- 08 -

886 140 28
                                    

Punggung yang dilapisi sweater merah muda itu jadi apa yang dipandangi Renjun sepanjang langkahnya di koridor lantai tiga. Tatapannya menunjukkan keheranan yang kentara.

Sehabis memaksa Nakyung mengambil jaket untuk dipakai keluar apartemen, gadis yang awalnya terlihat sangat antusias mengajaknya pergi itu tiba-tiba saja berubah jadi ketus. Membiarkan pertanyaan Renjun soal keadaannya mengambang, dengan nada marah ia perintahkan lelaki itu untuk menjaga jarak dengannya. Membuat si lelaki akhirnya mau tak mau jadi berjalan di belakangnya begini, alih-alih berbarengan seperti biasa.

"Lee Nakyung-ssi..." dengan suara rendah, ia panggil nama si gadis. Dengan perlahan menjulurkan tangan, berusaha untuk meraih bahunya. "Kau baik-baik saja--"

"Jangan sentuh aku, bodoh!" entah dapat firasat darimana, Nakyung bisa dengan tepat memprediksi keinginan Renjun untuk menyentuhnya. Langsung menepis kuat tangan lelaki itu, hingga mungkin bisa saja terlempar jauh jika Tuhan menciptakan anggota tubuh yang satu ini dengan sistem 'lepas-pasang'. "Dan jangan sok perhatian dengan bertanya seperti itu ya. Aku tidak akan tertipu kali ini, Huang!"

Mengerenyitkan dahi sangat dalam, kebingungan Renjun semakin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah anak tangga yang mereka naiki. "Tertipu?" ia bertanya, berusaha menjajarkan langkah dengan Nakyung yang --walaupun tak protes akan keberadaan Renjun di sampingnya-- masih tak mau menatapnya. "Apa yang kulakukan sampai kau merasa tertipu begitu?"

Nakyung menghela nafas. Langkahnya dihentikan, tangannya terlihat naik. Dengan gemas hampir saja menunjuk tepat ke arah wajah Renjun, desisan kesal berhembus panjang dari mulutnya. "Inilah yang jadi masalahmu, Huang. Kau itu terlalu cupu."

"Hah?"

"Sudahlah, lupakan saja," tangannya dikibas-kibaskan ke udara sebagai bentuk mempertegas kalimat. "Apa yang kuharapkan dengan merasa tertipu oleh lelaki sepertimu?"

"Makanya itu, tertipu apa maksudmu? Aku tak akan bisa mengerti jika kau diam saja--"

"Ya, ya, sebaiknya kau diam. Kita sudah hampir sampai di apartemen Nana," putus Nakyung. Bergerak menggapai pergelangan tangan Renjun, kaki mereka kembali naik. Sekitar dua langkah, sebelum sampai di lantai empat. "Tepat di samping tangga ini," lanjutnya sambil menunjuk sebuah pintu apartemen yang tertutup.

Lantas tanpa melepas pegangannya, Nakyung kembali membawa Renjun melangkah. Pasrah, karena hanya itu yang bisa ia lakukan jika tak ingin gadis ini kembali merajuk. Maksudnya, diabaikan tanpa tahu apa kesalahanmu seperti ini benar-benar sangat tidak enak 'kan?

Lepasnya pegangan tangan Nakyung bersamaan dengan langkah yang berhenti, menyadarkan Renjun dari lamunannya. Refleks melakukan hal yang sama, berdirilah ia di samping si gadis. Membiarkan perempuan itu menekan bel di samping pintu, sementara yang dilakukan Renjun adalah memandangi sekitaran apartemen.

"Oi, Huang. Kenapa diam saja? Ayo sapa Nana dan Chaewon."

Sikutan pelan pada rusuknya, menghentikan pengamatan Renjun. Segera menoleh pada pintu yang ternyata sudah terbuka, senyum canggung lelaki itu menjadi respon. "A-ah, selamat malam. Maaf menganggu kalian. Aku Huang Renjun--"

"Hei, santai saja," suara lain terdengar memutus ucapan Renjun; itu Na Jaemin yang sedang terkekeh. "Kita 'kan bersekolah di tempat yang sama dan seangkatan. Tak perlu kaku begitu."

"Benar, Renjun-ah," si perempuan, yang Renjun tahu bernama Kim Chaewon menyahut. "Kita juga pernah sekelas sewaktu kelas dua-- ah, jangan bilang kau tak ingat?"

"Tentu. Tentu aku ingat," sahut Renjun, nada canggung masih menghiasi suaranya. "Kim Chaewon 'kan?"

Chaewon terlihat tersenyum senang, sementara Jaemin mengangguk-anggukkan kepala. Langsung fokus pada Nakyung yang berdehem, kekehan pasangan Chaewon itu terdengar lagi.

We Got 'Married'✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang