- EPILOG -

969 108 56
                                    

Itu sebuah hening canggung, yang terselip diantara dua orang yang saling memunggungi; Lee Nakyung dengan tangan memegang kerah baju untuk menutupi leher dan Huang Renjun yang bersila dengan kepala tertunduk dalam. Menutup rapat bibir yang padahal beberapa saat lalu saling menyentuh, lampu ruang tengah yang menyala dengan terang itu memperlihatkan kedua wajah yang sudah sama-sama merona hebat.

Tentu saja.

Apa yang semua orang pikirkan akan terjadi, nyatanya memang terjadi; pergerumulan mereka sungguh tidak benar-benar melebihi kecupan leher dengan dua kancing baju Nakyung yang terbuka.

Sehabis 'permainan' sesingkat sepuluh menit itu, otak yang secara refleks mengirim sinyal bahaya perkara 'sensasi aneh' dari ciuman leher Renjun, membuat Nakyung langsung memegangi tangan lelaki yang hendak meraih kancing ketiga kemejanya dan mengungkit soal keberadaan kamera pengawas di ruang tengah. Menghentikan dia yang sekali lagi berniat menurunkan kecupannya, mata yang kemudian saling menatap dengan pengulangan kalimat dari si gadis membuat sang suami semu membelalakkan matanya.

Huang Renjun yang sadar jika sudah lepas kendali itu dengan cepat mengangkat tubuhnya dari Nakyung. Langsung memunggungi gadis yang juga segera bangkit dari posisi dan setelahnya, tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut keduaya sampai suara detik jarum bahkan bisa terdengar sangat jelas ditelinga suami-istri semu itu.

"Renjun-ah--"

"A-a-aku sungguh minta maaf, Nakyung-ah!" Renjun memutus begitu suara Nakyung masuk ke telinga dan gadis yang sudah membalik badannya pada si lelaki itu bisa melihat tubuh ringkihnya semakin mengerut dengan tangan yang berusaha digenggam sekuat-kuatnya "Ka-kau sangat cantik sekali sampai aku... sampai aku jadi lepas kendali. Tapi sungguh aku--"

Kali ini ucapan Renjun yang terhenti, satu lingkaran tangan pada pinggangnya membuat mata yang sedari tadi fokus pada lantai itu melirik, ia melihat pada Nakyung yang memeluk dari belakang sembari menyenderkan dagu pada bahunya.

"Gomawo."

"Eh?"

"Terimakasih atas pujiannya. Aku sudah sering mendengar itu dari orang-orang, tapi paling merasa senang saat kau yang mengatakannya," gadis itu terkekeh. "Dan harusnya aku yang minta maaf. Aku melakukannya bukan berarti karena kau sudah menyakitiku, hanya saja itu sangat tiba-tiba sampai aku jadi sangat terkejut," jelasnya. "Lagipula Kita ini sudah-- ah bukan. Masih berpacaran 'kan? Makanya kupikir tak apa jika melakukan sesuatu yang sedikit berlebihan..." alisnya terangkat, mata yang saling tatap dalam lirik itu diputusnya. "Maksudku di jaman sekarang orang-orang menganggap yang seperti itu normal. Jadi--"

"Tidak, tidak," Renjun menggeleng dan memutus ucapan Nakyung lagi. "Yang seperti itu bukan sesuatu yang sedikit berlebihan dan normal untuk siswa SMA," tangan Nakyung di lepasnya, tubuh itu dibalik agar bisa melihat secara sempurna wajah gadisnya. "Bagaimana jika aku benar-benar melakukannya dan terjadi kemungkinan terburuknya? Masa mudamu akan sia-sia jika dihabiskan hanya untuk mengurus anak--"

"Jadi kau tidak mau melakukannya denganku?"

"Bu-bukan begitu..." Renjun mengoreksi, perlahan wajahnya terasa panas lagi ketika mata itu beralih dari Nakyung. "Aku ingin, sangat ingin melakukannya denganmu. Ha-hanya saja, maksudku bukan sekarang..."

Nakyung diam menyimak.

"Sesuatu yang seperti itu harusnya dilakukan dengan orang yang dicintai ketika sudah menikah--'

"Aku sudah mencintaimu dan kita tinggal bilang saja pada orang tua kalau ingin menikah secepatnya."

"Hah?"

We Got 'Married'✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang