Jodoh di Tangan Tuhan

131K 4.4K 133
                                    

Maafkan aku yang terlalu lama mati suri dari dunia kepenulisan. Tapi Inshaallah mulai hari ini aku bakal up lagi!

"Memangnya, Pak Juan itu punya anak laki-laki Pa?" Tanya Raisa sembari membolak-balik majalah fashion di tangannya.

Miswar mengalihkan atensinya dari televisi ke arah Raisa. "Iya, anak pertama pak Juan itu laki-laki." Jawab Miswar dengan nada tenang.

"Dia yang akan dijodohkan sama kamu, Sa." Sahut Arini yang berjalan dari arah dapur sembari meletakkan kopi di depan sang suami.

Raisa menatap keduanya dengan tatapan ragu.

Dijodohkan? Yah rencana itu memang sudah beberapa kali Raisa dengar dari papa dan mamanya. Sebelum ini, dia pikir kedua orangtuanya tidak serius dengan rencana itu.

"Mama dan Papa yakin mau jodohin aku sama anaknya pak Juan?" Perempuan itu meletakkan majalahnya sembari menanti jawaban Arini dan Miswar.

"Kamu keberatan?" Tanya Miswar retoris. Raisa terdiam sejenak lalu menggeleng.

"Enggak, aku cuma bingung aja sama rencana ini. Apa sudah ada pembahasan sebelumnya?"

"Papa dan pak Juan adalah kawan lama. Kami bekerja sama dalam bisnis dan sudah melakukan pembahasan ini sejak beberapa tahun silam." Jelas Miswar.

"Siapa nama laki-laki itu Pa?"

"Namanya Rasya Ardjati Juanda." Sahut Arini cepat. Perempuan itu tampak antusias, melihat dari wajahnya yang berseri-seri menyebutkan nama laki-laki itu.

"Dia laki-laki yang baik dan sopan. Dia juga seorang pengusaha sukses bahkan bisnisnya sudah merambah ke luar negri. Kamu tidak perlu khawatir, dia sebanding dengan kamu." Imbuh Miswar.

"Bukan itu maksud Raisa pa, sesukses apapun dia, Raisa tetap ingin mengenal lebih dekat. Jadi aku pikir, sebaiknya jangan buru-buru."
Mendapati jawaban sang anak, Arini dan Miswar saling bertatapan sembari menghela nafas.

"Kami sebagai orang tua mendukung apapun keputusan kamu. Tapi bagaimanapun, kita juga berharap kamu akan menerima perjodohan ini, apalagi umur kamu sudah hampir tigapuluh tahun." Pinta dua orang itu. Bukan hal yang aneh jika orangtua ingin melihat anaknya menikah kan? Tentu itu juga yang dirasakan Arini dan Miswar saat ini.

"Kenapa nggak sama Denara aja Pa?" Pertanyaan Raisa tampaknya di luar dugaan Arini serta Miswar.

"Seperti yang papa bilang, Anaknya pak Juan itu sangat dewasa, dia laki-laki yang baik dan sopan. Kalau kita jodohkan dengan Denara, takutnya justru akan merusak keadaan. Kamu tahu sendiri kan adikmu itu seperti apa. Dia sekolah aja nggak mau, papa nggak ingin pak Juan kecewa."

Raisa mengangguk mengerti. "Begitu ya,"

"Kami akan beri waktu untuk kalian berkenalan terlebih dahulu, mau ya nak." Pinta Arini.

Raisa tersenyum, "Iya Ma, Raisa mau. Aku sebenarnya punya target menikah setelah lulus S3. Tapi kalau jodohnya datang lebih cepat, Inshaallah aku siap."

Berbeda dengan tiga orang yang tengah tersenyum, dalam perbincangan hangat di ruang keluarga itu, Denara justru merasa muak pada kesenangan mereka.

Bukan kali pertama gadis itu mendapati pemandangan seperti sekarang. Rasanya tidak pernah kebal, tetap muak dan menyebalkan.

"Sial, bisa-bisanya kak Raisa mau dijodohin. Sama siapa tadi namanya? Ardjati. Ah cuma itu yang bisa gue dengar." Gerutu Denara dari balik pilar tinggi di dekat kamarnya.

"Laki-laki itu sangat suka dengan perempuan yang mandiri dan pintar, maka tidak akan cocok jika sama Denara." Ujar Arini yang samar-samar Denara dengar.

