Rencana Licik Part-2

50.4K 3K 36
                                    

"Gimana pertemuan kalian sore kemarin?" Tanya Arini pada Raisa di sela-sela sarapan mereka.

Denara tersenyum samar mendengar pertanyaan Arini, Dia nggak akan datang selama rencana Dena masih berjalan. Ujarnya licik di dalam hati.

Raisa menggeleng pelan. "Orangnya nggak datang ma. Lagian, aku rasa nggak perlu terburu-buru." Ujar Raisa dengan nada cukup tenang.

Orang cakep mah santai, mati satu tumbuh seribu. Desis Dena tidak terima mendapati kenyataan itu.

"Pa, beneran anaknya pak Juan nggak datang?" Tanya Arini dengan raut tampak kecewa.

"Sepertinya dia banyak kerjaan ma. Atau ada acara sampai lupa memberi kabar pada papa."

"Tapi rencana perjodohannya tetap berjalan kan?"

"Sejauh ini kesepakatan papa dan pak Juan masih sama, tidak ada yang berubah."

"Mama panik banget sih, kak Raisa aja santai." Celetuk Dena membuat Arini berdecak.

"Kamu nggak usah ikut campur." Serunya.

Denara mendengus sembari meletakkan sendok dan garpu. Dia sudah selesai dengan sarapannya.

"Mau ke mana kamu?" Tanya Miswar, sesaat setelah Denara beranjak dari meja makan.

"Balik ke kamar Pa, Denara mau tidur lagi."

"Astaga Dena, kamu itu sudah besar. Sudah bukan waktunya malas-malasan, malu sama umur." Sahut Arini.

"Mandi sana, coba cari kerjaan di luar. Jangan cuma malas-malasan nggak jelas kaya gini. Papa sama mama nggak mau punya anak nggak ada masa depannya." Cetus Miswar membuat Dena semakin geram.

"Uang papa dan mama kan udah banyak, nggak ada salahnya menikmati hidup. Yang ada di pikiran kalian cuma kerja-kerja-kerja. Dena nggak suka cara hidup begitu." Bantah gadis itu yang sontak membuat semua orang melotot.

"Dena, kamu itu kalo dikasih tahu jangan membantah. Mama sama papa itu benar, kamu harus memperjuangkan masa depan kamu sendiri. Jangan bergantung sama orangtua." Raisa mencoba menengahi.

"Terus aja kalian mojokin Dena, lagian ini bukan pertama kalinya, dari kecil memang Dena udah paling beda di antara kalian. Setiap kali Dena memilih jalan hidup sendiri, papa dan mama selalu menentang."

"Pilihan kamu itu tidak pernah sesuai dengan prinsip keluarga ini Denara,"

Dena menghela nafas, sejak kecil Dena bercita-cita menjadi koki. Tentu tidak ada yang salah dengan keinginan itu, namun berbeda di mata Miswar dan Arini, mereka yang sama-sama dibesarkan di tengah keluarga pembisnis yang sangat ambisius dengan saham dan tender, menganggap remeh cita-cita si bungsu.

Denara sangat tidak suka pada hingar-bingar kehidupan pengusaha kelas kakap, yang begitu sibuk dan teliti agar saham mereka aman. Gadis itu jauh lebih senang menikmati waktunya di dapur mengolah bahan apapun menjadi makanan yang dia inginkan.

Namun kelebihan itu selalu dianggap sebelah mata oleh Arini dan Miswar. Bagi mereka, pandai memasak bukan kelebihan yang istimewa. Hal itu sangat wajar dilakukan seorang wanita karna memang sudah kodrat dan tugasnya.

Itulah yang membuat Denara memilih bolos kuliah dari fakultas bisnis pilihan sang ayah. Dan hasilnya dikeluarkan dari kampus.

"Terserah papa, mama dan kak Raisa mau ngomong apa. Aku capek mau tidur."

"Ck, anak nggak sopan. Papa nggak nyangka bisa punya anak kaya kamu."

Denara berlalu begitu saja. Sesakit apapun hatinya, Denara sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak mengeluh apalagi menangis. Karna itu hanya akan menambah hatinya semakin hancur.

TakeawayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang