✧;── Happy Reading ──; ✧
Semalam, setelah melewati perundingan yang cukup alot, Zeline ditemani oleh Bara dan Fabian bersepakat untuk hari ini mereka akan bolos dan mendatangi kantor polisi untuk meminta kasus kematian Lino agar diusut ulang. Padahal bukti yang mereka kantongi baru berupa chat dan foto. Dan keduanya itu bukanlah sesuatu yang bisa dijadikan bukti atas kematian Lino. Karena yang benar-benar bukti adalah bagaimana adegan Lino terjatuh beberapa bulan yang lalu. Soal chat dan foto bisa saja mereka memang musuhan, tapi bukan berarti mereka membunuh, kan? Kecuali di chat terdapat kata jika mereka mengaku membunuh Lino di sana.
Tidak merasa puas jika hanya menemui pihak kepolisian saja, Bara meminta untuk menemui langsung dari divisi detektif kepolisian.
Dengan mengantongi sedikit bukti itu, Bara terlihat sedikit mendesak pihak kepolisian agar kembali membuka kasus kematian Lino yang dulu sempat ditutup begitu saja tanpa kejelasan saat tak menemukan bukti yang cukup kuat.
"Untuk membuka ulang kasus ini perlu proses yang panjang, dan pastinya tidak sebentar. Terlebih bukti yang kalian pegang belum cukup kuat," ujar detektif yang berbadan tambun tersebut.
"Kita udah ngelakuin banyak hal untuk membuktikan kalau kasus ini belum tuntas, udah jadi kewajiban pihak kepolisian dong buat nyelidikin kasus ini. Jangan sampai aja salah tangkap lagi. Jangan jadiin pengorbanan kita jadi sia-sia, Pak," balas Bara seraya melirik Fabian dan diakhiri sedikit sindiran untuk pihak kepolisian tersebut.
Merasa mendapat sindiran, detektif berbadan tambun dan beberapa polisi lainnya mulai berdehem dengan wajah sedikit masam. Bahkan Zeline sempat menyikut lengan Bara agar tidak berbicara sembarangan.
"Seandainya kasus ini diusut kembali, apa kalian nggak mikirin gimana perasaan keluarga korban? Bukannya kalian juga teman korban? Seharusnya kalian berpikir sampai ke sana." Detektif itu masih berusaha mempengaruhi.
"Lagipula apa kalian sudah mendapatkan persetujuan dari keluarga korban sampai meminta kasus ini diusut ulang? Jangan lupa, kalian juga butuh pengacara, dan coba kalian pikirkan perasaan keluarga korban, pasti mereka terpukul kalau tau anaknya bahkan masih belum bisa tenang di saat sudah meninggal." Sang detektif itu kembali melanjutkan.
"Justru atas nama keadilan pak saya merasa nggak terima, coba lihat gara-gara kecerobohan pihak kepolisian saya sempat mendekam di penjara, nama saya udah tercoreng. Dan kalau berbicara keluarga korban, coba bapak pikirin, orangtua mana yang nggak sedih kalau tahu pelaku pembunuhan anaknya masih bebas ke sana ke sini seolah nggak berdosa, sementara anaknya harus jadi korban pembunuhan?" sela Fabian yang terdengar sedikit tidak terima membuat detektif itu akhirnya terdiam.
"Seandainya Bapak masih punya nurani, pasti bapak ngerti gimana rasanya kehilangan yang dirasian orangtua korban Pak. Meski kasus ini udah lama, paling enggak sebagai pihak kepolisian, bukankah ini udah jadi tanggung jawab yang nggak boleh dilepaskan gitu aja?" tanya Zeline berusaha menimpali setelah sekian menit hanya terdiam.
Dan keluarga yang detektif itu maksud, bisa saja Bara mengatakan jika dirinya adalah keluarga Lino. Namun, ia mesti berpikir panjang untuk mengakuinya, sebab ia takut jika detektif itu mengabari papanya tentang laporan yang Bara ajukan bersama Zeline dan Fabian. Ia hanya takut semua ini akan menjadi berantakan.
"Kami semua udah banyak berkorban untuk kasus ini Pak, dan satu hal, kami nggak mau kebutaan teman kami karena kasus ini jadi hal yang sia-sia," tambah Zeline lagi.
Setelah keluar dari sana, Zeline menyentuh lengan Bara membuat pergerakan laki-laki itu terhenti seketika.
"Kenapa?" tanya Bara sambil menundukkan wajahnya karena perbedaan tinggi badan mereka untuk melihat pada netra Zeline.
KAMU SEDANG MEMBACA
APLISTIA [END]
Mystery / Thriller⚠️Belum direvisi⚠️ Kisah dimulai dengan banyak teka-teki. Sebelumnya, selamat datang di Batara High School, sekolah megah dengan karakter siswa siswi yang beraneka ragam. Ada anak baru yang mempunyai kepercayaan diri tinggi, ada gadis yang berjuang...