"Kamu jangan mondar-mandir dari kamar ke sini, dari kamar ke sini. Kalau emang khawatir, mending tidur di sini sekalian bareng aku."
Ucap Djati masih dengan posisi terpejam. Tapi Denara tahu laki-laki itu tidak tidur.
"Enggak kok, aku cuma memastikan posisi tidurmu nggak sembarang. Takut jahitannya jebol."
Djati membuka matanya pelan lalu tersenyum ke arah Denara yang berada di ambang pintu kamar.
"Khawatir ya?"
"Sama sekali enggak. Cuma takutnya kalau jahitannya nggak sembuh-sembuh, kamu bakalan lebih lama di sini. Aku juga yang repot."
"Mending ngobrolnya deketan sini deh, nggak enak banget jauh-jauhan gini."
Denara berjalan pelan ke arah kamar, lalu duduk di sisi ranjang yang kosong.
"Aku nggak bisa tidur,"
"Kenapa? Karena nggak betah di sini?" Tanya Denara cepat.
"Bukan, sejak lima tahun lalu jam tidurku memang berantakan. Hampir setiap malam nggak pernah tidur."
"Kalau siang bisa tidur lebih panjang."
"Pantesan aja mata mas Djati jadi hitam begini."
"Kelihatan banget ya?"
"Iya, beda banget sama lima tahun lalu. Kamu pasti kepikiran ibu sama Marwa ya?"
Djati menggeleng pelan. "Enggak juga, aku jadi insom parah gini sejak kamu pergi dan nggak ada kabar sama sekali."
"Apaan sih nggak bisa dipercaya banget!"
"Benar, kalau kepergian ibu dan Marwa kan udah jelas mereka meninggal. Mau nggak mau, ikhlas nggak ikhlas harus menerima."
"Tapi kamu dulu nggak bisa dilacak. Setiap hari aku datang ke warung mie ayam langganan kamu. Berharap kamu tiba-tiba muncul lagi. Ternyata enggak,"
"Aku juga sering datang ke rumah Miswar ketemu beberapa penjaga di sana tapi nggak pernah dapat informasi."
"Nggak mungkin mas Djati sampai segitunya." Ujar Denara sambil menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang.
"Kamu nggak percaya juga nggak papa."
"Tapi sekarang udah ketemu mas, lagian aku baik-baik aja kok. Seharusnya mas Djati udah bisa tidur dengan nyenyak."
"Harusnya sih gitu ya,"
"Mas Djati masih mengikuti perkembangan kasus Miswar nggak?"
"Terakhir yang aku tahu dia digugat cerai istrinya. Tepat setelah pengajuan banding untuk meringankan masa hukuman ditolak pengadilan."
"Arini menggugat cerai?"
"Iya, malah kabarnya sekarang udah nikah lagi sama sahabat mantan suaminya."
"Wow!" Denara tercengang.
"Terus keluarga Juan gimana?"
"Sama, pengajuan bandingnya ditolak. Mereka sama-sama dapat hukuman 20 tahun penjara dan denda."
"Kamu ingat Rasya Ardjati?"
"Iya, orang yang sempat dijodohkan sama kak Raisa."
"Dia tewas karena overdosis obat-obatan,"
"Astaga... Aku benar-benar nggak nyangka kehidupan mereka bisa langsung berubah."
"Ya, begitulah.. orang-orang jahat pasti akan merasakan karmanya sendiri."
"Aku juga gitu sih mas, mungkin hal yang aku lewati kemarin adalah salah satu karma dari ibuku. Karena dia udah tega meracuni papanya mas Djati. Maafin ibuku ya mas, meskipun aku nggak tahu siapa dia sebenarnya, tapi tetap saja kejahatannya sudah membuat hidup mas Djati sekeluarga menderita."
KAMU SEDANG MEMBACA
Takeaway
Romanzi rosa / ChickLitMasalah ini bermula dari rasa iri Denara pada Raisa, sang kakak yang selalu sukses dalam hal apapun. Raisa, si sulung yang pintar dalam bidang akademis, sukses di bisnisnya dan juga cantik di mata banyak pria. Perempuan duapuluh delapan tahun itu s...