Chapter 29

14K 817 2
                                    

Maaf typo
Tumben update cepet?, iya mumpung long weekend :)

Cuss langsung dibaca...
------------------------------------------------------
"Bukannya kau yang memberikan kalung ini," jawabnya. Iya kah?, aku yang memberikan kalung itu. Tapi kapan?
------------------------------------------------------
Prilly pov
Ali terlihat bingung saat aku mengatakan kalau kalung yang aku pakai ini adalah dari dirinya. Masa dia lupa, huh...kenapa Ali cepat lupa dengan apa yang dialaminya. Aku ingin memberikan surat yang mama Ali berikan, tapi kalau dia kumat lagi bagaimana?
"Jangan melamun,"
"Aww, sakit," Ali mencubit pipiku. Walaupun Ali lupa dengan kalung ini, tapi soal urusan mencubit pipi Ali tidak lupa.
"Tapi prill, kapan aku memberikan kalung itu?" tanya Ali. Aku menenggelamkan kepalaku di antara tanganku. Bagaimana aku menjawabnya kalau dia tidak ingat?
"Dari suratmu," lirihku. Semoga dia tidak mendengar. Bisa gawat kalau Ali kumat lagi.
"Surat apa prill?" Ali mendengarnya ternyata.
"Aku tidak mau kalau kau masuk rumah sakit lagi Ali," ucapku agar dia berhenti bertanya tentang kalung ini.
"Tidak akan, ceritakan saja kepadaku," dasar pemaksa. Apa Ali tidak sadar kalau aku sangat khawatir mendengar dia masuk rumah sakit kemarin?.
"Iya aku ceritakan," bagaimana pun dia harus tahu. Aku akan menceritakan pelan-pelan.
"Aku hanya mendengar dari tante Eci kemarin, katanya dulu waktu kau masih ada di Jerman, sebenarnya kau ingin pulang lebih awal, tapi kau mengalami kecelakaan, kau ingat?" tanyaku sebelum melanjutkan cerita dia.
"Iya aku ingat, cepat lanjutkan ceritamu," jawab Ali. Hari ini mungkin aku akan menjadi pendongeng untuk Ali.
"Kau kecelakaan setelah pulang dari membeli kalung ini," aku menunjuk kalung yang aku pakai.
"Mamamu bercerita kalau kau sebenarnya ingin memberikan kalung yang kau beli untuk...untukku, aku tidak kepedean, tapi itu tertulis di suratmu juga," aku segera menjelaskan kepada Ali. Nanti dia kira aku yang menginginkan kalung ini. Ali mengangguk mengerti. Kulihat Ali terdiam, memikirkan sesuatu.
"Dan kenapa aku memakai kalung berinisial A, karena ini permintaanmu," kenapa Ali hanya diam?. Jangan sampai tiba-tiba kepala dia sakit lagi.
"Kau ingat atau tidak?" tanyaku gemas. Ali untuk kesekian kalinya hanya mengangguk. Tiba-tiba, Ali memegang kepalanya.
"Kenapa, kepalamu sakit lagi?" tanyaku khawatir. Ali menggeleng pelan.
"Tidak, aku hanya kesal karena tidak bisa mengingat itu," jawabnya. Aku memukul lengannya.
"Kenapa kau memukulku!?" tanya Ali kesal. Aku harusnya yang kesal.
"Karena kau membuatku khawatir, jangan dipaksakan kalau sulit mengingatnya," aku berdiri dari dudukku. Sudah pukul 11, aku harus ke kantor.
"Aku harus ke kantor, persiapan meeting, dan satu lagi...aku akan pergi ke Bandung," ucapku. Aku memang ada tugas di Bandung untuk seminar.
"Tapi kenapa mendadak sekali, berapa hari?" tanyanya. Apa dia tidak suka aku pergi?.
"Karena kemarin kau masih sakit, aku pergi hanya dua hari," Ali menekuk wajahnya. Aku merasa antara ingin tertawa dan sedih melihat Ali.

Sebelum pergi, aku menyuruh Ali untuk beristirahat di kamarnya. Aku mengantarnya sampai ke kamarnya. Bisa-bisa dia pingsan di sini.
"Ayo aku antar kau ke kamarmu," aku menarik Ali untuk berdiri.
"Prill, kapan-kapan kita pergi ke tempat yang biasa kita datangi sebelum aku amnesia," pinta Ali. Pergi ke tempat biasa yang aku datangi dengan Ali. Ke cafe, pantai, toko buku, dan...
"Prilly kau mendengarku atau tidak?" teriak Ali.
"Iya aku mendengarmu, kapan-kapan aku ajak kau ke tempat biasa kita dulu," Mungkin jika aku menuruti permintaan Ali bisa mengembalikan ingatan dia secara perlahan.
Sebelum aku keluar dari kamar Ali, tiba-tiba Ali menarik tanganku. Kebiasaan.
"Segera kembali jika sudah selesai," pinta Ali. Aku mengangguk dan tersenyum. Aku bingung, sebenarnya dia sudah ingat kepadaku atau belum. Tingkahnya seperti aku ini adalah kekasihnya.
Setelah aku mengantar Ali ke kamarnya, aku langsung pergi ke kantor. Dari tadi atasanku sudah menghubungi beberapa kali.

Author pov
Prilly dan Ali berencana pergi ke tempat biasa mereka dulu. Tapi sayang, jadwal kerja sudah menanti. Pembangunan restoran Ali hari ini di mulai. Ali yang sudah sembuh juga harus kembali bekerja dan mensurvei pembangunan restorannya. Namun, mereka berdua tetap bertemu karena arsitek restoran Ali adalah Prilly.
Hari ini Ali dan Prilly bertemu di lokasi pembangunan. Ali sebenarnya ingin menjemput Prilly, tapi karena Prilly dua hari yang lalu berada di Bandung dan hari ini pulang jadi Prilly datang langsung dari Bandung ke lokasi restoran Ali.
"Halo prill, sudah sampai mana?" tanya Ali saat menghubungi Prilly. Kata Prilly, dia harus ke kantor dulu untuk mengantar sekretarisnya, Nora.
"Oke, kita bertemu di lokasi, aku juga masih dalam perjalanan," jelas Ali. Ali dan Prilly mengakhiri obrolan mereka. Ali sebenarnya merindukan Prilly karena dua hari di tinggal Prilly ke Bandung dan hari ini adalah pertemuan mereka yang pertama. Walaupun ada teknologi, tapi menurut Ali kalau tidak bertemu secara langsung belum bisa mengobati kerinduannya terhadap Prilly. Sepertinya Ali mulai menyukai Prilly, walaupun dia belum ingat.

Expired Love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang