- 07 -

830 154 25
                                    

Tanpa mengalihkan fokus dari televisi, telinganya mendengar suara pin pintu berbunyi. Terdengar langkah kaki diseret, suara plastik yang terdengar kemudian membuat perhatiannya teralih dengan segera. Menggeser duduk ke ujung sofa, daripada tertarik dengan sosok Nakyung yang sedang duduk sambil melepas sepatunya di teras dalam, plastik putih bertuliskan nama salah satu minimarket dekat apartemennya jadi perhatian Renjun.

Membuat lelaki itu segera berdiri dari duduknya, ekspresi kesal jadi yang memenuhi wajah sepanjang langkahnya menghampiri Nakyung.

"Oh, Huang," Nakyung menyapa, meraih plastik di sampingnya sebelum kemudian berdiri dan memutar badannya menghadap Renjun tanpa berniat menaruh sepatunya ke rak. "Hari ini ajari aku memasak kare lagi--"

"Bahan yang kemarin masih ada dan bisa dipakai. Kenapa kau beli lagi?"

Nakyung menaikkan alis. "Bahan sisa kemarin, mana bisa dipakai lagi? itu 'kan sudah tidak segar dan--"

"Hei, Lee Nakyung-ssi," panggil Renjun. "Yang jadi mentor disini aku, dan sudah pasti aku tahu kapan bahan masih bisa dipakai atau tidak," lanjutnya. "Lagipula, akibat setiap hari membeli bahan, yang lama jadi terpaksa dibuang karena tak kunjung digunakan. Akibatnya uang tunjangan yang seharusnya bertahan sampai bulan depan justru--"

"Kau sekarang sudah semakin mirip ibu-ibu saja, kau tahu?" membalas omelan Renjun, Nakyung menyodorkan plastik yang ia pegang ke dada Renjun dan dengan sigap lelaki itu mendekap plastik yang pasti akan jatuh ketika Nakyung melepasnya. Terlihat memperhatikan jari penuh plester itu, ia yang ingin protes lantas membiarkan pertanyaan si gadis mengambang.

Memikirkan bagaimana jemari Nakyung bisa terluka sebanyak itu ketika memegang pisau membuat Renjun sedikit tak tega untuk mengomelinya lebih jauh. Nakyung tak main-main soal keinginannya untuk belajar memasak, terlebih saat melihat melihat peringkat Hwang Hyunjin tempo hari. Semakin termotivasi dengan alasan ingin menghibur Hyunjin yang mungkin bersedih itu, jemari yang awalnya hanya dipenuhi satu-dua luka, akhir-akhir ini jadi semakin banyak karena kegilaan Nakyung pada pisau. Memaksa diri memotong lebih banyak, padahal sebelumnya gadis itu akan langsung merengek jika terluka atau lelah, hingga ujung-ujungnya Renjun jugalah yang memotong bahan sampai selesai.

"Ya sudah, aku akan siapkan semuanya. Kau ganti baju dulu sana."

Tersenyum puas, bahu Renjun ditepuk Nakyung. "Yoksi," katanya. "Seperti yang kuharapkan dari suamiku tersayang...."

"Su-sudahlah. Cepat saja, aku tak mau mendengar rengekan menyebalkanmu jika waktu makan malam terlewat--"

'Tiiiit'

Suara mesin, membuat senyum itu semakin lebar, terlebih lagi saat matanya mendapati satu angka tambahan di sana. Tanpa kata langsung saja mengangguk, Nakyung yang puas itu meninggalkan Renjun. Masuk ke kamar, sementara Renjun menuju pantry yang langsung berbatasan dengan teras dalam. Menaruh plastik di samping wastafel, saat ia membuka kulkas untuk mencari bahan yang masih bisa dipakai tanpa sepengetahuan Nakyung, plester lusuh yang melilit jemari gadis itu memenuhi pikirannya. Membuatnya menghela nafas, lantas daripada mengeluarkan bahan, lelaki itu justru memasukkan plastik ke dalam kulkas. Menaruh bahan yang baru saja Nakyung beli, sebelum kemudian melangkah menjauhi pantry.

Berjalan menuju teras dalam, kotak P3K yang tepat terletak di atas rak sepatu dibuka Renjun. Mengambil sekotak plester dari dalam sana, suara Nakyung yang tiba-tiba saja terdengar, menghentikan langkah yang sempat hendak tercipta itu.

"Hei Huang! Saat melipat tadi, apa lihat bra tanpa taliku?!"

Menghela nafasnya, tangan Renjun yang bebas naik. Menutupi wajah yang lagi-lagi menguarkan hawa panas itu, tinggal dengan Nakyung nyaris tiga minggu lamanya masih belum bisa membuat Renjun terbiasa dengan apa yang dilakukan gadis itu. Baju minim yang selalu dipakainya, lalu pakaian dalam yang harus selalu Renjun lipat, serta kebiasaannya yang suka menempelkan tubuh dengan jarak terlalu dekat benar-benar membuatnya berkali-kali nyaris lepas kendali. Maksudnya, dianggap Nakyung 'secupu' dan 'secantik' apapun dirinya, Renjun tetaplah lelaki. Jadi tak bisakah gadis itu bersikap waspada sedikit saja terhadapnya?

We Got 'Married'✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang