APLISTIA 16

333 68 47
                                    

✧;── Happy Reading ──; ✧


"Gue sebelumnya dapet chat dari Rhea. Dia bilang mau ngomong sama gue di rooftop. Tapi, kebetulan gue juga mau ketemu Fabian di sana. Karena gue udah keduluan nyuruh Fabian ke rooftop, gue nyuruh Rhea buat nunggu sebentar karena gue ada urusan."

"Habis ketemu Fabian gue masih stay di sana mau chat Rhea kalau gue udah bisa ketemu sama dia. Tapi, sebelum gue bilang ke Rhea tiba-tiba ada orang nyamperin gue. Gue kira itu Fabian yang balik, ternyata bukan, gue nggak tau dia siapa soalnya nutupin wajah. Banyak yang terjadi pas itu sampai akhirnya gue jatuh."

Zeline terus berjalan seraya kembali mengingat kata-kata Lino tentang insiden sebelum dirinya jatuh dari rooftop. Selain itu, pengakuan dari Rhea juga membuatnya shock. Bagaimana bisa Fabian yang digosipkan pernah berhenti sekolah selama sebulan lebih gara-gara kehilangan Lino, padahal ia yang menjadi tersangka Lino meninggal dan yang membuat Zeline kesal kenapa pihak sekolah menutupi kasus itu? Yang mereka katakan justru Lino yang bunuh diri.

Penjelasan dari Lino sendiri belum terlalu jelas dan Zeline harus banyak bertanya kepada Lino nanti jika mereka bertemu. Rasanya Zeline perlu tau beberapa fakta agar bisa bertanya kepada Lino. Karena kadang penjelasan Lino, bukan jawaban atas info yang telah Zeline dapat. Maka dari itu, akan lebih baik setelah Zeline menemukan informasi, baru ia tanyakan kepada Lino.

Zeline memarkirkan motornya di depan cafe. Ia merasa otaknya perlu didinginkan dengan segelas milk shake, setelah mendengar pengakuan dari Rhea yang membuatnya, kesal, sedih, marah, geram dan juga bingung.

"Bara?" tanya Zeline bergumam saat dirinya mendapati Bara tengah duduk sendirian disebuah kursi yang berada dipaling pojok cafe. Yakin kalau orang itu beneran Bara, Zeline memutuskan untuk menghampirinya.

Sedangkan Bara mengrenyitkan dahi saat tiba-tiba Zeline sudah duduk di depannya dengan cengiran serta kekehan garing.

"Hehehe." Zeline hanya ber haha-hihi saat melihat Bara memandangnya dengan heran.

"Lo pesen apa?" tanya Zeline. Bara yang ditanya memandang Zeline semakin bingung. Menurut Bara, Zeline sok kenal dan sok dekat.

"Tenang aja gue traktir," kata Zeline. Demi apa itu bukan sebuah kecemasan bagi Bara mau Zeline traktir walau segedung-gedungnya. Bara tetap bungkam.

"Mbak, milk shake satu ya, terus Bara-"

"Gue udah pesen," potong Bara sebelum Zeline menyelesaikan ucapannya.

"Oke," ucap Zeline.

Pesanan Bara datang terlebih dahulu, ia memesan caramel macchiato. Namun, Bara tidak langsung meminumnya, ia masih saja terdiam memandang pemandangan luar cafe yang terdapat sebuah taman kecil di sana.

"Ekhem, nggak pantes banget lo galau. Aura bangsatnya nggak mendukung sama sekali." Zeline nyeletuk, ia merasa ada yang berbeda dengan Bara. Selama kenal Bara, yang Zeline tahu, Bara itu seseorang yang tidak berekspresi. Bara cenderung datar dan dingin. Namun, kali ini wajah Bara tampak galau.

"Biasanya orang modelan lo itu justru yang suka bikin orang galau, kok kebalik sih?" tanya Zeline mulai terang-terangan mencampuri urusan Bara.

"Lo emang se-freak ini ya?" tanya Bara menanggapi ocehan Zeline.

Sedangkan Zeline yang dikata freak oleh Bara pun mengantupkan mulutnya. Antara kesal dan sadar kenapa Bara bisa berkata seperti itu. Lantas, Zeline memilih meminum pesanannya yang baru saja sampai.

Tak lama kemudian, Bara bangkit lalu melenggang pergi meninggalkan caramel macchiato-nya yang belum Bara minum sama sekali. Sedangkan Zeline tetap diam di tempatnya tidak mau perduli. Tapi, Zeline juga tidak lama duduk di sana karena beberapa menit setelah kepergian Bara, Zeline ikut bangkit pergi dari sana setelah membayar pesananya dan juga pesanan Bara yang ternyata Bara benar-benar menerima traktiran dari Zeline.

APLISTIA  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang