- 20 -

651 113 23
                                    

Suasana saat akhirnya bel pulang sekolah terdengar, benar-benar terasa berbeda dari biasanya. Siswa yang harusnya terlihat bersemangat karena 'benda keramat' itu berbunyi ditengah pelajaran sejarah korea yang membosankan, kali ini masih saja tetap lesu.

Memang tidak semua, tapi setidaknya 80% siswa menampakkan raut muram bahkan ketika sang wali kelas keluar dari sana; pengumuman yang baru saja di sampaikan Guru Moon benar-benar membuat semua gairah anak kelas tiga yang awalnya tidak sabar ingin mengakhiri mata pelajaran tersebut musnah.

Bukan.

Berita soal ujian tengah semester yang akan dilaksanakan dua minggu kedepan bukan apa yang jadi masalah anak-anak kelas tiga. Mereka tak akan sefrustasi ini hanya karena ujian yang akan dilakukan oleh seluruh angkatan di minggu yang selalu sama setiap tahun, tapi ini karena bagaimana sistem nilai yang akan ditetapkan nantinya.

Nilai yang mereka dapat secara personal, dengan gampangnya akan diakumulasikan dengan pasangan untuk kemudian dimasukkan ke poin pernikahan semu. Maksudnya, mereka yang bulan ini menjadi pasangan 'si pandai' tentu tak punya masalah. Tapi bagaimana dengan Huang Renjun yang dengan kemampuan 'biasanya' di bidang akademis harus melewati ini bersama Lee Nakyung yang --jika diingat-ingat lagi-- tak pernah terlihat menyentuh buku sedikitpun?

"Sekarang aku benar-benar paham apa yang Haechan maksud dengan menyebalkan," Renjun menggerutu sambil memasukkan buku ke dalam tas, berniat mengajak Yangyang yang duduk tepat di depannya untuk berbicara, tapi nampaknya topik yang dibuat sama sekali tak membuat temannya itu tertarik sampai Renjun harus mengarahkan matanya ke punggung yang tetap sibuk dengan kegiatannya.

Tentu. Tentu saja, si jenius Yangyang pasti tak merasa khawatir dengan pengakumulasian nilai karena istrinya saat ini adalah Lee Seoyeon, seorang ketua kelas sebelah yang walaupun dicap sebagai anti-sosial, tapi cukup --bahkan sangat-- pintar untuk bisa masuk dalam jajaran peringkat lima besar paralel.

"Ya, ya. Percuma saja mengeluh soal ini dengan orang yang sudah pasti akan masuk sepuluh besar lagi bulan ini," kata Renjun. "Kau tak akan pernah mengerti perasaan kaum-kaum terpinggirkan sepertiku. Terlebih lagi, hubunganmu dan Lee Seoyeon sudah sebaik itu sampai ia bisa membuatmu menyukainya dan..." Kalimatnya memgambang, apa yang dilihatnya dijam makan siang tadi mampir lagi diingatannya. "Bahkan membuatkan bekal makan siang, yang setahuku sangat sulit didapatkan ketika Haechan menjadi suaminya dulu."

"Kalau tahu mengeluh padaku adalah hal yang percuma, kenapa masih melakukannya?" Yangyang sembari menutup tasnya bertanya. "Lagipula kalau punya waktu untuk mengeluh begitu, bukannya lebih baik digunakan untuk segera memberitahu Nakyung dan mendiskusikannya?" ia sampirkan tas ke punggung. "Kalian sama-sama punya misi untuk segera masuk sepuluh besar agar bisa bertukar pasangan 'kan? Kurasa tak akan sulit memintanya untuk giat belajar jika kau ungkit-ungkit hal itu."

Renjun terdiam, 'ceramah' Yangyang membuatnya menggulirkan mata pada kursi diujung kelas yang menyisakan sebuah tas beserta satu stel seragam yang menggantung rapi di sandaran kursi; karena pertandingan terakhir siswa kelas tiga akan dilaksanakan sebentar lagi, jadi anggota klub sepak bola senior harus berlatih lebih keras agar bisa --setidaknya-- memberikan sebuah piala sebagai kenang-kenangan dan tentu saja, sebagai manajer klub istrinya juga harus ikut serta.

Mengabari lewat pesan, Nakyung bilang pada Renjun jika tak akan bisa mengikuti pelajaran sampai nanti pulang sekolah. Kemudian dengan tidak tahu dirinya meminta lelaki itu untuk membawa tasnya, yang berarti juga harus merapikan seragamnya...

"... Nakyung?"

"Hah?" Nama istrinya yang Yangyang sebut, membuat Renjun tersadar dari lamunan. Dimatanya, si teman itu kini terlihat sedang memandangnya dengan 'aneh'. "I-ini bukan seperti yang kau--"

We Got 'Married'✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang