Mas Djati
Kamu di mana? Ayo makan siang bersama.
"Lah, ini orang gimana sih? Bukannya menggagalkan rencana perjodohan malah ngajakin makan siang." Gerutu Denara sembari meneliti pesan singkat yang baru saja ia terima.
"Kurang manjur apalagi cara gue buat bikin dia jijik dan nggak nyaman! Sial, kalo gini caranya lama-lama mama, papa dan kak Raisa bisa tahu rencana gue." Denara merebahkan dirinya sembari melempar ponsel begitu saja.
"Tapi, tumben banget mas Djati menghubungi lebih dulu. Apa jangan-jangan ada hal penting yang mau dia bicarain. Atau dia mau kasih tahu kalo rencana perjodohannya dibatalin." Pikiran Denara mulai tidak karuan.
Gadis itu kembali mengambil ponselnya kemudian mendial nomor Djati.
"Kamu di mana?"
"Mas Djati beneran ngajakin Denara makan siang?"
"Iya, aku udah di warung mie ayam langganan kamu itu."
"Beneran mas? Tumben banget, atau mas Djati mau traktir Dena sepuasnya ya?"
"Iya, aku mau traktir kamu. Sekalian mau ngajak kamu bicara sesuatu."
Kesempatan! Sorak Denara dalam hati.
"Ya udah tunggu, aku cuci muka dulu." Pamit gadis itu sembari keluar kamar menuju toilet.
...
"Mau ke mana lagi Den?" Sahut Arini saat mendapati putri bungsunya keluar rumah.
"Mau makan siang ma,"
"Alasan, di rumah banyak makanan. Ngapain keluar?"
"Dena makan sama temen, mumpung gratis. Udah ya ma, Dena berangkat." Seru gadis itu sembari berlari agar tidak memperpanjang perdebatan.
"Jangan pulang malam, di rumah mau ada acara!" Teriak Arini yang tentu tidak Denara gubris.
...
"Aku boleh makan sepuasnya kan mas?" Djati mengangguk singkat.
"Nambah aja kalo mau."
"Thankyou, calon suami aku baik banget sih!" Celetuk Denara sembari menikmati semangkuk mie ayam, pesanan keduanya.
Djati menjauhkan mangkuk kosong bekas Denara, sedangkan mangkuk di depannya masih ada setengah porsi.
"Mas Djati nggak mau nambah?"
"Udah kenyang."
"Tadi mas Djati mau bicara apa? Kayaknya penting."
"Iya, soal kita." Dena mengerjab pelan.
"Maksudnya?"
"Kamu bilang, kita terlibat rencana perjodohan."
"Ah, i-iya."
"Rencana yang sudah disusun lama oleh keluargamu dan keluargaku." Imbuh Djati.
"Betul... Kenapa mas? Mas Djati mau menolak rencana ini ya? Ya udah nggak pa-pa sih, aku juga belum siap nikah deh kayaknya."
"Bukan gitu, tapi sepertinya aku perlu mengenal keluargamu dulu."
Sial! Umpat Denara dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takeaway
Literatura FemininaMasalah ini bermula dari rasa iri Denara pada Raisa, sang kakak yang selalu sukses dalam hal apapun. Raisa, si sulung yang pintar dalam bidang akademis, sukses di bisnisnya dan juga cantik di mata banyak pria. Perempuan duapuluh delapan tahun itu s...