"Terus! Banding-bandingin aja!" Geram gadis itu.

Pemandangan yang dilihatnya justru seperti neraka baru.
Denara selalu merasa menjadi anak tiri di keluarganya sendiri. Bagaimana tidak, papa dan mamanya selalu seenaknya mengatai dia, semau mereka.

Memang betul, Denara adalah anak paling bebal dan sulit diatur. Benar-benar berbeda dengan Raisa, sang kakak.

Sejak kecil, Raisa sangat hobi belajar. Juara kelas adalah agenda setiap semester yang tidak pernah absen. Selain itu, perempuan yang kini sedang berjuang meraih gelar S3nya kerap kali memenangkan berbagai macam perlombaan.

Terlebih, Raisa juga sangat cantik, kecantikannya alami bahkan tanpa make-up sekalipun. Banyak sekali laki-laki yang datang silih berganti menjadi teman dekat Raisa, yah meski Denara tahu mereka hanya modus pada kecantikan sang kakak.

Yang menambah nilai plus Raisa adalah, dia orang yang gigih dan terampil, perempuan itu berhasil memimpin salah satu cabang perusahaan milik sang ayah.

Sedangkan Denara, huh.. Dirinya sendiri bahkan ikut miris untuk mendeskripsikannya. Beberapa tahun lalu, setelah lulus SMA, Denara masuk salah satu perguruan tinggi. Dia terpaksa dikeluarkan karna selama satu semester gadis itu hanya masuk tiga kali.

Sebenarnya bukan hanya itu saja, sejak SMA Denara sudah sering bolos-bolosan, gadis itu sangat tidak suka suasana sekolah yang membosankan. Kecintaanya pada rebahan membuat kedua orangtuanya geram.

Kini, usianya sudah menginjak duapuluh lima tahun, selain menganggur, Denara juga lebih sering menghabiskan waktu dengan bermain bersama teman-temannya.

Mempunyai kehidupan yang bebas membuat Miswar dan Arini kehabisan akal untuk mengatur anak bungsunya. Yang mereka lakukan hanya membandingkan keberhasilan Raisa dengan kemalasan Denara, berharap sang anak mau termotivasi.

Denara kembali memasang baik-baik indra pendengarannya, demi mencuri dengar perbincangan menarik antar Raisa dan kedua orangtuanya.

"Mau papa kasih nomornya aja apa gimana? Biar kalian bisa berkomunikasi lebih intens." Celetuk Miswar.

"Kayaknya nggak perlu Pa, papa dan pak Juan atur aja kapan kita bisa ketemu buat kenalan." Tentu Raisa adalah perempuan yang realistis, dia tidak begitu percaya pada kenalan-kenalan dengan media maya. Raisa lebih suka bertemu langsung dan berbincang untuk lebih mengenal karakter orang yang akan dekat dengannya.

"Kalo begitu besok sore saja, biar dia ke sini. Semoga kalian bisa mengenal lebih dekat." Tutur Miswar.

"Baik, Pa." Rencana itu langsung Raisa setujui.

"Mama harap kalian bisa cocok." Lagi-lagi Arini bersorak senang.

Denara tersenyum kecil. Catat Denara, besok sore.

Otak licik Denara spontan mendapat ide. Sebagai perempuan yang akalnya sering digunakan untuk mengelabuhi orang, tentu ini bukan hal sulit bagi Denara.

"Lihat aja, gue punya ide menarik buat bikin rencana kalian gagal. Enak aja, kak Raisa yang udah perfect gitu mau dijodohin sama orang kaya dan sukses. Bisa makin menjadi-jadi papa bandingin gue sama dia." Rasa tidak suka Denara semakin berkobar.

Baginya, hidup Denara akan bertambah seperti di neraka jika Raisa mendapat nasib yang selalu baik.

Tentu bukan kabar menyenangkan jika hal itu terjadi. Jika Tuhan tidak bisa memberi sedikit jalan terjal pada Raisa, maka Denara yang akan melakukannya.

Bukan melawan takdir, hanya sedikit bermain-main pada nasib orang saja. Denara juga bukan orang yang jahat, tapi anak yang tumbuh dengan keseharian mendapat tatapan remeh serta perbandingan yang menyakitkan.

Maka beginilah jadinya...

TakeawayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang