Kini Dira dan Alger tengah berada di taman dekat sekolah. Setelah semua pembelajaran selesai, Alger langsung menghampiri Dira dan mengajak gadis itu kemari untuk membahas semuanya. Ya, kaki Alger belum sembuh total, jadi Alger tidak bisa mengajak Dira pergi kemana-mana untuk saat ini.
"Aku beli minum dulu." Ucap Dira saat setelah sampai di taman. Alger hanya mengangguk, karna ia memang tidak bisa membelikannya untuk saat ini.
Alger menatap kepergian Dira dan kakinya bergantian. Ya, kakinya terluka akibat futsal tempo hari yang lalu. Ia teledor karna tidak fokus saat bermain, dan banyak melamun kala itu.
Entahlah, perasaan Alger sangat tidak karuan. Satu sisi, ia merasa jika dirinya sangatlah tidak berguna, dan terlalu kalut dengan dirinya sendiri saat mendengar kabar buruk tentang Axel, sehingga membuat dirinya melupakan Dira.
Ya, ia sangat mengakui itu. Alger memang sangat terpukul perihal kabar kematian Axel. Bayangkan saja, hanya Axel lah teman yang bisa Alger percayai, hanya Axel lah yang bisa memahami sifatnya, dan hanya Axel lah yang selalu ada disampingnya. Kurang lebih, ia tahu banyak tentang kisah hidup Axel selama ini. Dan kadang, jika mengingat itu semua, Alger selalu merasa jika hidup ini sangatlah tidak adil bagi Axel.
Axel belum menemukan kebahagiaan di dunia ini. Yang Axel lalui setiap harinya adalah, rasa sedih yang tidak lelaki itu tunjukan pada siapa pun. Ya, pada Alger sekalipun.
Setidak maunya itu, Axel menyusahkan orang disekelilingnya. Sehebat itu Axel bisa menyembunyikan semuanya. Dan sekeren itu, Axel bisa melewati semua.
Alger, benar-benar salut pada sahabatnya itu. Sangat.
"Nih, biar seger." Dira datang, duduk disamping Alger sambil menyodorkan satu kaleng minuman soda kepada Alger.
"Makasi." Ucap Alger sambil menerima minuman yang diberikan oleh Dira.
"Kenapa sih kamu masih maksain masuk sekolah? Padahal istirahat aja dirumah." Ucap Dira saat melihat pergelangan kaki Alger yang masi terlihat membiru. Saat ini, Alger kesekolah menggunakan sandal jepit, karna memakai sepatu akan membuat kakinya semakin sakit, dan membuat obat yang di oleskan dikakinya tidak kunjung kering. Pihak sekolah pun mengijinkan Alger menggunakan sandal jepit, melihat dari kondisi lelaki itu yang tidak memungkinkan menggunakan sepatu.
"Bosen kalo dirumah." Jawab Alger, Dira hanya mengangguk sambil meminum kembali minuman yang ia beli tadi. "Dir."
"Hem?"
"Maaf ya?"
"Maaf trus, bosen aku dengernya." Ucap Dira sambil tertawa membuat Alger ikut tertawa. "Udalah Ger, ngga usah dibahas lagi, aku juga salah kok."
"Maaf kalau aku belum sempet cerita tentang keluarga aku dan Mamah aku. jauh dari sebelum ini, Kai memang tau cerita hidup aku. bisa dibilang sih, dia saksi hidup aku hehe." ucap Dira sambil tertawa kecil. "Setiap orang yang pernah deket sama aku, pasti selalu ngeraguin hubungan antara aku sama Kai. Tapi aku kira, kamu ngga gitu. Maaf juga sempet ngira kalau kamu ngga peduliin hal itu."
"Tapi yang harus kamu tau, aku sama Kai itu ngga ada apa-apa, kita sahabatan dan selalu seperti itu. Ah bahkan, aku udah anggap dia kaya sepupu aku. Tapi lebih dari sepupu, bahkan aku kadang nganggap dia Abang aku. Sedeket itu memang aku sama Kai."
"Aku ngomong gini, karna aku cuma pengen kasih tau kamu. Kalau dimata aku, kamu sama Kai itu beda. Ya kaya kamu sama Mas Dio aja gimana. Kalian punya tempat masing-masing di hati aku. ngga ada yang bisa ngegantiin posisi Mas Dio, ngga ada juga yang bisa gantiin posisi Kai, dan juga posisi kamu. Kalian sama-sama orang penting, yang selalu aku butuhin."
"Kamu cemburu kan, sama Kai?" Tanya Dira kini. Alger hanya terdiam. "Kalo kamu cemburu sih, aku seneng juga sebenernya."
"Hem."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Algeraldi [Completed]
Teen FictionAlger story. Untuk menjadi pribadi yang supel itu susah, apalagi untuk orang yang sudah di anugrahi irit berbicara tetapi otak bekerja seperti Alger. Sedih, diem. Marah, diem. Seneng, diem. Sampe suka sama orangpun, dia diem. Pinginnya action, tap...