- 32 -

741 114 60
                                    

Kering yang mendera tenggorokan pasca menangis hampir satu jam lamanya, membangunkan Nakyung yang tertidur karena kelelahan. Mengerjap memandangi langit-langit apartemen, diamnya gadis itu jadi tanda bahwa ingatannya sedang menyusun lagi peristiwa yang membuatnya jadi begini.

Melewatkan bagian paling menyakitkan di malam itu, memori soal sosok Bomin yang mendengarkan cerita sampai menuruti permintaannya untuk menemani di apartemen membuat gadis itu bangkit dari posisinya. Menolehkan kepala kesana-kemari untuk mencari si rekan satu klub dari posisinya, namun sayangnya bukan Choi Bomin-lah yang ia temukan; melainkan Huang Renjun yang menaruh kepala di meja sofa, lelaki itu tertidur sepertinya.

Menghela nafas, rasa kesal yang tentu saja belum hilang membuat Nakyung memutar bola matanya; gadis itu berniat pindah ke kamar dan melanjutkan tidurnya, melihat punggung Renjun saja sudah benar-benar membuatnya mual, ia tak tahu apa yang mungkin bisa terjadi jika tetap berada disana sampai si lelaki bangun.

Bersiap menurukan kaki untuk dari sofa, gerakan Nakyung tertahan begitu menyadari ada sesuatu yang menutupi bagian tubuh tersebut. Terpaku pada kain lebar berwarna biru dengan motif kotak merah itu; selimut yang menghangatkannya milik Renjun.

Pandang beralih pada punggung kekasihnya, lelaki yang masih memakai sweater rajut coklat sebagai luaran dari kemeja berwarna denim itu bahkan tak memakai apapun sebagai penghangat tubuh. Justru tertidur disana seolah suhu dingin malam hari bukanlah apa-apa.

Dengusan tawa terdengar, satu hal yang paling Lee Nakyung benci menjadi perempuan; bagaimana perasaan bisa lebih mendominasi daripada akal sehat.

Menjadikan munculnya rasa tak tega ketika memikirkan Renjun mungkin bisa terkena flu jika terus dibiarkan tidur seperti itu, selimut yang membalut kakinya tadi dipindahkan ke tubuh suaminya. Menutupi tubuh ringkih itu sekenanya, Nakyung sebisa mungkin berusaha mengontrol perasaannya; ia tak mau kehilangan marahnya begitu saja hanya karena merasa kasihan pada Huang Renjun yang padahal sudah menyakitinya. Membuatnya menangis di depan lelaki lain sampai memeluk dan ujung-ujungnya tertidur di samping Choi Bomin begitu.

"Untung itu hanya Bomin," Nakyung bermonolog sembari melepas kain ditangannya. Kesal yang kembali rupanya sudah cukup hingga membuatnya tak jadi merapikan selimut di tubuh lelaki itu. "Kalau sampai orang lain, pasti rasanya akan sangat malu sekali. Lagipula, lelaki cupu sepertimu pasti tak akan merasa cemburu hanya karena aku menghabiskan waktu berdua bersama rekan satu klub..."

Kalimatnya terjeda, rasa sakit yang menyesakkan dada kembali dan pandangan sayang itu jadi sinis lagi. Mengingat bagaimana Huang Renjun lebih memilih Shuhua ketimbang dirinya benar-benar membuat gadis itu tak bisa menahan marah yang kali ini sudah menguasai diri sepenuhnya.

"Kalau kau sebegitu menyukai Shuhua, lebih baik tidak usah pulang saja dasar--"

Kaki yang hendak menendang tubuh suaminya itu terhenti bersama kalimatnya. Menarik anggota tubuh yang bahkan sudah berjarak tak lebih beberapa senti dari target, apa yang ada di meja sepertinya lebih menarik perhatian; itu sebuah kertas kumal yang nampaknya terdiri dari sobekan-sobekan yang disatukan kembali.

Membungkukkan badan agar bisa membaca lebih jelas tulisan yang ada, alisnya naik begitu sadar jika itu adalah kertas 'seratus hal yang ingin dilakukan bersama pacar' miliknya, yang Nakyung sobek sedemikian rupa saat sesi curhatnya bersama Bomin tadi; padahal dia sudah membuangnya ketempat sampah dan bahkan bentuknya sudah tak terlihat lagi, tapi bagaimana Huang Renjun bisa menyadari jika itu adalah daftar miliknya?

"Dan apa maksudnya menyatukan kertas ini kembali?" Niat untuk masuk ke kamar hilang, Lee Nakyung memilih untuk berjongkok disana. "Jika mau mengambil hatiku, yang seperti ini mana cukup..."

We Got 'Married'✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang