Chapter 21

14.5K 819 7
                                    

Maaf typo...
Happy reading readers tersayangku....❤❤

------------------------------------------------
"Biasa saja menjawabnya, aku tahu pagi ini memang dingin, tapi tidak usah dengan ucapanmu," ucap Prilly sambil meraih tasnya dan beranjak dari ruang makan.
Kenapa jadi dia yang marah. Seharusnya aku yang marah karena kejadian kemarin. Dasar mau menang sendiri. Apakah wanita sekarang seperti itu?
------------------------------------------------

Author pov
Sesampainya di kantor, Prilly segera menuju ruangannya. Ia harus cepat menyelesaikan desainnya karena besok sudah akan dipresentasikan kepada atasannya.
"Kalau bukan karena Ali pasti aku sudah selesai dengan desainku ini," gumam Prilly kesal. Tak berapa lama, sahabat Prilly mendekatinya karena melihat Prilly berbicara sendiri.
"Ada apa denganmu?" tanya Jane, sahabat Prilly.
Prilly membetulkan letak kacamatanya.
"Tidak apa-apa, aku hanya sedang kesal dengan seseorang," jawab Prilly. Jane hanya menhela nfas melihat sahabatnya itu.
"Siapa seseorang itu?" tanya Jane penasaran. Ia kemudian menarik kursi dan dududk di dekat Prilly.
"Biar kutebak, dia pasti...Ali, ya kan?" dan tepat. Seseorang yang membuat kesal Prilly itu adalah Ali. Sejak bekerja 4 tahun lalu, memang Jane adalah satu-satunya teman dekat Prilly. Prilly juga menceritakan tentang Ali kepada Jane. Dari pertama kenal sampai...Ali kehilangan ingatannya.
"Ya," Prilly menundukkan kepalanya.
"Apa dia melakukan sesuatu padamu?" tanya Jane lagi. Prilly menggelengkan kepalanya.
"Lalu kenapa kau seperti ini?!" tanya Jane kesal karena sikap Prilly. Bagaimana tidak kesal, kalau Prilly menjadi uring-uringan dan tidak fokus dengan pekerjaannya.
"Entahlah Jane, aku sendiri juga tidak tahu, sekarang bisakah kau tinggalkan aku sendiri, aku ingin menyelesaikan desainku," Prilly menegakkan tubuhnya lagi. Jane mengerti akan keadaan Prilly dan ia memberikan waktu untuk Prilly sendiri dan menyelesaikan tugasnya.
"Aku doakan Ali segera mengingatmu," ucap Jane sebelum meninggalkan ruangan Prilly. Prilly hanya mengangguk. Dia melanjutkan pekerjaannya. Prilly berusaha berkonsentrasi ke desainnya. Ia mensugesti dirinya sendiri untuk sejenak menghilangkan Ali di pikirannya.

Saatnya makan siang. Prilly merapikan mejanya ketika Jane datang untuk mengajaknya makan siang.
"Prill, kau mau ikut makan siang di resto depan?" tawar Jane kepada Prilly. Prilly mengambil ponsel dan dompetnya.
"Maaf aku tidak ikut, aku mau ke kedai kopi saja," jawab Prilly sopan.
"Oke kalau begitu, aku duluan, jangan hanya minum kopi, kau juga harus makan," pesan Jane.
"Terima kasih Jane,"

Tak butuh waktu lama untuk sampai di kedai kopi. Prilly segera memesan Caramel Macchiato kesukaannya dan Bluberry Coffe Cake. Prilly duduk di dekat jendela, tempat kesukaannya.
"Permisi, apa aku boleh duduk di sini, nona?" tiba-tiba seseorang meminta izin untuk duduk satu meja dengan Prilly. Prilly sempat terkejut, namun ia segera tersadar.
"Oh...ya silahkan," Prilly mempersilahkan pria itu duduk bersama dirinya.
"Kedai ini memang ramai saat makan siang, sampai-sampai aku tidak dapat tempat duduk," keluh pria itu. Prilly hanya tersenyum sambil menyesap Caramel Macchiatonya.
"Oh...maaf aku jadi banyak bicara, kenalkan namaku Calvin Anthony," pria yang bernama Calvin itu mengulurkan tangannya memperkenalkan diri. Prilly dengan senang hati menyambutnya.
"Namaku Prilly, Prilly Latuconsina, kau memang harus datang lebih awal kalau tidak mau kehabisan tempat duduk di sini," Prilly dan Calvin tampak larut dengan obrolan mereka, walaupun baru beberapa menit yang lalu mereka bertemu. Setelah beberapa puluh menit berlalu, Prilly permisi untuk kembali ke kantornya. Calvin juga ikut keluar dari kedai kopi.
"Aku bisa mengantarmu, jika kau mau," tawar Calvin kepada Prilly. Prilly menggeleng. Namn, Calvin tetap mengikuti Prilly dari belakang.
"Tidak perlu, kebetulan kantorku dekat dengan kedai ini," Prilly terus berjalan. Ia akan menyeberang jalan dan menunggu lampu hijau untuk pejalan kaki. Setelah lampunya hijau, Prilly segera menyeberang.

Ckiit...

Suara ban mobil berdecit keras. Entah mobil itu kehilangan kendali atau benar-benar melanggar lampu lalu lintas.
"Kau tidak apa-apa?" Calvin dengan cepat menarik Prilly dan mendekapnya. Untung Prilly tidak tertabrak mobil itu. Jantung Prilly berdebar. Ia masih shock dengan kejadian tersebut. Prilly memegang erat lengan Calvin.
"Prill, apakah ada yang luka?" Prilly menggeleng cepat. Kakinya lemas. Ia ingin cepat sampai di kantornya.
"Aku...aku harus segera kembali ke kantor," Prilly melepas genggaman pada lengan Calvin.
"Aku akan mengantarmu dan kali ini tidak ada penolakan," Calvin segera memapah Prilly menuju mobilnya. Di dalam mobil hanya diam dan Calvin sesekali meliriknya.

Setelah sampai di kantor Prilly, Calvin langsung membukakan pintu untuk Prilly dan membantu masuk ke kantornya.
"Ternyata kau bekerja di sini," ucap Calvin saat berjalan menuju ruangan Prilly. Prilly mengangguk dan tersenyum.
"Apa kau pernah kesini atau ada temanmu yang bekerja di sini?" tanya Prilly. Calvin menggeleng sebagai jawaban dan dia tersenyum.
"Terima kasih kau tadi sudah menolongku," Prilly berterima kasih kepada Calvin. Kalau tidak ada Calvin pasti sekarang Prilly sudah berada di rumah sakit.
"Sama-sama, semoga kita bisa bertemu lagi Prilly, senang berkenalan denganmu," balas Calvin sambil mengacak-acak rambut Prilly pelan.
"Calvin...rambutku jadi berantakan, kau menyebalkan," Prilly cemberut karena perlakuan Calvin. Entah kenapa Calvin gemas sekali dengan Prilly.
"Dan kau menyenangkan, see you Prilly..." ucap Calvin kemudian dia pergi dari kantor Prilly.
Prilly tersenyum sendiri. Prilly merasa senang dekat dengan Calvin walaupun mereka baru saja berkenalan.
"Kalian mesra sekali," tiba-tiba suara seorang pria mengejutkan Prilly dari belakang. Prilly segera membalikkan tubuhnya.
"Ali," Prilly terkejut karena Ali berada di kantornya.
"Apa yang kau lakukan di kantorku?" tanya Prilly heran. Ali berjalan mendekati Prilly.
"Aku adalah client di sini, kenapa kau terkejut, apakah aku mengganggu kemesraanmu dengan kekasihmu?" jawab Ali dingin sekaligus bertanya.
"Dia bukan kekasihku, aku bahkan baru mengenalnya," balas Prilly karena Ali menuduhnya sembarangan.
"Kau baru mengenalnya?, tapi kau sudah seperti sepasang kekasih, atau kau sudah terbiasa seperti itu kepada pria yang baru saja kau kenal,"
Plaak...
Prilly dengan keras menampar Ali. Ucapan Ali sudah keterlaluan. Apa hak Ali menghakiminya. Ali yang sekarang sudah sangat berbeda dengan Ali yang dulu. Lembut dan perhatian.
"Kau...pergi dari ruanganku!!!" emosi Prilly sudah tidak bisa ditahan lagi. Ali hanya diam dan memegangi pipinya. Ali berjalan keluar dari ruangan Prilly.
"Satu lagi, kalau kau mau mengadukan ini kepada atasanku silahkan, aku tidak akan menyesal jika akau dipecat," ucap Prilly dingin saat Ali masih d ambang pintu ruangan Prilly.

Prilly menangis dalam diam. Ia benar-benar sakit hati karena ucapan Ali. Ucapan Ali seperti menuduhnya sebagai wanita murahan. Kenapa Ali tega mengatakan seperti itu?. Apakah cintanya kepada Ali akan terkikis oleh ulah Ali sendiri?

Aaahhh....ceritanya makin ngaco...
Tapi semoga tidak mengecewakan ya...
Mumpung long weekend bisa agak cepet updatenya ini...
Keep read dan JANGAN LUPA VOMMENT yaaaa....that's my spirits

Hugkiss
❤❤❤❤❤❤

Expired Love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang