Chapter 23

14K 716 11
                                    

Maaf typo :)
-----------------------------------------------
"Terserah, yang penting aku makan," aku tersenyum menang.
"Oke kita akan makan di restoran yang paling enak, dan kau bisa memesan apa saja aku yang traktir," ucapku yang membuat Prilly berbinar.
"Yes...aku akan memesan sebanyak-banyaknya, itu tidak akan membuat kantongmu menipis, kan?"
"Tidak akan chubby," aku mencubit pipinya gemas.
"Aaa..Ali sakit," Alhasil pipinya memerah karena cubitanku.
"Oo..chubby maaf ya.." aku mengelus pipi yang aku cubit tadi pelan. Prilly. Kenapa aku seperti deja vu. Oh...jangan dulu. Jangan sakit kepala...
-----------------------------------------------

Still Ali pov
Setelah aku dan Prilly berputar-putar mencari tempat makan, akhirnya Prilli untuk memutuskan makan di restoran Thailand. Dia lansung menarikku ke dalam saking laparnya.
"Pelayan," Prilly dengan lantang memanggil pelayan di resto ini.
"Prill, kau bisa sedikit tenang atau tidak..." aku berbisik kepada Prilly. Dia bisa memalukan diriku.
"Aku ini sudah sangat lapar, kita sudah berputar-putar hampir setengah jam," Prilly mulai dengan wajah cemberutnya. Akhirnya pelayan datang dan Prilly langsung menyambar buku menu yang baru saja diberikan.
"Aku mau Tom Yam Goong, Som Tam, dan Pad Thai," Benar-benar gila kalau Prilly sedang lapar. Aku belum pernah melihat wanita yang tidak jaim di depan pria.
"Untuk minumnya Cha Yen dan Nam Manao," ucap Prilly lagi. Dasar monster kecil.
"Kau mau pesan apa?" cih..dia baru ingat kalau ada aku di depannya. Sedari tadi dia sibuk dengan buku menu yang ada di depannya.
"Aku pesan Pad Thai dan Cha Yen saja," ucapku memesan salah satu makan yang sama dengan Prilly. Setelah pelayan pergi aku dan Prilly terdiam.
"Kau benar-benar bisa menghabiskan makanan yang kau pesan tadi?" tanyaku. Prilly hanya tersenyum dan mengangguk.
"Apakah kau keberatan aku memesan makanan tadi?" tanyanya tiba-tiba. Aku terkesiap.
"Tidak, aku tidak keberatan, aku hanya ragu, biasanya wanita sangat menjaga bentuk tubuhnya," balasku. Prilly menghela nafas.
"Aku memang menjaga bentuk badanku, tapi masalahnya sekarang aku sangat lapar, apa aku tidak boleh makan," ucap Prilly lucu. Aku sudah tidak tahan untuk mencubit pipinya. Lagi-lagi dia berteriak kesakitan.
"Aaaaa...mmmfffhh..."
"Jangan berteriak...ini tempat umum," aku membungkam mulut Prilly. Dan dia tiba-tiba menggigit tanganku.
"Aagh.."
"Rasakan, siapa suruh mencubit pipiku, aku tidak mau makan bersamamu lagi kalau kau terus mencubit pipiku," ucap Prilly kesal. Dia merajuk rupanya.
"Iya maaf, sepertinya kau ingin sekali pergi dengan Calvin Calvin itu, ya?" tanyaku. Prilly dengan cepat menjitak kepalaku.
"Kenapa jadi bawa-bawa Calvin, dia..."
"Permisi," untungnya pelayan datang. Aku harus berterima kasih karena pelayan iti menyelamatkanku dari amukan Prilly.
"Silahkan menikmati," ucap pelayan itu. Prilly langsung memakan makanan yang ia pesan tadi. Mungkin dia lupa kalau tadi dia baru saja marah.
"Makan pelan-pelan," dia tetap diam menikmati makanannya. Aku juga mulai menyuapkan makanan ke mulutku.
"Apa kau tidak punya pacar?" tanya Prilly tiba-tiba. Dia menatapku tajam.
"Belum, aku ingin mencari yang nyaman," jawabku jujur. Selama aku di Indonesia aku belum bertemu dengan wanita yang membuatku nyaman. Kecuali...
"Kalau mau yang nyaman, pacaran saja sama tempat tidur," ucapnya kemudian melanjutkan makannya.
"Memangnya yang nyaman seperti bagaimana?" tanya Prilly lagi. Kenapa dia begitu ingin tahu dengan kehidupan asmaraku.
"Seperti dekat denganmu," jawabku.
"Uhuuk...uhuuk..."
"Kalau makan pelan-pelan, kau ini," aku menyodorkan minuman ke Prilly. Dia segera meminumnya sampai-sampai minuman itu tumpah dari mulutnya. Aku segera mengambil tisu, lalu mengelap mulutnya.
"Kau yang membuatku tersedak," bentak Prilly. Dia menepis tanganku. Dia lucu sekali saat aku goda tadi.
"Kau menyalahkanku lagi," Prilly mendelik kepadaku. Apa aku salah bicara. Aku hanya ingin menggodanya.
"Iya maafkan aku, cepat habiskan makananmu, lalu kita pulang," ucapku kembali memakan pesananku.
"Pulang, aku maunya pulang ke apartemenku," ucap Prilly. Aku meletakkan sendokku lagi.
"Kalau kau tidak mau pulang ke rumahku, aku akan menelfon mamaku," balasku enteng. Aku rasa sekarang menjadi seperti anak kecil.
"Dasar tukang ngadu, kau kan sudah sembuh, jadi tidak perlu kutemani lagi," sungutnya. Apa aku biarkan saja dia pulang ke apartemennya.
"Iya iya kita pulang ke apartemenmu," akhirnya aku menurutinya. Jangan sampai Prilly marah lagi kepadaku.

Expired Love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang