✧;── Happy Reading ──; ✧
•
•
•Mata sayu itu memandang tetes air yang jatuh dari kelopak bunga mawar. Tak pernah sekalipun wajahnya berbinar, lantaran tak pernah ada hari yang baik menurutnya. Setiap harinya ada saja yang kacau bahkan membuatnya ingin menyerah. Setiap kali terbangun hanya kata, "Kali ini cobaan apa yang bakal gue rasain?" yang selalu terucap.
Seragamnya basah akibat guyuran gerimis yang cukup deras menimpanya. Harusnya itu tidak akan terjadi, jika ia menolak jemputan Sela dan teman-temannya. Namun, yang namanya Devira mana bisa menolak. Dengan paksaan ia memasuki mobil Sela yang tak pernah Devira inginkan. Hingga di pertengahan jalan, tiba-tiba mereka menyuruh Devira turun dengan alasan mobil Sela yang mogok. Awalnya Devira ragu, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa selain menurut. Sampai akhirnya Devira benar-benar mendorong mobil Sela beberapa menit, tetapi tiba-tiba mobil itu melaju dengan cepat bersamaan gerimis pagi yang turun membasahi tubuh Devira.
Di sinilah sekarang Devira berteduh, sebuah halte dengan atap yang bocor lalu kursi yang sudah tidak layak diduduki, Devira berdiri dengan pandangan kosong menatap bunga mawar layu yang terlihat tidak terawat di sisi halte. Melihat bunga mawar itu, Devira teringat dirinya sendiri, yang tampak layu dipagi hari.
Saking asiknya melamun, Devira sampai tidak sadar jika ada sebuah mobil yang berhenti tepat di hadapannya. Pemilik mobil yang melihat Devira melamun pun menurunkan kaca mobilnya. Ia merobek sebuah koran yang berada di dalam mobil lalu ia bentuk menjadi gumpalan. Setelah itu, ia melemparkan gumpalan koran itu hingga mengenai Devira. Hal itu cukup menyadarkan Devira dari lamunan.
"Masuk," ucapnya singkat, namun penuh ketegasan.
Devira terdiam sambil menatap pemilik mobil dari celah kaca mobil yang terbuka.
"Masuk!" ucapnya lagi lebih tegas.
Devira benar-benar ragu untuk menuruti perintah itu, karena ia tau betul siapa pemilik mobil yang tengah berbaik hati kepadanya.
"Budeg?" tanyanya. "Cepetan masuk!" lanjutnya, yang kali ini benar-benar membuat Devira masuk ke dalam mobilnya.
"Sabuk pengaman jangan lupa pake," katanya, memperingati Devira yang sudah duduk dengan nyaman di kursi sebelahnya.
"Nggak usah khawatir soal Sela. Dia biar gue yang urus," celetuknya tiba-tiba.
Menurut Devira laki-laki di sampingnya ini sangat peka. Ia bisa tau pikiran seseorang hanya dari gelagat yang ia lihat. Mungkin Devira terlihat sangat tegang saat ini sehingga laki-laki itu mencoba menenangkan. Dan ia tau ketakutan yang Devira alami.
Hening. Tidak ada percakapan selama perjalanan menuju sekolah. Mereka sama-sama terdiam hingga laki-laki itu bersuara menginterupsi Devira jika mereka sudah sampai di sekolah.
"Kalau masih betah duduk di sini, gue duluan," ucapnya yang hendak membuka pintu mobil. Lebih dari satu menit sejak mobil berhenti di area parkir sekolah, Devira tak kunjung turun, sehingga laki-laki itu menyadarkan Devira.
"Eh, maaf. Iya gue turun. Makasih tumpangannya," ucap Devira panik karena ia dengan tidak tau dirinya masih duduk di mobil laki-laki itu. Dengan segera Devira membuka pintu mobil lalu menutupnya dengan cepat pula.
Devira berlari menuju koridor. Kepalanya menunduk karena tau ia tengah menjadi bahan tatapan murid-murid Batara. Devira juga tau kenapa mereka menatapnya begitu, pasti karena ia turun dari mobil seorang ketua geng andalan SMA Batara.
"Diem lo!" ucap seseorang mencegat langkah Devira.
"Lo berguru sama Zeline? Mau niru dia ganjen sama cowok?" tanya Yubi yang sudah tidak bisa menahan gejolak julidnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
APLISTIA [END]
Gizem / Gerilim⚠️Belum direvisi⚠️ Kisah dimulai dengan banyak teka-teki. Sebelumnya, selamat datang di Batara High School, sekolah megah dengan karakter siswa siswi yang beraneka ragam. Ada anak baru yang mempunyai kepercayaan diri tinggi, ada gadis yang berjuang...