APLISTIA 42

203 45 16
                                    


✧;── Happy Reading ──; ✧

Fabian kini tengah berada di halaman rumahnya, dia menatap pada langit hitam yang dihiasi oleh banyak bintang. Salah satunya yang terlihat paling terang diantara yang lainnya membuatnya terhanyut akan pikiran yang beberapa hari ini terabaikan. Salah satunya tentang Devira. Gadis itu. Fabian sampai lupa kapan terakhir ia menghubungi dan bertukar kabar dengan Devira.

Lalu, sekelebat pemikiran pun muncul, sehingga membuatnya sedikit berdecak kesal kenapa tidak kepikiran sejak dulu. Sebelumnya, Fabian merasa bersalah atas tindakan Sela terhadap gadis itu yang masih tampak abu-abu dalam hatinya. Ia belum mengetahui pasti, hubungan mereka itu apa. Namun, yang jelas, Fabian tak akan membiarkan adiknya terus mengusik kehidupan Devira yang seakan membuat Fabian ikut merasakan sakitnya.

Fabian sebagai orang yang dekat dengan keduanya pun dibuat bingung. Bagaimana ia tak bisa mengatakan wajar atas tindakan adiknya dan ia juga tidak bisa menghakimi Sela, karena dia adik kesayangannya. Pun Fabian juga tidak bisa membiarkan Devira terus merasakan sakit dalam hidupnya, dan itu karena saudara kandungnya sendiri. Posisinya membuat Fabian dilanda dilema.

Memikirkan hal itu sampai membuatnya merasakan kepelikan pun membuat Fabian berakhir menghubungi Devira. Ia mulai mencari nomor Devira, lalu menelfonnya.

"Halo?"

Suara lembut Devira yang sudah lama tidak Fabian dengar menyeruak melalui indera pendengarannya.

"Lagi ngapain?" tanya Fabian. Meski pertanyaanya basi dan membuat geli, Fabian tak berniat meralat kembali pertanyaannya, karena juga ia bingung memulai obrolan.

"Lagi duduk aja."

"Sama siapa?" Fabian memejamkan matanya. Merutuki dirinya sendiri yang benar-benar tidak pandai mencari topik yang berkelas sedikit.

"Sendiri."

"Oh," respon Fabian menjawab begitu pendek.

"Iya."

Hening...

"Lo lagi ngapain, Fab?"

Fabian tersenyum. Rupanya Devira pun sama sepertinya. Tidak memiliki topik yang berkelas untuk dijadikan bahan obrolan.

"Lagi sibuk," jawab Fabian.

"Ooh. Kalau gitu udahan aja, ya. Lo lanjut aja—"

"Sibuk mikirin lo," sela Fabian memotong ucapan Devira.

Hening...

Fabian yang tidak mendengar respon atau tanggapan dari Devira mulai meraup wajahnya dengan geram. Wajahnya memanas. Tiba-tiba saja ia menyesal telah melontarkan gombalan garing seperti itu yang berakhir membuatnya malu. Sepertinya ia perlu berguru dengan Jovan setelah ini.

Namun, saat dirinya tengah harap-harap cemas menunggu tanggapan dari Devira, cowok itu tak sengaja mendengar suara yang terdengar familiar baginya di seberang sana.

"Siapa itu, Dev?" tanya Fabian.

"Oh, dia abang gue. Udah dulu ya, Fab."

Sambungan terputus begitu saja sebelum Fabian merespon ucapan Devira barusan, seolah-olah gadis itu buru-buru memutus sambungannya.

"Abang?" tanya Fabian pada diri sendiri. Cowok itu baru tahu jika Devira memiliki kakak laki-laki. Hal itu pun membuatnya sadar, bahwa dirinya memang belum tahu apa-apa tentang Devira. Gadis yang tiba-tiba saja menghuni hatinya entah sejak kapan dan tak disadarinya.

Keesokan harinya, Fabian bergegas menemui Devira yang ternyata dia menemui gadis itu di pinggir taman, dia melihat gadis itu tengah memetik bunga yang sangat indah. Fabian mendekatinya seraya berseru, "Devira, lo harus berteman dengan Zeline!"

APLISTIA  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang