Bikin Pusing Kepala Sebelah

41.1K 2.6K 44
                                    

"Apaan sih mas, jangan kebanyakan bercanda. Enggak lucu tau!" Cibir Denara mendengar ucapan Djati barusan.

Laki-laki itu beranjak dari kursi saat Denara membereskan alat cukurnya. Djati juga tampak tidak terlalu berminat untuk menanggapi cibiran Denara.

"Bagus juga hasil kerja kamu, udah cocok banget merawat suami dan anak-anak." Ucapan Djati semakin membuat Denara gerah. Kali ini benar-benar gerah.

"Karena urusannya udah selesai, mas Djati juga udah makan dan potong rambut, sebaiknya sekarang pulang."
Denara menatap lurus ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul enam sore.

"Udah hampir malam," lanjutnya tak ingin basa-basi.

Djati kembali duduk, lalu menatap cermin di hadapannya. Laki-laki itu tentu saja bisa melihat Denara dari pantulan cermin. Mengingat posisi keduanya memang sama-sama menghadap kaca.

Djati tahu Denara tidak nyaman, tapi mulut dan hatinya seperti tidak bisa menahan lagi.

"Pikirkan baik-baik, aku serius dengan ucapanku. Sama sekali nggak ada maksud bercanda."

Laki-laki itu meraih jaket yang tadi sempat ia lepas, mengenakannya dengan cepat lalu berbalik menghadap Denara.

"Karena kamu nggak mau aku di sini sampai malam, berarti ini waktunya aku pamit. Tapi ingat, aku bakalan main lagi."

"Oh iya, jangan lupa masak, aku pasti akan sering-sering numpang makan."

Denara termenung di ruangannya mengingat ucapan Djati beberapa waktu lalu.

Ini adalah hari pertama Denara kembali mengajar, anak-anak yang begitu semangat sejenak melupakan kegalauan yang tengah perempuan itu rasakan. Namun, setelah jam mengajarnya selesai, Denara kembali murung.

"Miss Denara sehat?" Pertanyaan seseorang dari arah pintu membuyarkan lamunan Denara.

"Ah, Bu Sisca, Alhamdulillah saya sehat bu. Bu Sisca apa kabar?"

"Baik juga, ini kenapa belum pulang?"

"Kebetulan saya masih mengurus absensi siswa, bu. Jadi pulangnya sedikit terlambat."

"Oh begitu, tapi kalau boleh saya saran, Miss Denara jangan bekerja terlalu keras. Di sekolah ini masih ada staff yang bertugas menyusun absensi siswa."

"Selain itu, saya tahu Miss Denara sedang banyak pikiran, tidak masalah jika ingin menyelesaikan masalah pribadi terlebih dahulu. Izin beberapa hari juga boleh sampai masalahnya benar-benar selesai."

Denara sedikit mengernyit, Bu Sisca merupakan petinggi di Yayasan tempat Denara mengajar.

Saking dekatnya dengan guru dan staff, perempuan baik itu tak pernah gagal memahami kondisi para bawahannya. Tapi jujur saja ucapannya barusan membuat Denara bingung.

"Mak-maksud ibu? Saya memang sedang memikirkan sesuatu, tapi sama sekali tidak mengganggu aktivitas mengajar di kelas. Jadi, sepertinya tidak perlu sampai mengajukan izin."

"Tapi saya rasa kali ini lumayan berat bukan? Bahkan Pak Djati sampai harus menyusul Miss Denara ke sini,"

"Ah, ma-mas Djati, apa hubungannya bu?" Denara menebak pasti ada yang tidak beres.

"Sebelumnya saya minta maaf, karena mungkin ini terlalu masuk ke urusan pribadi Miss Denara. Tapi, pak Djati sempat meminta bantuan pada saya."

"Beliau bilang sebenarnya Miss Denara kemari beberapa tahun lalu untuk kabur. Pak Djati mengungkapkan jika seharusnya Miss Denara dan dirinya menikah setelah dijodohkan. Tapi karena Miss Denara menolak, jadi kabur ke Jogja."

TakeawayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang