Maaf typo berterbangan..
Normal pov
Menjelang malam, Ali dan Prilly baru saja sampai di rumah. Prilly mengantarkan Ali ke dalam rumah. Namun, akhirnya ia mengantar Ali sampai ke kamarnya.
"Kau memerlukan sesuatu, minum atau apa?" Prilly bertanya kepada Ali yang bersandar di kepala ranjangnya.
"Tidak usah, aku ingin istirahat," jawab Ali. Prilly merasa tugasnya sudah selesai.
"Kalau begitu aku pulang dulu, ya," Prilly mengambil tasnya yang berada di nakas samping tempat tidur Ali.
"Mamaku bilang kau harus tinggal di sini, tapi kau malah mau pulang," Ali mengingatkan tentang permintaan mamanya. Prilly sebenarnya berdoa agar Ali tidak ingat itu. Tapi...
"Iya sih, tapi aku kan harus mengambil bajuku dulu dan..."
"Semuanya sudah di sini," sela Ali. Prilly mengernyitkan dahinya heran.
"Maksudmu?" tanya Prilly heran. Ali membaringkan tubuhnya di atas ranjang sambil memainkan ponselnya.
"Semua perlengkapanmu sudah di sini, tadi mamaku menelfon, dia bilang supirmu sudah mengantarkan pakaianmu dan itu atas izin mamamu juga," jelas Ali.
"Mamaku?" tanya Prilly terkejut. Memang mama Ali tidak memberitahu Prilly dulu dan mama Prilly juga sudah mengizinkan. Kalau Prilly tahu, pasti dia akan menolak.
"Sudahlah, aku ingin istirahat, cepat ke kamarmu!" suruh Ali. Ali merebahkan tubuhnya, memejamkan mata, tanpa memperdulikan tatapan bingung Peilly. Dan semua ini membuat Prilly tidak bisa mencari alasan lagi untuk tidak serumah dengan Ali.
***
Prilly's pov
Aargh...
Mamaku dan tante Eci sudah merencanakan ini semua. Aku jadi tidak ada alasan untuk menghindar dari Ali. Sebenarnya aku sangat senang melihat Ali sembuh dan ingin merawatnya juga. Tapi, mengingat ia lupa ingatan, tidak tahu siapa aku, aku jadi sedikit canggung berdekatan dengannya, apalagi serumah. Rasanya seperti dua orang asing yang tinggal dalam satu ruang yang sama.
Tok...tok...
Pintu kamarku terketuk. Yah...sekarang aku berada di kamar yang sudah di siapkan mama Ali. Dan setelah sedikit beralasan-ria di kamar Ali tadi, aku memutuskan untuk ke kamar, mandi air hangat, menenangkan pikiran, dan aku sekarang akan istirahat ada saja yang menganggu. Aku melangkah membukakan pintu. Ternyata, itu Ali.
"Ada apa?" aku bertanya dengan nada sedikit ketus. Aku lelaaaah....
"Aku lapar," Ucapnya singkat. Memangnya aku mamanya. Kenapa Ali meminta makanan kepadaku.
"Memangnya bibi kemana, aku lelah mintalah kepada bibi," Aku mencoba menutup pintu. Namun, tangan kanan Ali menahannya.
"Kau tidak kasihan kepadaku, aku baru keluar dari rumah sakit tadi sore dan aku berusaha ke sini, aku minta membuatkan makanan saja kau tidak mau," jelasnya panjang lebar. Katanya tadi, dia baru keluar dari rumah sakit, tapi suara tidak seperti itu. Tapi, kasihan juga dia.
"Iya iya, aku buatkan makanan," Aku berjalan menuju dapur. Ali mengikutiku, lalu duduk di kursi dekat minibar kecil di seberangku.
"Kau mau sup jagung manis?" tanyaku. Sup jagung manis. Aku menawarkan itu karena aku juga lapar sebenarnya dan ingin itu. Ditambah di luar sedang hujan.
"Apa saja yang penting aku tidak memuntahkannya, dan sup sepertinya cocok untuk udara dingin seperti ini," jawabnya. Sepemikiran ternyata. Aku memulai memasak. Malam hari jika aku sedang lelah memasak, aku hanya akan delivery resto langgananku. Dan aku, walaupun sibuk aku menyempatkan untuk memasak untukku sendiri atau aku bawa ke kantor.
Tak lama supku sudah jadi, baunya harum dan sepertinya enak. Semoga Ali juga suka.
"Makanan siap..."
***
Ali's pov
Heem...baunya enak. Prilly begitu cekatan saat di dapur, memasak maksudnya. Kukira dia hanya bisa menggambar. Aku memperhatikannya seksama. Kupikir Prilly adalah istri idaman. Hey...apa yang kau pikirkan.
"Makanan siap..." teriak Prilly girang. Aku hanya tersenyum melihatnya. Dia seperti anak kecil.
"Wah...sepertinya enak, kau tidak menambahkan racun, kan?" celetukku asal. Dan alhasil, kepalaku dipukul dengan sendok dengan Prilly.
"Sakit tahu, kau mau aku masuk rumah sakit lagi?" aku mengusap kepalaku, yang sebenarnya tidak sakit.
"Kau sih yang memulai, hilangkan pikiran burukmu itu, aku juga lapar, masa aku meracuni diriku sendiri," aku tertawa melihatnya. Lucu sekali dia saat aku goda. Prilly duduk di hadapanku. Mengambil mangkuk dan menyendokkan untukku.
"Ini makan, selamat menikmati," dia juga menyendokkan untuk dirinya sendiri dan dia mulai memakannya. Aku melihat sup ini, sepertinya tidak buruk. Satu suap...
"Enak, ternyata kau bisa juga memasak, masakanmu seperti masakan mamaku, kukira kau hanya bisa menggambar," aku tidak bohong. Masakan Prilly memang enak.
"Kau itu memujiku terus menjatuhkanku, awas tidak akan kumasakkan lagi," ancamnya. Sebenarnya...aku ingin sekali mencubit pipinya yang chubby itu. Apalagi saat dia marah.
"Kau memang istri idaman..." gumamku tak sadar.
"Apa?, apa yang kau katakan?" Prilly menatapku penuh tanya. Aku malu semoga dia tidak benar-benar mendengarnya.
"Tidak, aku tidak bilang apa-apa, aku bilang masakanmu enak," aku mencoba menjelaskan. Prilly menatapku heran.
"Bukan, sesudahnya itu, apa yang kau katakan?" paksa Prilly. Prilly suka sekali memaksa. Keingintahuannya besar sekali.
"Tidak, aku tidak bilang apa-apa, sudah cepat habiskan makananmu, terus istirahat," suruhku.
"Ya sudah kalau kau tidak mau bilang," akhirnya dia menyerah. Aku tersenyum kecil melihatnya. Lalu, aku dan Prilly melanjutkan makan dalam diam.
Hola...jangan lupa vote and comment
HugKiss from me...
KAMU SEDANG MEMBACA
Expired Love?
RomanceSeseorang yang telah menjalin hubungan yang lama mungkin sedikit merasa bosan. Namun, apakah akan seperti sebuah produk yang mempunyai tanggal kadaluarsa? Di sisi lain, cinta sejati itu juga ada. Mencintai dengan ketulusan, kasih sayang, dan tanpa n...