APLISTIA 43

197 40 28
                                    

✧;── Happy Reading ──; ✧

Setelah melihat kondisi Rekka yang mengenaskan, Devira berinisiatif untuk pulang kerumah. Dia akan melanjutkan pencariannya bersama Fabian, sedangkan Bara menemani Zeline yang masih syok kala mendengar sahabatnya tidak bisa melihat lagi.

Di dalam mobil terjadi keheningan, Fabian menoleh pada Devira yang sedang melamun. Entah memikirkan hal apa, Fabian yakin pasti cewek itu sedang tidak baik-baik saja. Apa karena masalah Rekka atau hal lain yang lebih penting.

"Kenapa?" tanya Fabian dengan lembut, Devira menggeleng pelan. Ia merasa kasihan pada Rekka, tidak menyalahkan cewek itu juga atau memang sudah takdirnya. Jika Rekka tidak ceroboh hal itu tidak akan terjadi, kan? Atau malah sebaliknya.

Rasanya kepala Devira hampir pecah, mengingat Rega dijadikan tersangka pembunuhan Lino oleh Fabian dan yang lain. Tapi jika hal itu benar, Devira sangat membenci Rega melebihi apa pun. Sudah hubunganya tidak baik, dan juga rumor tentang cowok itu yang membunuh Lino. Kenapa dunia sesempit daun kelor? Memikirkan hal itu membuat kepalanya pusing kembali.

Setelah menempuh jarak beberapa menit, akhirnya mereka sampai. Devira turun, tubuhnya hampir linglung tidak seimbang. Mereka berdua masuk ke dalam rumah yang sepi itu. Kembali, keduanya memasuki ruangan Rega yang beberapa menit lalu sempat ricuh karena kecerobohan Rekka.

"Mana sih fotonya? Perasaan tadi udah ditemuin sama Rekka?" gumam Devira menyipitkan matanya ketika melihat foto itu di samping kardus kecil.

"Udah dapet Dev?" tanya Fabian mengamati ruangan Rega yang penuh dengan foto. Tak satu pun Fabian mendapat bukti itu, selain yang ditemukan Rekka tadi. Devira berjongkok bibirnya berdecak sebal, tanganya terulur mengambil foto yang sedikit terciprat cairan aneh itu.

"Fotonya ini?" tanya Devira memperlihatkannya pada Fabian, Fabian mengangguk ia menatap sekelilingnya sebelum mengajak Devira untuk segera pergi dari ruangan Rega. Takut jika tiba-tiba cowok itu pulang ke rumah, dan rencana mereka akan gagal begitu saja.

Saat hendak pergi, langkah Fabian melambat dia menajamkan pengelihatanya saat melihat ponsel tergletak di meja, tanpa pikir panjang ia membawa ponsel itu dan menarik tangan Devira keluar dari ruangan.

Setelah menutup pintu rumah, Fabian langsung izin untuk pulang kerumah. Kedua benda itu akan Fabian bawa nanti kerumah sakit agar Zeline dan Bara mengetahuinya. Namun, sebelum kakinya melangkah hendak pergi, tiba-tiba suara Rega terdengar.

"Gue nggak tau, tadi dia buru-buru pergi gitu aja setelah dapet telfon!"

Mendengar suara Rega yang sepertinya tengah berbicara dengan seseorang, sontak membuat Devira dan Fabian panik. Mereka yang masih berdiri di ruangan rahasia Rega pun kalang kabut mencari jalan keluar. Dan Fabian saat itu hendak langsung menerobos maju. Namun, Devira buru-buru menarik baju Fabian.

"Kalau ke situ, yang ada papasan sama Rega!" bisik Devira.

"Lo tanya aja sendiri nanti!"

Suara Rega semakin mendekat, hingga akhirnya Devira menarik tubuh Fabian agar mengikutinya bersembunyi dibalik guci berukuran besar, tetapi tak menutup kemungkinan jika mereka tidak akan ketahuan, pasalnya guci itu tak cukup menyembunyikan tubuh mereka berdua, terlebih Fabian yang dasarnya tinggi.

"Oh? Menurut lo karena cewek itu?"

Fabian melirik dari balik guci, Rega sudah berdiri tepat di depan pintu ruang rahasianya. Namun, saat itu Rega masih fokus dengan telfonnya dan berbicara dengan seseorang di seberang sana. Lalu tangan kiri Rega yang bebas bergerak hendak membuka pintu ruangan itu, tapi tiba-tiba saja tangannya terhenti di udara. Ia lupa jika pintu itu dikunci. Lekas ia pun mencari kuncinya yang selalu ia simpan di meja.

APLISTIA  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang