukan yang kedua, apalagi Lee Jeno yang sama sekali terlihat tak tertarik dengan bagaimana adik kembarnya itu menjalani hidup.

"Kalau begitu, aku masuk ke kamar ya."

Renjun yang nyaris saja tertangkap basah oleh Nakyung itu secepat kilat berpura-pura sibuk dengan ponselnya, tapi setelah mendengar suara gadis itu, matanya kembali diarahkan seolah ia baru saja menaruh fokus pada sosok itu. "O-oh, baiklah. Besok kita belajar dijam yang sama, ya."

Nakyung mengangguk, sebelum kemudian mengangguk; gadis itu masih terlihat bersemangat. "Tentu! Ayo semangat, Renjun-ah."

"A-ah ya. Kau juga..."

We Got 'Married'✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang