- 03 -

1K 163 12
                                    

Itu jam delapan pagi, saat Renjun yang baru saja selesai memotong sayuran melihat kamar Nakyung terbuka. Menatap si gadis yang menutup pintu dari atas sampai bawah, alisnya berkerut dalam saat menyadari ada sesuatu yang aneh dari gadis itu.

"Apa?"

Belum sempat Renjun mengeluarkan kalimatnya, Nakyung sudah menangkap basah terlebih dulu. Bertanya ketus, lantas tali totebag yang ia pakai dinaikkan sembari menunggu Renjun merespon.

"Kau..." Renjun membiarkan kalimatnya mengambang. "Tidak lupa kalau hari ini hari minggu 'kan?"

Tak segera menjawab, lantas gadis itu menghampiri Renjun yang tangannya kini bergerak menuju apron coklat yang ia pakai. Mengusapnya disana, ia membersihkan tangan yang terasa agak lengket setelah menyentuh sayur barusan.

"Klubku ada rapat pagi ini," ia menyahut. langkahnya terhenti di samping Renjun, sementara matanya memperhatikan sayur di atas talenan. "Dan sebagai manajer, tentu saja aku harus hadir."

Renjun tak menyahut. Mengingat ia yang sekelas dengan Nakyung, status tentang gadis yang menjabat sebagai manajer klub sepak bola ini tentu sudah tak asing di telinganya.

"Mesti sepagi ini?" Renjun bertanya. "Aku baru saja akan membuat sarapan."

Nakyung menoleh pada Renjun. Memandangi lelaki itu sejenak, wajah menggoda kembali gadis itu pasang. Lantas menggeser posisi berdirinya, ia semakin mendekatkan diri pada lelaki yang berdiri selangkah di sampingnya. Memepetkan tubuh, bisa dirasakannya badan lelaki itu menegang karena terkejut.

"He-hei Lee Nakyung--"

"Kalau kau ingin bersamaku lebih lama..." ia menjijitkan kaki, di dekatnya wajah ke telinga Renjun. "Tinggal bilang saja. tidak usah pakai alasan--"

Kalimatnya terhenti, ketika dengan satu gerakan kepala Renjun terarah padanya. Membuat keduanya saling bertatapan di jarak dekat, belum sempat Nakyung yang ingin melanjutkan kalimatnya itu membuka mulut, lelaki itu sudah lebih dulu mendorongnya menjauh.

"He-hentikan itu. Nafasmu--"

'Tiiit'

Sama-sama menoleh pada papan countdown yang menambahkan satu lagi angka minus, Nakyung terdengar mendecih kemudian.

"Padahal waktu itu memperingatkanku untuk jangan gegabah," ia menggerutu. "Tapi nyatanya, kau sendiri yang menambah satu lagi minus disana."

"Nafasmu menggelitik telingaku. Aku jadi tak bisa berkosentrasi."

"Apa benar itu hanya karena nafasku?" Nakyung bertanya. "Bukan karena hal aneh yang sedang kau pikirkan..." ia membiarkan kalimatnya mengambang, lantas mendekat lagi pada Renjun dan menempelkan lagi tubuhnya pada lelaki itu. Kali ini ditambah dengan menggamit lengan si lelaki, Renjun bisa merasakan ada sesuatu yang terasa begitu lembut mengenai tangannya. ".... Ketika aku mendekatimu begini?"

"Le-Lee Nakyung tolong menjauh sekarang," Renjun genggam kuat tangannya. Berusaha untuk tetap sadar, ditengah kelakuan 'mengerikan' Nakyung. Berusaha untuk tetap bersikap biasa, ditengah fokusnya yang mulai hilang karena wangi tubuh gadis itu. "Kalau kau tetap seperti ini, sarapan tak akan siap dan kau akan pergi dengan melewatkan--"

"Aku tak mau mendengar itu dari seseorang yang akhirnya memaksaku makan Ramyeon di malam pertama ya!" dilepasnya gamitan pada lengan Renjun, ekspresinya berubah kesal.

"Itu karena tak ada satupun bahan yang bisa dimasak," Renjun menyahut cepat. Kejadian di 'malam pertama' mereka kemarin, saat akhirnya ia dan Nakyung harus pergi ke supermarket untuk makan malam terulang di benaknya. "Dan aku tidak memaksamu, ya. Saat itu sudah terlalu malam untuk memasak dan kita juga sudah kelaparan. Jadi--"

We Got 'Married'✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang