Extra Part

58.6K 2.3K 26
                                    

Denara menatap sang suami setelah meletakkan bayinya di box khusus. Tatapannya menyiratkan banyak pertanyaan membuat Djati mengernyit heran.

"Kancingnya sayang," ucap laki-laki itu lalu beranjak membenarkan kancing daster Denara yang memang masih terbuka.

"Aku jadi nggak fokus kalau kebuka gini," imbuhnya sambil tertawa, berusaha mengurai aura yang sepertinya tidak akan berakhir baik.

Denara terlihat acuh kemudian menyandarkan punggungnya di kepala ranjang.

"Kamu kenapa?"

"Aku yang seharusnya tanya kamu kenapa!"  Balas Denara, suaranya pelan, namun terdengar penuh penekanan.

Ia kemudian mengambil amplop di bawah bantal dan memberikannya pada Djati.

Tak ingin banyak bertanya, laki-laki itu segera membuka surat yang Denara berikan.

Di dalamnya berisi ucapan selamat atas kelahiran buah hati Denara dan Djati. Sekaligus permintaan maaf karena terlambat mengirim kado.

Tidak ada yang salah dari kata-kata di amplop tersebut. Lalu apa yang membuat Denara terlihat sekesal ini?

Oh Djati tahu sekarang, mungkin Denara merasa ganjil dengan nama pengirimnya.

Papa-Mama dan Keluarga

"Aku udah hampir setahun nikah sama mas Djati. Tapi sepertinya masih banyak hal yang belum aku tahu. Mas Djati terlihat menyembunyikan banyak rahasia dari aku."

"Apalagi ini? Ibu mas Djati udah nggak ada. Papa mas Djati juga udah pergi saat kamu kecil. Terus siapa yang mengirim paket kado tadi pagi? Apa iya nama pengirimnya salah ketik?!"

Djati menghela napas pelan, lalu menatap kedu bayi cantiknya yang kini genap berusia dua bulan.

"Kita ngobrolnya di tempat kerja aku aja ya, jangan di sini. Kasihan kalau Ashana dan Ishana terganggu."

Denara ingin menolak, tapi urung setelah tahu ucapan sang suami ada benarnya.

Perempuan itu mengekor di belakang Djati menuju ruang kerja, yang bersebelahan dengan kamar utama.

Denara memilih duduk di sofa, membiarkan Djati mencari entah apa di dalam laci meja kerjanya.

Tak lama kemudian, ia kembali membawa album foto yang sudah terlihat usang.

"Ini album foto lama keluargaku." Laki-laki itu membuka lembaran demi lembaran album, lalu berhenti pada sebuah foto pernikahan.

"Ini foto waktu ibu menikah. Nah, ini aku, kalau nggak salah saat itu umur tiga belas tahunan."

"Ibu nikah lagi setelah papa mas Djati nggak ada?"

Djati mengangguk cepat, "Benar, sama Om Broto, namanya."

"Bukan pernikahan yang didasarkan cinta. Tapi ada kepentingan di antara mereka." Denara terdiam, ia bingung.

"Ibu memutuskan menikah dengan Om Broto ketika kondisi kehidupan kami benar-benar sulit. Setelah papa pergi, kami hidup serba kekurangan. Terkadang masih ada ancaman yang datang bahkan teror yang tak jarang membuat ibu semakin tertekan."

"Sementara Om Broto membutuhkan ibu untuk menutupi skandal perselingkuhannya dengan istri salah seorang perwira TNI."

Denara tak ingin menjeda ucapan Djati, ia masih diam sembari sabar menanti penjelasan lengkap dari sang suami.

"Pernikahan mereka hanya berjalan di atas kertas. Tapi ya namanya sering bersama, akhirnya Marwa lahir."

Denara tidak menyangka jika Djati dan Marwa beda ayah. Dulu ia sempat memikirkan hal ini. Tepat saat tahu ayah Djati pergi ketika laki-laki itu masih kecil.

TakeawayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang