- 09 -

765 139 3
                                    

"Huang~ cepatlah, jangan tinggalkan aku sendirian lama-lama begini!"

Seruan samar yang berasal dari ruang tengah, membuat Renjun yang sedang sibuk menggeledah isi lemari dapur itu menghentikan kegiatannya. Mengalihkan senter ponsel yang menyala dari lemari menuju Nakyung, bisa dilihatnya gadis itu mengintip dari balik sofa; tanpa sedikitpun beranjak dari posisinya, ia terlihat menoleh dengan dagu yang ditopang pada sandaran sofa.

"Kalau kau merengek terus, kapan aku bisa menemukan lilinnya, huh?" pertanyaannya lebih terdengar seperti keluhan. "Lagipula senter ponselnya juga menyala 'kan? Kau harusnya bisa melihatku berada di sini."

Cemberut, tanpa kata gadis itu kembali memutar tubuhnya. Memutus pandang, Lee Nakyung duduk dengan posisi menghadap televisi. Membiarkan cahaya menjauh darinya, membiarkan Huang Renjun mencari lilin yang sempat ia lupa taruh dimana. Berterimakasihlah pada Pak Satpam apartemen yang mengingatkannya soal lampu yang bisa mati kapan saja di musim hujan dengan banyak petir besar seperti bulan-bulan ini, hingga akhirnya Renjun memutuskan untuk membeli satu pak lilin untuk jaga-jaga jika situasi seperti ini tiba.

Perlu waktu sekitar tujuh menit bagi si lelaki untuk bisa mendapatkan benda yang dicari setelah berusaha keras memutar otak pada hari dimana mereka pertama kali berbelanja. Dengan sabar berusaha menelusuri jejeran lemari dapur yang sebagian berisi peralatan masak, satu pak lilin akhirnya berhasil ditemukan. Lantas langsung Renjun ambil, korek yang sudah lebih dulu ditemukan ia jentikkan. Menyalakan lilin yang sudah dibuka kemasannya dan ditaruh di piring sebagai alas, tanpa mematikan senter ponselnya, Renjun berjalan menuju sofa.

Menghampiri Nakyung, sebelum lelaki itu menaruh lilin dimeja dan mematikan senter ponselnya, Renjun bisa melihat tubuh si gadis masih sedikit gemetar. Dengan posisi memeluk lutut, mata yang memandang sekeliling itu dipenuhi binar takut yang kentara.

"Kau baik-baik saja? Apa lilinnya kurang?" membuka percakapan, Renjun yang sudah mengambil tempat di sampingnya bertanya. Menoleh pada Nakyung yang menatapnya, cahaya keemasan samar yang menyinari wajah cantik si gadis masih bisa memperlihatkan sembab di mata. Membawa memori pada kejadian lalu; piyama mereka memang sudah terpasang dengan benar beberapa saat setelah insiden tadi, tapi tetap saja apa yang terjadi tak bisa dengan mudah dilupakan. Maksudnya, lelaki manapun pasti akan susah abai dengan kejadian ekstrim seperti yang Huang Renjun alami tadi 'kan?

"Huang," mengabaikan pertanyaan Renjun, panggilan Nakyung menyadarkan si lelaki dari lamunannya. Terlihat menggeser diri, ia dekatkan tubuhnya pada Renjun yang padahal hanya berjarak sejengkal dari tubuh si gadis. "Ayo katakan sesuatu yang menarik..."

Pikiran yang belum tuntas di kepala, ditambah tubuh Nakyung yang dirasa lelaki ini terlalu dekat membuat hawa panas kembali terasa di sekitar Renjun. Refleks mengalihkan pandang ke sembarang arah, daripada menyahut si gadis, ia lebih memilih diam. Berusaha menetralkan debaran jantung yang entah kenapa bisa jadi tak normal begini.

"Hei Huang Renjun," panggilannya sekali lagi Renjun abaikan. "Kau tidak akan jadi populer kalau mengatakan hal yang menarik saja tidak bisa--"

"Yang ingin jadi populer itu siapa, huh?!" Renjun protes, akhirnya kembali menatap Nakyung, namun kali ini dengan raut kesal. "Menjadi populer itu sangat merepotkan--"

"Itu yang sering dikatakan orang cupu lho, Huang."

"Waaah," Renjun benar-benar tak habis pikir; gadis ini sungguh pintar membuat orang cepat naik darah dengan ucapannya. "Jadi kau benar-benar ingin mendengar sesuatu yang menarik, ya..." biasanya, ia akan mengabaikan ucapan Nakyung soal kecupuan itu, tapi entah kenapa malam ini rasanya ia tak bisa membiarkannya begitu saja. "Baiklah, akan ku kisahkan sesuatu yang sangat menarik."

We Got 'Married'✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang