"Jangan kenali seseorang dari katanya, kenalilah seseorang dari nyatanya."
-FT
.
.
.
.
.
.
✧;── Happy reading ──; ✧Sunyi dan sepi. Semua terdiam setelah Bu Wanda menyebut nama Devira saat pembagian kelompok. Tak ada yang bergeming, semuanya sibuk menatap buku masing-masing tidak mau perduli walau Bu Wanda sudah banyak kali meminta mereka agar mau menerima Devira gabung bersama mereka. Minimal ada satu saja yang mau satu kelompok dengan Devira. Namun, sia-sia, Bu Wanda pun menghela nafas serta merasa iba. Pasti Devira sakit hati tidak ada yang mau menerimanya.
"Devira masuk kelompok kita, Bu!" seru Yubi seraya mengangkat tangannya. Hal itu membuat Sela melotot. Bagaimana bisa Yubi mengajak Devira satu kelompok dengannya, tanpa meminta persetujuan terlebih dahulu?
"Lo apa-apaan anjir?" tanya Sela berbisik pada Yubi.
"Udah nggak papa. Sekalian aja masukin dia ke circle kita. Lumayan kita dapet babu," jawab Yubi ikut berbisik.
Awalnya Sela masih tidak terima. Namun, tatapan setuju dari Alicia membuat Sela mau tidak mau menerima saran dari Yubi.
"Baik! Devira silahkan nanti kamu berdiskusi bareng mereka," ucap Bu Wanda yang diangguki Devira.
"Ah elah!" gerutuan Sela mengundang tatapan Yubi. Sela masih tidak terima jika Devira masuk ke dalam kelompoknya. Apa-apaan itu? Devira akan merusak ke aesthetic-an geng mereka.
"Udah sih. Lo pasti bakal kebantu kalau Devira masuk kelompok kita. Otak dia itu encer, sampai-sampai bisa melelehkan rumus matematika. Jadi dari pada otak padet lo ngga sanggup, manfaatin Devira selagi sempat," kata Yubi mengungkapkan alasan dia kenapa mengajak Devira masuk ke dalam kelompok mereka. Terlihat Sela memikirkan ucapan Yubi. Agaknya Sela menyetujui saran dari Yubi.
"Baiklah, karena waktu mengajar saya sudah selesai, silahkan kalian siap-siap untuk pelajaran selanjutnya. Selagi guru kalian belum masuk, jangan keluar ataupun gaduh di dalam kelas! Ketua kelas tolong jaga kelas agar tetap kondusif!" peringat Bu Wanda sebelum beliau pergi meninggalkan kelas 11 IPA 1.
Seperti kebanyakan murid pada umumnya. Mereka tidak menuruti peringatan dari Bu Wanda. Dua detik setelah kepergian Bu Wanda kelas menjadi gaduh. Bahkan sampai tidak terdengar jelas mereka berbicara apa karena suara mereka benar-benar bercampur menjadi satu dengan tidak tertib.
Keadaan semakin tidak kondusif saat seseorang memasuki kelas dengan tas yang dia gendong, berjalan santai dengan wajah datarnya lalu duduk di salah satu kursi yang tersedia di sana.
"Wah Bar, lo pindah kelas?" tanya temannya yang begitu antusias, sedangkan yang ditanya hanya mendengus kesal.
"Demi apa dia ada di kelas kita?!!" pekik Sela membuat Yubi yang berada di belakangnya tersedak air minum yang sedang dia teguk.
"Anj***!" umpat Yubi tertahan.
Ntah apa yang membuat lelaki yang dikenal arogan dan wajahnya yang datar itu pindah ke kelas ini, bahkan jika dilihat-lihat dari wajahnya tidak ada tanda-tanda yang menunjukan orang pintar bahkan dia terlihat seperti brandal sekolah.
"Diem woi!" seru Galih mengintrupsi. Jika Galih sang ketua kelas sudah berseru, maka artinya mereka benar-benar harus diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
APLISTIA [END]
Mystery / Thriller⚠️Belum direvisi⚠️ Kisah dimulai dengan banyak teka-teki. Sebelumnya, selamat datang di Batara High School, sekolah megah dengan karakter siswa siswi yang beraneka ragam. Ada anak baru yang mempunyai kepercayaan diri tinggi, ada gadis yang berjuang...