Tokk..tok..tok!!
Denara bergegas mengecilkan api penggorengannya saat suara ketukan pintu menginterupsi.
Tumben ada tamu
Gumamnya dalam hati, mengingat setelah dua tahunan tinggal di salah satu rumah Bu Sisca, Denara jarang sekali menerima tamu. Apalagi sore-sore seperti ini.
Tak ingin larut dalam rasa penasaran, perempuan itu langsung ke arah ruang tamu.
Tangannya membuka kunci, dan terpaku saat melihat siapa yang datang.
"Mas Djati,"
Pertama, Denara tahu jika seminggu yang lalu, tepat setelah mereka jalan-jalan dan tes STD, Djati langsung pamit ke Jakarta.
Kedua, perempuan itu tak pernah membagikan alamat tempat tinggalnya pada Djati. Beberapa waktu sebelumnya, Denara dijemput dan diantar laki-laki itu sebatas sampai depan sekolah tempat Denara bekerja.
Lalu, bagaimana dia bisa sampai di sini? Ah, pasti Bu Sisca.
"Mas Djati kenapa tiba-tiba disini, bukannya udah pulang ke Jakarta?"
"Aku bilang cuma pulang sebentar dan balik lagi."
"Darimana bisa tahu alamat tempat tinggalku?"
"Nggak disuruh masuk dulu? Nggak enak banget ngobrol sambil berdiri gini." Ujar Djati pelan membuat Denara mau tidak mau melebarkan pintunya.
"Silahkan masuk,"
Djati tersenyum kemudian melangkah ke ruang tamu.
"Nyaman juga rumah kamu, sederhana tapi rapi."
"Rumah Bu Sisca," ralat Denara takut jika laki-laki itu lupa.
"Oh iya, tapi tetap saja yang tinggal di sini dan merawat rumahnya kan kamu juga."
"Jadi ada perlu apa Mas Djati tiba-tiba ke sini?" Denara tampak tidak ingin basa-basi.
"Ini," laki-laki itu menyerahkan sebuah paper bag dan amplop besar ke arah Denara.
Denara menatap ke dalam paper bag yang Djati bawa. Dari luar ia tahu tas itu berisi beberapa makanan.
Mungkin oleh-oleh dari Jakarta. Pikirnya.
Matanya beralih ke amplop coklat besar di pinggir meja. Ah, perasaan Denara mendadak tidak enak setelah mengingat sesuatu.
Jangan-jangan
Tangannya menjauh dari amplop, padahal sebelumnya Denara sudah memegangnya.
"Ini hasil tes seminggu lalu dari rumah sakit. Ada dua keterangan, satu punyaku, satu punyamu."
"Sebenarnya pihak rumah sakit udah kirim file lewat email. Tapi aku belum membukanya. Kita buka sama-sama aja."
Ucap Djati saat menyadari raut wajah Denara berubah pucat.
"Mas Djati aja yang buka," Djati menghela napas lalu meraih amplop tersebut.
Ia mengambil 2 lipatan kertas dari sana.
"Buka punyaku, biar aku yang buka punyamu." Ucapnya kemudian.
"Punya mas Djati ngga perlu dibuka, hasilnya udah jelas pasti clean." Denara tak mengindahkan permintaan laki-laki di depannya.
"Buka aja apa susahnya,"
Mau tak mau Denara menurut.
Benar, hasil milik laki-laki itu memuaskan. Denara juga sudah menebak sejak awal jika laki-laki di depannya bersih.
![](https://img.wattpad.com/cover/275441078-288-k734695.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Takeaway
ChickLitMasalah ini bermula dari rasa iri Denara pada Raisa, sang kakak yang selalu sukses dalam hal apapun. Raisa, si sulung yang pintar dalam bidang akademis, sukses di bisnisnya dan juga cantik di mata banyak pria. Perempuan duapuluh delapan tahun itu s...