Enggal ndang vote nggeh⭐
✧;── Happy Reading ──; ✧
•
•Drrrttt drrrttt
Suara dering itu berasal dari ponsel milik Devira, di sana tertera nama Arsela. Devira yang sudah merasakan ada yang tidak beres dan menolak keras untuk mengangkat telepon dari Sela.
Drrttt drrrttt
"Sela kenapa sih telepon gue terus? Perasaan gue gak enak deh," tuturnya. Tak urung dia kembali mengabaikan telepon dari Sela, dia sedang tidak ingin diganggu apalagi dibully olehnya. Devira kembali meletakkan ponselnya di sebelah kiri tempat ia duduk. Pagi ini dia sedang berada di taman belakang sekolah, untuk sekedar mencari ketenangan sebelum jam pelajaran dimulai.
Angin yang berhembus membuat rambut panjang Devira melambai-lambai, kali ini dia tidak mengucir rambutnya seperti biasa yang membuat dirinya terlihat sangat cupu. Tapi melihat rambut panjang itu tergerai dan tertiup angin membuat aura kecantikan Devira semakin bertambah.
Devira memejamkan kedua matanya dan menikmati hembusan angin yang menerpa wajahnya, hawa tenang disekitarnya membuat pikiran dia juga tenang. Cocok untuk Devira yang tidak terlalu suka keramaian.
"Rasanya tenang banget, andai setiap hari hidup gue kayak gini, tanpa diganggu oleh siapapun," katanya berandai-andai.
Dari belakang seseorang berjalan dengan santai sembari menenteng tas hitamnya dan berniat menghampiri Devira. Tepat dibelakang Devira duduk, dia sedikit berjongkok menurunkan punggungnya agar dapat sejajar dengan wajah Devira, memajukan kepalanya sampai mendekati telinga Devira dan—
"Lo bisa kalo lo mau, Dev," suara itu membuat Devira terkejut dan segera membuka matanya. Devira segera berdiri dan berbalik menghadap seseorang yang beberapa detik lalu berbicara di sebelah telinganya.
"Rejar? S-sejak kapan lo ada di sini?" tanya Devira. Bukannya menjawab, orang itu malah tersenyum dan memandang rambut Devira yang terus tertiup angin.
"By the way, lo cantik kalau diurai gitu. Ngga cupu seperti biasanya," katanya.
Devira yang tersadar bahwa rambutnya masih tergerai segera mengikatnya dengan karet, dia mengucirnya kembali seperti biasa. Namun, sayang sekali karena karet yang ia gunakan putus begitu saja.
"Duh!" gumamnya merutuki karet Jepang satu-satunya yang putus itu.
Cowo itu terkekeh pelan melihat wajah Devira yang panik. "Menurut gue mending urai aja deh, biar aura kecantikan lo itu bertambah," sarannya. Namun, Devira menolak dengan menggelengkan kepalanya. "Kenapa? Padahal lo itu cantik kalo terurai gitu."
"Gue gak nyaman," jawabnya.
Rejar memutar bola matanya malas. Lalu, menyilangkan kedua tangannya di depan dada dan menelusuri setiap inci wajah Devira. "Mata lo cokelat, bulu mata lo lentik, hidung lo mancung, wajah lo putih, rambut lo itu cantik. Tapi kenapa lo lebih milih dikuncir ala anak cupu gitu? Padahal lo lebih cocok terurai, kesannya feminim dan lebih elegan," ungkapnya mendeskripsikan seorang Devira.
Devira yang baru pertama kali dideskripsikan dengan baik oleh seorang lelaki membuatnya merasa kurang nyaman, lebih tepatnya dia terlalu gugup karena ditatap se-intens itu oleh seseorang. "Permisi, gue mau masuk kelas," ujar Devira dan segera berlari dari sana dengan menggendong tas dan juga ponselnya.
"Cewe lain gue deskripsiin kayak gitu biasanya baper, senyum-senyum sendiri, kok Devira malah lari ya?" tanya nya heran kepada diri sendiri.
★ ━━─ ・☠☠☠━━━ ☆
KAMU SEDANG MEMBACA
APLISTIA [END]
Mystery / Thriller⚠️Belum direvisi⚠️ Kisah dimulai dengan banyak teka-teki. Sebelumnya, selamat datang di Batara High School, sekolah megah dengan karakter siswa siswi yang beraneka ragam. Ada anak baru yang mempunyai kepercayaan diri tinggi, ada gadis yang berjuang...