"Huang, aku berangkat duluan ya!"
Seruan samar yang terdengar, membuat Renjun yang sedang memasang kancing terakhir seragam sekolah beranjak dari posisisinya. Menyambar dasi di kasur, lantas langsung membuka pintu dan ia mendapati Lee Nakyung sedang mengambil sepatu dari rak.
"Jangan lupa bawa bekalmu, Lee Nakyung."
Nakyung menoleh, menghentikan kegiatannya; tanpa beranjak dari posisi ia pandangi Renjun. "Bekal?"
Lelaki itu mengangguk. "Kau selalu meninggalkan bekalmu. Karena berangkat duluan, aku jadi tak bisa mengingatkan. Belum lagi saat istirahat kau tiba-tiba saja sudah menghilang dari kelas, dan--"
"Aku tak perlu bekal. Sarapan pagi juga sudah cukup," putus Nakyung. Meraih satu sepatunya, kontak mata ia putus.
"Bagaimana dengan makan siangmu?"
Terdengar dengusan tawa gadis itu. "Hei Huang, kau mungkin tidak tahu. Tapi aku itu selalu makan siang di kafetaria bersama Hyunjin, dan membawa bekalmu sama saja dengan membuang kesempatanku untuk lebih dekat dengannya."
Tak menanggapi, Renjun berjalan. Mengambil satu kotak bekal berwarna merah muda dari meja makan. Saat meninggalkan rumah untuk pernikahan semu ini, neneknya sengaja membawakannya sekitar tiga kotak bekal dengan alasan bahwa Renjun mungkin saja harus berbagi dengan pasangannya nanti dan ternyata hal itu benar terjadi. Selain kotak bekal miliknya, ia tak melihat satupun kotak bekal lain yang berarti gadis itu tak membawanya sama sekali.
Oh, lalu soal benda merah muda yang ia sodorkan ke Nakyung tentu saja itu adalah kotak bekal kepunyaan si adik. Membawa warna khas lelaki, mungkin akan membuat pasangannya malu atau semacamnya nanti --itu kata neneknya.
"Kau bisa membawa bekalmu ke kafetaria dan makan bersamanya di sana."
Sepasang sepatu sudah dipakai, Nakyung yang masih duduk itu mendongakkan kepalanya. "Dan membuat Hyunjin salah paham dengan kedekatan kita?" ia bertanya, lalu berdiri. "Tidak terimakasih. Aku tak mau membuat jarak ku dan Hyunjin semakin jauh karena mata pelajaran ini."
"Yang membawa bekal dari pasangannya itu bukan cuma dirimu--"
"Tapi Hyunjin tak melakukannya. Maka begitu juga aku."
"Kau ini keras kepala sekali--"
"Omo," lagi, omongannya memutus ucapan Renjun. tubuhnya dibalik, Nakyung berdiri berhadapan dengan si lelaki. "Apa kau sedang cemburu sekarang?"
Renjun menghela nafasnya. "Sudahlah, bawa saja bekalnya dan jangan buatku lelah. Ini masih pagi--"
"Aigoo..." Tanpa melepas sepatunya, ia maju selangkah. Naik menuju teras dalam, jaraknya dan Renjun dipertipis. "Ini bahkan baru seminggu lebih sedikit sejak kita menikah. Tidakkah terlalu cepat rasakanya kalau kau sudah begitu menyukaiku begini?" tangannya naik, dasi di leher lelaki itu dipegangnya.
"He- hei apa yang kau--"
"Kira-kira bagaimana reaksi Yeh Shuhua jika mendengar ini, ya..." ia tarik Renjun mendekat, menatap lelaki itu dengan satu bibir naik. "Oh, sebaiknya dari sekarang kau pikirkan apa yang harus kau lakukan saat nanti kita dapat peringkat A."
"Hah?"
"Karena bagaimanapun juga, aku akan tetap memilih Hyunjin--"
"Ya-Yak! Lee Nakyung, perhatikan tanganmu--"
"Lihat..." Semakin menempelkan tubuh, Renjun bisa merasakan satu tangan Nakyung yang lain menyentuh dadanya. "Wajah tersipumu itu sudah menunjukkan semuanya--"
"Ku-kumohon menjauhlah, Lee Nakyung! Aku akan-- akan--"
'Tiiiiit'
Suara mesin countdown terdengar memenuhi ruangan. Membuat perhatian keduanya teralih, satu angka yang ditambahkan di sana membuat seringai Nakyung hilang. Lantas menjauhkan tubuh, mata itu kemudian melirik dasi Renjun yang sudah terpasang sempurna. Mengencangkannya, bahu lelaki itu kemudian ia usap-usap.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Got 'Married'✔
FanfictionIni adalah Lee Nakyung yang ingin sekamar dengan Hwang Hyunjin, dan Huang Renjun yang juga menginginkan Yeh Shuha sebagai pasangannya. Tapi... Ah, kalau sudah begini mereka jelas harus bersungguh-sungguh agar bisa bertukar pasangan dan berhenti berp...