14. -- I'm Not Sure --

11.8K 531 42
                                    

*********

Andin menggenggam tangan Aldebaran yang masih melingkar di pinggangnya, Aldebaran menciumi Andin berkali-kali; tengkuknya, lekuk leher bagian samping, daun telinga, dan setiap sudut punggung Andin yang masih tertutup piyama merah.

Tak lama, suara Al sudah tak terdengar lagi, hanya suara nafas nya yang dapat Andin dengar. Suara detik dari jarum jam di sudut ruangan kamar mereka pun terdengar lebih keras dari biasanya. Al dan Andin menjadi sangat sunyi setiap kali mereka selesai melakukan aktifitas itu- kecuali jika Aldebaran melawan kantuknya dan memilih bersenda gurau dengan Andin. Namun mungkin kali ini, kantuknya yang datang setelah berhubungan jauh lebih kuat dari biasanya.

Andin tersenyum, merasakan suaminya menggeliat di balik punggungnya. Aldebaran semakin erat memeluk Andin, dia sedikit menggeser tubuhnya untuk naik ke atas, membuat Andin kini berada lebih rendah di bawah dagu Aldebaran.

Al merentangkan lengannya, untuk menggantikan bantal yang Andin tiduri. Kini Andin tidur di lengan Al dengan posisi Al berada di balik punggung Andin. Pria itu melingkarkan tangan nya memeluk Andin dari belakang dengan sesekali mengelus lembut perut Andin yang baby bump nya sudah sangat terlihat dan dapat dirasakan.

Satu jam setelah nya, Aldebaran mulai terbangun, sayup-sayup dia melihat tidak ada lagi istri di sebelahnya. Dia menggeliat, menarik nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan.

Matanya berkedip-kedip beberapa kali. Lalu dia mengedarkan pandangannya ke setiap sudut kamar yang sudah terang sebab cahaya matahari sudah masuk ke dalam. Lampu kamar juga sudah menyala.

Pria itu masih mengamati kamarnya, mencari Andin yang sepertinya tidak ada disana.

"Andiiiin" teriaknya dengan suara berat khas bangun tidur. Suaranya tak cukup keras untuk membuat Andin mendengar itu.

"Ndiin, kamu di kamar mandi?" teriak Al lagi.

Namun tidak ada jawaban dari sosok bernama Andin yang pagi buta sudah membuat Al bergejolak itu. Al mencoba bangkit, dengan tubuh yang masih tidak terbalut apapun, dia memegangi selimutnya,

"Emmh" Al mengerucutkan bibirnya, sambil masih terduduk di balut selimut kamarnya yang hangat. "Andin kok gak bangunin gue sih" ucap Al pelan.

Tak lama, terdengar suara pintu dibuka. Al buru-buru masuk ke dalam selimutnya, karena walaupun dia yakin itu Andin, karena tidak ada yang berani masuk kamar Aldebaran sebelum mengetuknya.

Dan tentu Andin tidak perlu melakukannya karena dia adalah istri dari pemilik kamar meskipun kini pemiliknya sudah terjajah. Namun tetap saja, kamar yang sudah sangat terang itu akan membuat Andin melihat dengan jelas tubuh bagian atas Aldebaran terbuka.

"Mas.. udah bangun kamu?" suara lembut Andin dengan sopan masuk ke gendang telinga Aldebaran

"Kamu kok gak bangunin saya?" tanya Al
"Gak tega banguninnya, boboknya nyenyak banget sih kamu mas"
"Tapi kan saya harus ke kantor"

"Ini kan sabtu mas, masa masih ke kantor sih?"
"Ya walaupun sabtu tapi ada berkas yang udah numpuk dan harus saya tanda tangani, Rani udah nunggu saya di kantor pasti ini, kasian dia kan mau weekend-an juga, abis itu saya juga ada meeting diluar sama Client saya"

"KERJAAAA TERUUS KAMU MAS" Andin mendengus kesal, sembari menaruh satu cangkir teh hangat di atas meja di samping ranjang.

"Mas kenapa kaya kepompong gitu sih?" tanya Andin. Dia mengamati dari atas hingga bawah, tingkah laku Al yang menggemaskan. Pria itu menggulung dirinya di dalam selimut dan hanya menyisakkan kepala nya yang terlihat. Andin terkekeh, sedangkan Aldebaran terlihat memasang wajah judesnya

SECRET 1 : Story Before DEBARANDINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang