- 27 -

654 129 55
                                    

Rantai satu ayunan di taman tersebut, terdengar berdecit pelan seiring dengan gerakan kecil seorang lelaki yang mendudukkinya. Memandang kosong pada sisa istana pasir yang dibuat segerombolan anak sesaat sebelum ia tiba disana, satu tangannya berada di paha sementara satu lagi sedari tadi terlihat tak henti-hentinya mengusap bibir seiring dengan otak yang masih berusaha percaya atas kejadian beberapa jam lalu.

Itu sebuah ciuman sesingkat tiga detik, dilakukan oleh si pemalu Yeh Shuhua yang entah mengapa jadi sedikit agresif hari itu. Sebuah kecupan tanpa rasa yang seharusnya bisa membuat Huang Renjun senang, karena itu bisa jadi sebuah pertanda jika si pujaan hati membalas perasaannya, tapi...

Kenapa justru wajah sayu Lee Nakyung di hari ia kehilangan ciuman pertamanya yang justru terbayang?

"Argh!" Renjun mengerang pelan, rambutnya diacak. Naluri yang memintanya untuk memejamkankan mata seharusnya bisa membawa semua rasa senang akan cinta yang mungkin tak bertepuk sebelah tangan itu keluar, namun saat itu ia malah membeku dengan wajah yang mungkin sulit dimengerti; sesulit apa yang ia rasakan sesudah Shuhua melepas tautan bibirnya.

Tak ada perasaan ingin membalas seperti ketika Lee Nakyung melakukannya dulu, jantungnya bahkan tak berdebar sekencang itu sampai bisa membuat kepalanya terasa kosong, rasa candu yang seharusnya muncul akibat kebahagiaan yang menguar sama sekali tak ada; yang terjadi hanyalah timbulnya sebuah rasa bersalah berkali lipat, karena nyatanya daripada ciuman si perempuan yang nyaris seumur hidup selalu ia cintai, apa yang dilakukan oleh si istri semu--yang bahkan baru bersamanya tak lebih dari dua bulan-- justru lebih membuatnya ketagihan dan...

".... Kau lebih menyukainya, iya 'kan?"

Hampir saja terjatuh dari ayunan tempatnya duduk, suara yang sebenarnya familiar itu sungguh mengejutkan Renjun yang sama sekali tak sadar jika ada orang lain di sana; Kim Chaewon, yang entah sudah sejak kapan berdiri di sampingnya dengan tangan memegangi dua buah minuman kaleng.

"Me-me-me-menyukai? Nakyung tidak ada hubungannya dengan ini ya..."

Kening si lawan bicara mengrenyit, satu kaleng di tangan kanan di goyang-goyang sebelum disodorkan lebih dekat pada Renjun. "Minuman coklat ini...." katanya. "Kau lebih suka merek yang satu ini 'kan?"

"O-Oh, ya..." Renjun yang kesadarannya sudah kembali itu, refleks menyahut pertanyaan Chaewon. Menggerakkan tangan untuk menyentuh minuman rasa coklat itu, tapi sesaat kemudian berhenti ketika menyadari ada yang aneh dengan situasi tersebut. "Kau, kenapa bisa ada disini?"

Melihat bagaimana pertanyaannya direspon, Chaewon menggeleng-gelengkan kepalanya. Kemudian meraih tangan yang membeku itu, salah satu minuman dingin tersebut digenggamkan pada teman satu gedung apartemennya itu, sebelum kemudian duduk di ayunan yang tersisa setelah memastikan kalau kalengnya sudah terpegang erat oleh Renjun.

"Aku sedang dalam perjalanan pulang saat melihatmu duduk dengan wajah mengkerut begitu..." susu kotak stroberinya ia tusuk. "Dan tentu saja sebagai teman yang baik, aku mana bisa mengabaikanmu."

Tawa Renjun terdengar hambar, apa yang dikatakan Chaewon benar-benar menggelitik telinganya; menyebut hubungan mereka sebagai 'teman', lelaki itu rasa sedikit berlebihan.

"Lalu dari bagaimana caramu mengungkit Nakyung..." Kali ini Chaewon berkata sembari menyeruput pendek isi benda yang dipegang. "Sepertinya ini perdebatan yang serius-- soal golden ticket kah?"

Kalau itu Renjun yang biasa, mungkin ia akan sangat terkejut ketika mendengar dugaan yang nyaris tepat itu, tapi karena ini Renjun yang 'setengah logikanya pergi entah kemana' Mata hanya dialihkan dari wajah istri semu Choi Bomin itu, kaleng ditangannya digenggam semakin erat; sebuah kode yang menyiratkan, kalau keadaannya kurang lebih seperti itu.

We Got 'Married'✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang