"Loh, kamu ngapain ikut turun?" Denara mengernyit ketika Djati membuntutinya sampai di ambang pintu rumah.
Keduanya baru saja sampai, sebelumnya menyempatkan mampir ke rumah Bu Sisca dan pak RT untuk memberikan oleh-oleh.
"Aku kan masih tinggal di sini," Jawab Djati pelan lalu menyerahkan kunci rumah ke arah Denara. Mengingat sebelum berangkat ke Jakarta memang Djati yang menyimpannya.
"Oh iya, barang-barang kamu memang masih di sini. Ya udah kalau begitu biar aku bantu beresin."
"Aku masih butuh perawatan dari kamu, jadi nggak bisa pulang sekarang." Sela Djati pelan lalu merebahkan tubuhnya ke sofa.
"Kamu jangan mengada-ada ya! Udah sehat gini juga!"
"Di luarnya aja kelihatan sehat, dalamnya masih sakit."
"Terserah!!" Cibir perempuan itu sambil berjalan ke arah dapur.
Denara menatap barang bawaannya yang luar biasa banyak. Rani memang tak main-main membawakan oleh-oleh untuknya.
Terutama cemilan dan beberapa makanan kemasan. Kulkas kecilnya sampai penuh.
"Besok beli kulkas yang lebih besar, biar nggak kebingungan kalau mau menyimpan makanan."
"Enggak usah, boros listrik. Lagian ini makanannya yang terlalu banyak. Nanti aku mau bagi-bagi juga buat tetangga sebelah."
"Kamu dermawan banget sih," puji Djati sambil mencubit gemas pipi Denara.
"Jangan pegang-pegang!" Protes perempuan itu membuat tawa Djati semakin meledak.
"Besok bukan cuma pipi yang dipegang,"
"Mulutnya ya!"
"Bercanda sayang.... Tapi aku gerah banget, udah boleh mandi belum?"
Denara berhenti menata makanannya, lalu menatap Djati dengan teliti.
"Lukanya masih berdarah nggak?"
"Enggak kok, tadi malam udah kering."
"Ya udah nggak papa kalau mau mandi."
"Ayo!"
"Mas, kamu kalau begini terus mending pulang sekarang deh!"
"Eh, iya-iya ini yang terakhir. Nanti nggak jahil-jahil lagi!" Ucap Djati sambil beranjak ke kamar mandi.
................
"Denara, hey, bangunn..!" Denara meregangkan tubuhnya yang terasa sangat lelah. Tepukan lembut di pipinya terpaksa membuat perempuan itu membuka mata.
"Lari pagi yuk! Mumpung hari Minggu. Di depan kompleks biasanya ada event CFD sekalian cari sarapan."
"Duh mas aku capek banget, ngantuk juga, kalau mau lari mas Djati aja sendiri sana."
Perjalanan dari Jakarta ke Jogja memang tidak lama. Apalagi Djati membeli tiket pesawat untuk kepulangan mereka. Tapi tetap saja Denara merasa begitu lelah.
"Kita belum pernah lari bareng. Siapa tahu abis olahraga malah seger lagi."
"Enggak, aku nggak mau."
"Sekali aja,".
Mau tidak mau Denara menurut. Djati sepertinya tidak akan berhenti memaksa jika ia tidak segera menurutinya.
"Tunggu aku cuci muka dulu."
"Iya,"
............
KAMU SEDANG MEMBACA
Takeaway
ChickLitMasalah ini bermula dari rasa iri Denara pada Raisa, sang kakak yang selalu sukses dalam hal apapun. Raisa, si sulung yang pintar dalam bidang akademis, sukses di bisnisnya dan juga cantik di mata banyak pria. Perempuan duapuluh delapan tahun itu s...